Renungan Harian Virtue Notes, 13 April 2012
Melelahkan Tuhan
Bacaan: Ibrani 3:18-19
3:18 Dan siapakah yang telah Ia
sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah
mereka yang tidak taat?
3:19 Demikianlah kita lihat,
bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka.
Dalam sejarah keluarnya
bangsa Israel dari Mesir, Tuhan juga menggunakan proses bertahap,
sampai bangsa itu menginjak tanah Kanaan. Sebagai konsekuensi dari
hukum proses yang bertahap ini sebagian besar bangsa itu tewas di
padang gurun. Inilah konsekuensi yang tidak bisa dihindari. Mengapa
harus menggunakan proses bertahap ini? Bukankah sebenarnya Tuhan
berkuasa memindahkan bangsa Israel generasi Musa tersebut dengan
mukjizat. Sehingga mereka dapat menjangkau tanah Kanaan tanpa
perjuangan yang sangat berat dan melelahkan selama 40 tahun di padang
gurun (sekitar tahun 1440 SM sampai 1400 SM). Proses bertahap bangsa
Israel menjangkau Kanaan ini sungguh-sungguh melelahkan bagi bangsa
itu, juga bagi Tuhan sendiri. Kata lelah dalam bahasa Ibraninya
adalah halowt (תוֹאְלַה),
dari akar kata laah (האל).
Kata ini juga berarti grieve dalam Bahasa Inggris (berduka).
Allah tidak pernah bisa lelah dalam segala karyanya, tetapi mengurusi manusia, Allah merasa lelah (perasaan) dalam arti berduka (Ing. grieve). Karena keras kepala dan tegar tengkuknya bangsa itu, sampai suatu saat, membuat Tuhan nyaris meninggalkan bangsa itu. Musa tampil sebagai juru syafaat bangsa itu dan berusaha melunakkan hati Tuhan, sehingga Tuhan kembali berkenan menyertai bangsa itu. Seandainya Tuhan tidak menggunakan proses bertahap, maka tidak ada di antara bangsa Israel yang tewas di padang gurun. Berarti semua bangsa itu sampai tanah Kanaan. Bukankah ini lebih taktis dan praktis? Sekilas tindakan Tuhan membawa bangsa Israel berputar-putar di padang gurun sebagai suatu kebodohan, sebab sebagian besar bangsa itu sudah sangat menderita sebagai budak di Mesir, kemudian mereka juga menderita di padang gurun dan akhirnya tewas sehingga tidak pernah menginjak tanah Kanaan. Betapa tragisnya hal itu! Tetapi inilah tindakan Tuhan yang memiliki rule di dalam diri-Nya, dan Ia konsekuen dengan hukum-Nya sen-diri. Dalam beberapa teks baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru nampak kesan kuat bahwa Allah laah (lelah dalam perasaan) karena atau terhadap umat pilihan-Nya (Yes. 7:13; Ibr. 3:8-19; Rom. 10:21; 1 Kor. 10 dan lain sebagainya). Dari realita ini menunjukkan jelas sekali bahwa Allah tidak bisa menghindarkan Diri-Nya dari hukum itu. Allah yang menetapkan dan Ia sendiri konsekuen terhadap hukum itu untuk ditegakkan, bahkan terhadap Dirinya sendiri. Seakan-akan Tuhan sendiri terjerat atau terikat oleh ketetapan-Nya sendiri. Di sini kita menemukan integritas Tuhan yang sempurna.
Tuhan
memiliki “rule” di dalam diri-Nya, dan Ia sangat konsekuen dengan
hal itu.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar