RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Membuktikan Iblis Bersalah


Renungan Harian Virtue Notes, 30 Maret 2012
Membuktikan Iblis Bersalah


Bacaan: Filipi 2:5-11

2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!


Perlu direnungkan, bahwa ketika iblis memberontak melawan Allah, Allah pun tidak seketika bisa membinasakannya. Ada “rule” atau hukum atau aturan untuk bisa menunjukkan bahwa iblis bersalah dan pantas untuk dihukum. Dalam Alkitab kita tidak menemukan ada pemberontak lain selain “Lusifer” tersebut. Bisa dipastikan inilah pemberontakan pertama dan terakhir dalam Kerajaan Sorga. Rupanya pada waktu itu belum ada pembuktian bahwa tindakan iblis bersalah dan patut dihukum, sebab jika pada waktu itu sudah bisa terbukti bersalah, niscaya iblis sudah dihukum. Bagaimana membuktikan bahwa iblis bersalah? Jawaban yang paling logis adalah Allah harus menciptakan manusia. Manusia yang diciptakan ini diharapkan dapat menampilkan suatu kehidupan yang taat dan menghormati Allah Bapa secara pantas. Hal itu menjadi pembuktian terhadap kesalahan iblis sehingga bisa dihukum. Inilah rule of the game-nya.


Allah menciptakan manusia bukan sekedar ingin memiliki makhluk yang segambar dengan diri-Nya, dan ditempatkan dalam sebuah taman untuk mengelolanya. Tentu tidak sesederhana itu. Ada rancangan yang lebih besar dari hal tersebut. Ternyata manusia diciptakan untuk menggenapi rencana Bapa yaitu menaklukkan iblis. Itulah sebabnya bahan dasar yang dimiliki manusia pada hakekatnya adalah dari dalam Allah sendiri, yaitu melalui hembusan nafas-Nya. Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan diri-Nya sendiri. Sangat luar biasa. Hal itu dilakukan Bapa agar manusia bisa mengalahkan malaikat yang jatuh tersebut. Disini manusia menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk mengakhiri sepak terjang Lusifer.


Dalam perjalanan sejarah kehidupan, ternyata manusia gagal. Manusia malah mengikuti jalan Lusifer, yaitu ingin menjadi seperti Allah. Ada sebagian jejak iblis yang ditularkan kepada manusia. Hal inilah yang membuat manusia tidak bisa lagi mencapai kesucian Allah. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Kegagalan manusia pertama masih menyisakan persoalan, siapakah yang dapat mengalahkan iblis atau membuktikan bahwa iblis bersalah dan pantas untuk dihukum. Tidak ada jalan lain, kecuali Anak Tunggal yang bersama-sama dengan Bapa. Anak Tunggal Bapa harus turun ke bumi menjadi manusia, dimana dalam segala hal Ia disamakan dengan manusia (Ibr 2:17). Allah Anak menjadi manusia untuk membuktikan bahwa ada pribadi yang bisa taat tanpa syarat kepada Bapa dan mengabdi sepenuhnya (Fil 2:5-11; Yoh 4:34). Hal ini akan membuktikan bahwa tindakan iblis salah dan patut dihukum.


Seperti Yesus Kristus yang sudah taat tanpa syarat kepada Bapa, kita pun harus demikian.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Kesempurnaan Pertanda Keselamatan


Renungan Harian Virtue Notes, 29 Maret 2012
Kesempurnaan Pertanda Keselamatan


Bacaan: 1 Yohanes 4:8

4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.




Memang keselamatan orang percaya bukan karena perbuatan baik, tetapi bukan berarti perbuatan baik tidak bernilai. Memang tanpa penebusan dalam Tuhan Yesus Kristus perbuatan baik seseorang tidak berarti sama sekali. Tetapi setelah menjadi anak tebusan Tuhan dan sungguh-sungguh bertumbuh mengenakan pribadi Kristus dan menghidupkan gairah Anak Allah dalam hidup ini, maka perbuatan baik menurut standar Allah pasti terdemonstrasikan dalam hidup seseorang. Harus diterima bahwa memang orang percaya dipanggil untuk sempurna seperti Bapa (Mat 5:48). Tindakan sempurna seperti Bapa itu ditunjukkan dalam Matius 5:17-48, yang didalamnya termasuk panggilan untuk mengasihi musuh. Oleh sebab itu yang terpenting harus dialami oleh orang percaya adalah bagaimana mengalami proses pendewasaan yang benar terlebih dahulu, barulah perbuatan baik sebagai ekspresi dari karakter ilahi yang ada dalam dirinya. Hasil dari pendewasan tersebut adalah semuanya sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Harus dimengerti bahwa semua tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan Bapa bukanlah kasih. Karena Allah adalah kasih (1Yoh 4:8). Dan semua tindakan yang tidak berdasarkan kasih adalah sia-sia (1Korintus 13:1-8). Dalam hal ini yang terpenting adalah seseorang harus mengenakan pribadi Anak Allah. Bila seseorang mengena¬an pribadi Anak Allah maka ekspresi dalam kehidupannya adalah tindakan kasih kepada orang-orang miskin secara akurat.


Jika seseorang belum memiliki kedewasaan rohani yang memadai, maka perbuatan baik, seperti perhatiannya kepada orang miskin akan berunsur intrik-intrik yang keruh. Bukan tidak mungkin kegiatan pelayanan pekerjaan Tuhan pun juga dimanipulasi untuk kepentingan pribadi. Memang orang yang memanipulasi pelayanan atau sebuah tindakan amal tidak menyadari hal itu, sebab ia sendiri diliciki oleh dirinya sendiri. Ia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Akhirnya perbuatan baik yang dianggap sebagai persembahan yang terbaik, menjadi dosa di hadapan Tuhan. Dalam hal ini juga harus diperhatikan, bahwa perbuatan baik dalam bentuk amal dan lain sebagainya yang kita lakukan akan menjadi tidak berarti sebelum kita memiliki perubahan status yang jelas. Dari status anak dunia menjadi anak Tuhan, dari hidup dalam cara hidup nenek moyang kepada cara hidup anak-anak Allah. Ini bukan sesuatu yang sederhana. Hal ini harus diperjuangkan dengan serius. Bila proses ini berlangsung dengan benar, maka orang percaya bukan saja mampu berbuat baik tetapi juga sempurna seperti Bapa. Jadi, kalau seseorang tidak semakin sempurna, maka itu berarti tidak memiliki keselamatan.


Ciri orang yang memiliki keselamatan antara lain ia menjadi semakin sempurna.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Perhatian Kepada Yang Tidak Berdaya


Renungan Harian Virtue Notes, 28 Maret 2012
Perhatian Kepada Yang Tidak Berdaya


Bacaan: Matius 26:6-13

26:6 Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta,
26:7 datanglah seorang perempuan kepada-Nya membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi yang mahal. Minyak itu dicurahkannya ke atas kepala Yesus, yang sedang duduk makan.
26:8 Melihat itu murid-murid gusar dan berkata: "Untuk apa pemborosan ini?
26:9 Sebab minyak itu dapat dijual dengan mahal dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin."
26:10 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Mengapa kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku.
26:11 Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu.
26:12 Sebab dengan mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku, ia membuat suatu persiapan untuk penguburan-Ku.
26:13 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia."


Dalam bacaan hari ini, kita menemukan kisah mengenai seorang wanita yang mengurapi Tuhan Yesus dengan minyak yang sangat mahal, yakni minyak narwastu. Menurut catatan sejarah, minyak narwastu tidak berasal dari Timur Tengah, tetapi dari India; itulah sebabnya harganya mahal.


Yang menarik dalam kisah ini adalah, begitu wanita ini mencurahkan minyak ke atas kepala Tuhan Yesus, orang-orang memprotes tindakannya. Mereka menganggap tindakan wanita ini suatu pemborosan. Momentum ini digunakan Tuhan Yesus untuk mengajar mereka suatu kebenaran. Ia menyampaikan suatu pernyataan yang sangat penting, yang harus kita perhatikan dengan serius: “Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu.” (ay. 11)



Pernyataan Tuhan Yesus ini hendak menunjukkan bahwa orang percaya memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan sesamanya yang miskin. Tentu kemiskinan disini memiliki arti yang luas. Kata miskin di teks ini adalah πτωχός (ptōkhós). Dalam bahasa Yunani, ada beberapa kata yang dapat diterjemahkan “miskin”. Selain ptōkhós, ada πενιχρός (penikhrós) dan πένης (pénēs). Penikhrōs berarti miskin secara harta; misalnya dikenakan untuk janda miskin yang kisahnya ditulis dalam Luk. 21:2. Kemiskinan ini biasanya disertai dengan sengsara atau penderitaan. Kata pénēs muncul hanya satu kali dalam Alkitab (2Kor. 9:9). Artinya, miskin tetapi masih mampu menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja. Kata pénēs juga dihubungkan dengan rasa lapar. Sementara kata ptōkhós berarti kemiskinan yang sangat ekstrem, di mana si miskin sama sekali tidak mampu mencari penghidupan atas dirinya. Kata ptōkhós juga memiliki hubungan dengan kata πτώσσω (ptōssō) yang berarti “menundukkan badan”. Ini memperlihatkan ketidakberdayaan seseorang sehingga tidak mampu atau tidak layak menegakkan badannya.



Tuhan Yesus memberi tugas kepada orang percaya untuk memperhatikan orang yang tidak berdaya. Tentu ketidakberdayaan disini bukan hanya secara materi, tetapi terutama ketidakberdayaan sesama dalam hal mencapai keselamatan abadi. Sebab apa artinya materi yang dapat kita bagikan jika mereka akhirnya tidak selamat. Namun demikian bukan berarti karena fokus kita pada keselamatan jiwa, kita tidak memperdulikan kebutuhan jasmani. Sering dalam pelayanan, kita harus memperhatikan kebutuhan jasmani barulah kebutuhan jiwanya. Bagaimana mereka bisa mendengar Firman kalau mereka lapar? Bagaimana mereka bisa membaca Firman kalau mereka buta huruf? Sudahkah kita memperhatikan mereka?



Tugas orang percaya adalah memperhatikan orang yang tidak berdaya, secara fisik, terutama yang menyangkut keselamatan jiwanya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Perjalanan Waktu Yang Pasti Berakhir


Renungan Harian Virtue Notes, 27 Maret 2012
Perjalanan Waktu Yang Pasti Berakhir


Bacaan: Pengkhotbah 6:12a

6:12a Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti bayangan?



Dalam Kejadian 1:14 Alkitab mencatat adanya benda-benda penerang yang diciptakan Tuhan untuk memisahkan siang dari malam yang juga menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun. Ini berarti manusia dimasukkan ke dalam kotak yang namanya “perjalanan waktu”. Kalau kita melihat matahari, bulan, dan benda langit lain, kita sadar bahwa ini merupakan peringatan akan kenyataan adanya perjalanan waktu kehidupan yang mengkungkung manusia. Manusia harus tunduk, sehebat apapun manusia itu. Betapa bodohnya banyak manusia, sebab terhadap perjalanan waktu saja manusia tidak berdaya apalagi kepada Dia yang menciptakannya..


Sebenarnya perjalanan waktu itu tidak menjadi masalah sama sekali, kalau manusia tidak jatuh dalam dosa. Dan kalau manusia tidak jatuh dalam dosa maka tidak ada proses penuaan menuju kematian. Tetapi karena dosa maka manusia masuk proses kematian, atau proses penuaan. Sejak pada hari manusia memberontak kepada Tuhan maka manusia “mati”. Itulah awal proses kematian tersebut. Ini adalah malapetaka terdahsyat dalam kehidupan. Sebab manusia akan mengalami transformasi dari kehidupan fana ke dalam keabadian.


Transformasi ini juga sebenarnya tidak menjadi masalah kalau sesudah mengenakan kemah sementara ini kita memasuki kemuliaan maksudnya menerima kehidupan lebih baik dengan kemah baru yang lebih baik dan sempurna, tetapi adalah malapetaka maha dahsyat kalau manusia binasa (Wah 14:13). Binasa artinya terpisah dari Tuhan selama-lamanya (Mat 10:28). Banyak orang tidak mau mengerti kebenaran ini, sebab mata hati mereka telah tertutup. Mereka dibutakan atau disesatkan iblis sehingga tidak mengenal kebenaran tersebut. Inilah artinya berjalan dalam gelap.


Tanpa disadari banyak orang yang terjebak dalam pola kehidupan seakan-akan perjalanan hidup ini tidak ada akhirnya. Inilah yang mengikat kehidupan banyak orang, juga sebagian besar orang Kristen. Itu berarti tidak mengerti kebenaran. Dan ini adalah sebuah penyesatan iblis yang sukses. Bila jujur maka kita akan dapati bahwa banyak manusia yang memberontak atau menolak kenyataan bahwa jalan ini akan berakhir. Dan akhir perjalanan hidup manusia ini sebuah misteri yang pada umumnya tidak seorangpun tahu (Yak 4:13-17). Iblis akan berusaha menenangkan banyak jiwa manusia seakan-akan hidup ini tidak ada bahaya. Tanpa disadari mereka dibawa ke dalam siksaan kekal.


Waktu berjalan terus tanpa seorangpun dapat menghentikannya, dan manusia terkungkung didalamnya. Jangan sia-siakan waktu yang tersisa.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Pengertian Nyawa


Renungan Harian Virtue Notes, 26 Maret 2012
Pengertian Nyawa


Bacaan: Matius 10:39; Matius 16:25-26

10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
16:25 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
16:26 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?


Orang yang menyadari bahwa ia menumpang dan bersikap sebagai seorang penumpang di dunia ini lebih memiliki kemungkinan yang besar memiliki dunia yang baru bersama dengan Sang Maha Raja. Tetapi kalau seseorang tidak merasa bahwa ia menumpang, ia akan kehilangan kesempatan memiliki dunia lain yang lebih baik (Mat 10:39; 16:25-26). Nyawa dalam Mat 10:39 menunjuk kesenangan-kesenangan jiwa yang dipengaruhi oleh filosofi hidup manusia pada umumnya. Jiwa manusia diwarnai oleh cara hidup anak-anak dunia yang bukan umat pilihan yang tidak dipersiapkan mewarisi Kerajaan-Nya.


Semua manusia telah diracuni oleh filosofi hidup yang menggiring menuju kegelapan abadi ini. Terlena dengan segala kesenangan hidup hari ini sampai ia kehilangan kesempatan selamanya. Kesempatan ini tidak terbeli oleh apapun. Tidak menghargai kesempatan ini sama dengan tidak menghargai Tuhan yang memberi kesempatan.



Betapa mengerikan keadaan manusia yang kehilangan dunia yang akan datang. Tetapi banyak orang tidak memperdulikannya. Ini agak mirip dengan anak-anak yang tidak mengerti betapa tinggi resiko kehidupan seseorang yang tidak mau belajar dengan giat mempersiapkan hari esoknya. Kemalasannya membangun kemiskinan. Kegiatan hidupnya atau kerajinannya ditujukan kepada kegiatan yang lain. Kegiatan yang tidak mempersiapkan hari esoknya. Tetapi ini masih ringan dibanding dengan seseorang tidak memiliki hari esok di kekekalan. Anak-anak muda yang tidak mau kehilangan masa muda seperti yang dimiliki dan dinikmati anak-anak muda lain, akhirnya membangun kehancuran hari esoknya. Demikian pula orang-orang yang tidak mau kehilangan nyawanya atau masa hidup di dunia hari ini tetapi kehilangan hari esok di keabadian.


Kehilangan nyawa berarti seorang yang menyadari dan memperlakukan bahwa hidup di dunia ini bukanlah untuk menetap. Tujuh puluh tahun harus dianggap sebagai singgah sementara. Dalam persinggahan itu tidak boleh bersikap seakan-akan akan menetap. Sebagian besar manusia juga orang-orang Kristen bersikap sebagai orang yang seolah-olah akan menetap. Kalau irama hidup ini tidak segera diubah, maka ia tidak akan pernah bisa berubah. Karena tidak bisa berubah lagi maka ia akan berpikir bahwa itu irama hidup wajar yang ditolerir oleh Tuhan. Dalam hatinya akan berkata, “hidup memang begini”. Orang-orang seperti ini tidak bisa lagi mengerti kebenaran, dan sebagian merasa bahwa mereka mengerti kebenaran. Begitu hebatnya iblis menipu mereka.


Orang yang rela kehilangan nyawanya hari ini akan beroleh nyawanya di dunia yang baru bersama Sang Maha Raja


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Ciri Manusia Penduduk Asli Dunia


Renungan Harian Virtue Notes, 25 Maret 2012
Ciri Manusia Penduduk Asli Dunia


Bacaan: Lukas 12:15

12:15 Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."



Gejala orang yang tidak menerima bahwa ia sebagai penduduk asing di bumi ini adalah menumpuk kekayaan seakan-akan hal itu tidak akan ditinggalkan atau takut kalau keturunannya menjadi orang miskin. Dalam Lukas 12:16-21 dikisahkan mengenai orang kaya yang mengumpulkan kekayaan bagi dirinya tetapi tidak kaya di hadapan Tuhan. Ia pulang ke tempat abadi dalam kemiskinan. Ia akan menjadi orang miskin di kekekalan. Orang miskin di kekekalan artinya adalah orang yang ditinggalkan oleh Tuhan. Ia ditinggalkan Tuhan sebab selama di dunia ia tidak mengiring Tuhan dengan benar. Orang yang mengiring Tuhan adalah orang yang ikut memikirkan apa yang dipikirkan oleh Tuhan. Ia ikut bergumul apa yang digumulkan Tuhan dan yang menjadi beban-Nya. Tuhan Yesus menyatakan bahwa mereka yang tetap tinggal bersama-sama dengan Dia dalam segala pencobaan yang Dia alami, akan menemukan kebersamaan dengan Dia dalam Kerajaan-Nya (Luk 22:28-29). Orang yang menyertai Tuhan Yesus adalah mereka yang membela kepentingan-Nya tanpa batas.


Tuhan Yesus berkata kepada orang kaya yang celaka, ”apa yang telah engkau sediakan, untuk siapakah itu nanti?” Barangkali kita berpikir, ”ah masa Tuhan tidak tahu, untuk anak cucu dong”. Kita lupa bahwa banyak diantara kita yang dulu tidak memiliki apa-apa tetapi juga dipelihara Tuhan. Mengapa kita tidak mempercayai bahwa Tuhan juga akan memilihara anak cucu kita. Lagi pula Firman Tuhan mengatakan bahwa keturunan orang benar tidak akan menjadi peminta-minta. Tidak sedikit anak cucu yang memperoleh apa yang sebenarnya bukan bagiannya. Mereka bisa menjadi orang-orang yang tidak diberkati, sebab apa yang mereka terima sebenarnya bagian untuk Tuhan tetapi digunakan untuk kepentingan diri sendiri.

Orang tua yang bodoh yang tidak memahami kebenaran ini mengajarkan kepada anak-anak, seakan-akan kekayaan itu segalanya (Luk 12:15). Hal ini mempersiapkan anak-anak hidup tanpa kebenaran atau tanpa Tuhan. Mereka menjadi materialistis yang pada saatnya tidak akan pernah bertobat dengan benar. Kalau orang tua mewariskan kebenaran, maka hal ini sama dengan orang tua mewariskan pengenalan akan Tuhan yang membuat mereka terpelihara, bukan hanya sementara di dunia tetapi juga di kekekalan. Mereka juga akan bertemu dengan orang tua di Kerajaan Bapa bersama keluarga besar yang dibangun di bumi.


Orang bodoh adalah yang mengumpulkan kekayaan bagi diri sendiri. Orang bijak adalah yang mewariskan pengenalan akan Tuhan kepada anak-anaknya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Penduduk Asing


Renungan Harian Virtue Notes, 24 Maret 2012
Penduduk Asing


Bacaan: 1 Petrus 1:17

1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.


Alkitab menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang menumpang di bumi ini (1Ptr. 1:17). Dalam teks aslinya kata menumpang disini adalah παροικία (parĪkÍa) yang artinya “penduduk asing” atau “orang yang singgah sementara sebagai penduduk di tanah asing“; juga bisa berarti ”tinggal di negeri asing”. Sebagian besar atau hampir semua orang Kristen percaya mengenai hal ini. Tetapi masalahnya bukan sekadar percaya tetapi harus menyerahkan diri kepada yang dipercayainya tersebut. Ini paralel dengan hal iman. Kalau hanya percaya bahwa Allah itu ada, setan-setan pun percaya dan mereka gemetar; tetapi mereka tidak menyerahkan diri kepada Allah untuk tunduk dan melakukan kehendak-Nya. Sebaliknya, mereka malahan memberontak melawan Allah.

Demikian pula dengan banyak orang, yang mempercayai bahwa di dunia ini hanya menumpang atau singgah sebentar, tetapi kehidupannya bertentangan dengan apa yang diyakininya tersebut. Mereka tidak menyerahkan diri kepada apa yang menurut mereka telah mereka percayai. Ini berarti mereka belum bisa dikatakan percaya. Kalau seseorang tidak belajar menerima realitas ini, suatu saat mereka sampai pada satu level kehidupan dimana mereka tidak sanggup lagi untuk mengangkatnya. Di ujung maut mereka akan dipaksa pasrah menerima “nasib” yang sangat mengerikan, yaitu terpisah dari hadirat Allah selama-selamanya.


Irama hidup manusia pada umumnya menunjukkan seakan-akan perjalanan hidup ini tidak ada ujungnya. Hal ini nampak dari gejala-gejalanya. Pertama, mereka tidak bersungguh-sungguh menemukan tempatnya yang benar di hadapan Tuhan. Mereka tidak berusaha maksimal untuk mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya, sebab lebih banyak hal lain yang mereka anggap lebih penting untuk diusahakan lebih maksimal. Kedua, mereka berpikir bahwa untuk mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya bukan hal yang sulit. Karenanya mereka merasa tidak perlu mengalokasikan waktu dan perhatian untuk itu. Banyak kegiatan lain yang dianggap penting dan mendesak. Sementara mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya dijadikan sebagai kegiatan sambilan atau tambahan. Ketiga, mereka berpikir bahwa yang penting tidak bermaksud mengkhianati Tuhan. Padahal dengan gaya hidup tersebut mereka sedang mengembangkan hidup tidak setia kepada Tuhan.



Bagaimana dengan kita? Apakah hari ini kita juga memelihara gejala-gejala seperti itu? Jika ya, segeralah berkomitmen untuk bertobat, sebab gejala tersebut bisa berujung pada pengkhianatan kepada Allah.



Hidup di dunia ini hanya menumpang sementara,  dan itu akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger