RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Proyek Percontohan

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Nopember 2011

Proyek Percontohan



Bacaan: 1 Korintus 10:1-11


10:1 Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut.

10:2 Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.

10:3 Mereka semua makan makanan rohani yang sama

10:4 dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.

10:5 Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.

10:6 Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,

10:7 dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: "Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria."

10:8 Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang.

10:9 Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular.

10:10 Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut.

10:11 Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.



Bangsa Israel telah mengalami perlindungan Tuhan yang luar biasa. Mereka telah makan dari makanan rohani dan minuman rohani yang sama dari batu karang rohani yang sama yaitu Kristus, namun sebagian besar dari mereka tidak memperoleh perkenanan Allah.


Sebagai Pencipta manusia, Tuhan berurusan dengan semua manusia ciptaan-Nya secara serius. Ayub yang bukan orang Israel dipandangnya sebagai manusia yang cemerlang di mata-Nya. Ayub seorang yang saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan, serta selalu mempersembahkan korban bakaran dan memohonkan ampun atas kesalahan anak-anaknya. Kita tidak tahu ritual apakah yang digunakan oleh Ayub, sebab pada waktu itu belum ada Taurat; namun satu hal yang kita tahu, bahwa Allah menulis Taurat-Nya di dalam hati nurani setiap insan (Rm. 2:13–15).


Tentu setiap bangsa memiliki cara sendiri-sendiri untuk mengekspresikan Taurat yang tertulis di dalam hati nurani mereka. Kita tidak boleh menyoroti ritual mereka dengan kacamata Taurat Yahudi, apalagi kacamata iman Kristen. Yang terpenting yang harus kita pahami adalah, mereka yang tidak memiliki Taurat yang tertulis di atas loh batu dan kitab adalah mereka yang mengekspresikan Taurat itu dalam berbagai perilaku dan upacara ibadah.


Jangan lagi kita memandang eksklusif bangsa Israel atau orang Yahudi sebagai individu. Eksklusivitas bangsa itu hanya terletak pada komunitas mereka, sebagai pewaris pengenalan akan Allah dan bangsa yang melahirkan Mesias. Lebih dari itu, tidak ada yang eksklusif. Buktinya, raja-raja Yehuda dan nenek moyang Mesias juga berasal dari keturunan bangsa non-Yahudi, yaitu Rut orang Moab (Mat. 1:5)


Saat memandang kehidupan bangsa Yahudi yang tertulis di dalam Alkitab, kita menemukan diri kita dan karakter manusia pada umumnya di seluruh dunia ini. Bangsa itu disebut umat pilihan, sebab telah menjadi proyek percontohan Allah bagi semua bangsa di dunia ini. Alkitab menulis bahwa Israel dijadikan contoh dan peringatan bagi kita (1Kor. 10:11).


Dengan melihat kehidupan bangsa Israel, kita belajar untuk memperlakukan Tuhan Semesta Alam secara benar. Ia tegas menghukum orang yang menyembah berhala, mencobai Tuhan, dan bersungut-sungut. Kita yang mengenal Allah yang benar harus hidup dengan cara yang dikenan-Nya.



Dengan melihat kehidupan bangsa Israel, kita belajar untuk memperlakukan Tuhan dengan benar.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Sebagai Contoh

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Nopember 2011

Sebagai Contoh



Bacaan: Roma 10: 16-21


10:16 Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata: "Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?"

10:17 Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

10:18 Tetapi aku bertanya: Adakah mereka tidak mendengarnya? Memang mereka telah mendengarnya: "Suara mereka sampai ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi."

10:19 Tetapi aku bertanya: Adakah Israel menanggapnya? Pertama-tama Musa berkata: "Aku menjadikan kamu cemburu terhadap orang-orang yang bukan umat dan membangkitkan amarahmu terhadap bangsa yang bebal."

10:20 Dan dengan berani Yesaya mengatakan: "Aku telah berkenan ditemukan mereka yang tidak mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang tidak menanyakan Aku."

10:21 Tetapi tentang Israel ia berkata: "Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada bangsa yang tidak taat dan yang membantah."



Apabila kita amati kehidupan bangsa Israel—baik sebagai bangsa maupun secara individu yang sejarah hidupnya dipaparkan—akan kita dapati bahwa sesungguhnya bangsa itu secara moral tidak istimewa. Justru kita sering memperoleh informasi melalui Alkitab, betapa keras kepala atau tegar tengkuknya bangsa itu (ay. 21).


Sekalipun bangsa Israel tidak taat, namun Tuhan sudah berjanji kepada Abraham, bahwa Ia akan menjadikannya bangsa yang besar dan menjadi berkat (Kej. 12:2–3). Ia tetap setia pada janji-Nya itu. Ia tetap memberkati anak cucu atau keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Itulah sebabnya Tuhan sering menyatakan diri sebagai Allah Abraham, Ishak dan Yakub.


Israel lahir menjadi sebuah bangsa di negara asing di Afrika, yaitu Mesir, pada saat mana mereka telah menjadi budak selama 430 tahun atau enam sampai tujuh generasi. Tuhan memanggil mereka dari tanah perbudakan itu ke negeri yang dijanjikan-Nya kepada Abraham untuk ditempati oleh keturunannya (Kej. 12:1).


Dalam perjalanan itulah kita dapat menemukan sekelumit peta kepribadian Allah, sekaligus peta dari kehidupan manusia. Watak bangsa Israel dan kehidupan mereka menggambarkan watak manusia pada umumnya, termasuk umat pilihan Allah di Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Tuhan menyejajarkan kehidupan bangsa Israel dengan orang percaya, seperti yang tertulis dalam banyak bagian di Perjanjian Baru (1Kor. 10; Ibr. 3 dan lain sebagainya). Kehidupan bangsa Israel menjadi contoh dari pergumulan hidup orang percaya hari ini.


Dengan penjelasan ini, kita perlu memahami bahwa bangsa Israel sejatinya tidak memiliki keistimewaan apa pun sehingga Allah menganggap mereka layak menjadi umat pilihan. Ia memilih bangsa itu atas dasar kasih karunia dan anugerah-Nya semata-mata. Kita tidak perlu menganggap mereka lebih istimewa daripada kita, apalagi bangsa Israel modern. Dalam percaturan politik internasional pun tidak semestinya kita selalu memandang Israel sebagai pihak yang benar; tidak perlu kita memperlakukan bangsa itu secara berlebihan, seperti kelompok tertentu di Indonesia yang hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan Israel.


Israel merupakan bangsa yang dijadikan contoh oleh Allah, seperti apa nasib orang-orang yang mengenal Allah namun tidak taat. Israel merupakan peringatan supaya kita tidak melakukan hal-hal yang jahat di mata Allah. Sebagai orang percaya, kita harus menang, tidak seperti bangsa Israel yang gagal.



Tidak perlu kita memandang bangsa Israel lebih istimewa dari kita, sebab bangsa itu hanya merupakan contoh watak manusia pada umumnya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Umat Pilihan Allah

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Nopember 2011

Umat Pilihan Allah



Bacaan: Ayub 1:6-12


1:6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.

1:7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."

1:8 Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."

1:9 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?

1:10 Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.

1:11 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

1:12 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.



Dari tokoh-tokoh Perjanjian Lama, Ayub cukup istimewa, sebab sekalipun ia bukan orang Israel, namun Tuhan sangat mengasihinya. Kisah Ayub dalam Alkitab sangat tua, bahkan menurut para ahli, Ayub sudah hidup sebelum zaman Abraham. Sebetulnya bisa dikatakan semua tokoh sebelum adanya bangsa Israel bukan orang Israel. Ini termasuk Set, Henokh dan Nuh—orang-orang saleh yang diperhatikan Tuhan—yang merupakan nenek moyang orang Israel; tetapi Ayub bukan termasuk dalam garis nenek moyang orang Israel.


Dari kisah kehidupan Ayub yang bukan dalam garis nenek moyang orang Israel, dapat kita temukan bahwa Tuhan mengasihi semua manusia, individu per individu, secara adil. Artinya Ia mengasihi manusia secara pribadi, bukan secara komunitas suatu bangsa atau kelompok. Allah kita bukanlah Allah yang diskriminatif.


Allah itu adil; tidak mungkin Ia mengasihi orang Yahudi secara individu lebih daripada bangsa lain, misalnya orang Cina, India atau Afrika. Namun bukankah orang Israel adalah umat pilihan Allah? Kita harus memahami apa yang dimaksud dengan umat pilihan Allah dengan benar.


Pernyataan Alkitab bahwa bangsa Israel adalah umat pilihan berarti secara komunitas mereka terpilih sebagai bangsa yang dilibatkan dalam rencana penyelamatan umat manusia di seluruh dunia. Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa keselamatan datang dari bangsa Yahudi (Yoh. 4:22). Dari bangsa Yahudi, semua manusia di dunia mengenal Allah yang benar, yang menciptakan langit dan bumi. Dalam hal ini bangsa Yahudi terpilih untuk menerima warisan pengenalan akan Allah. Catatan kehidupan bangsa ini dalam bersentuhan dengan Allah menjadi dasar pengetahuan tentang-Nya.


Bangsa Yahudi juga disebut sebagai umat pilihan, sebab dari bangsa itu lahir Mesias, Juruselamat dunia. Ini penting sekali untuk diperhatikan. Memang Anak Allah datang ke dunia melalui bangsa Yahudi dan memberitakan Injil pertama-tama kepada mereka, tetapi keselamatan bukan monopoli milik orang Yahudi. Keselamatan adalah milik semua manusia di muka bumi ini. Ironisnya sebagian besar bangsa itu justru telah menolak Mesias yang sebenarnya mereka sedang nantikan. Itulah sebabnya Alkitab menyatakan bahwa mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena orang percaya, tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang (Rm. 11:28). Jadi jangan anggap suatu bangsa lebih daripada yang lain; Tuhan mengasihi semua orang sama dan sejajar secara individu.



Allah adil dan mengasihi semua orang sama dan sejajar secara individu, tanpa memandang suku dan bangsa.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menghargai Diri Dengan Benar

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Nopember 2011

Menghargai Diri Dengan Benar



Bacaan: 1 Petrus 3:3-4


3:3 Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah,

3:4 tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.



Berbeda dengan anak-anak dunia, Allah menghendaki orang percaya untuk mengasihi sesama dengan benar, yaitu mengupayakan keselamatan abadi. Itulah kebutuhan paling utama dalam kehidupan ini. Tanpa mengupayakan keselamatan abadi bagi sesama, kita tidak bisa mengatakan diri kita memenuhi standar mengasihi sesama dengan benar. Pelayanan pekerjaan Tuhan yang tidak terfokus kepada keselamatan abadi sesama adalah kejahatan, sebab itu adalah penyesatan.


Masalahnya, bagaimana seseorang bisa mengupayakan keselamatan sesamanya kalau dirinya sendiri belum selamat? Mengupayakan keselamatan dirinya sendiri adalah syarat mutlak, dan inilah yang dilakukan oleh orang yang mengasihi dirinya sendiri. Tanpa mengupayakan keselamatannya sendiri, juga bohong kalau ia berkata mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya, jiwanya, akal budinya, dan kekuatannya.


Seseorang tidak mengasihi dirinya sendiri, sebab ia tidak menghormati dirinya sendiri, atau tidak menghargai dirinya sendiri. Mungkin kita heran mengenai hal ini, sebab kita merasa sudah menghargai diri kita. Buktinya, kita memberikan yang terbaik menurut kita bagi diri kita sendiri. Kita mengenakan pakaian dan perhiasan terbaik yang bisa kita beli, menjaga kesehatan, mengejar keberhasilan dalam pekerjaan, pendidikan dan kedudukan lainnya. Kita juga ingin orang lain menghormati kita; masakan kita tidak menghargai diri kita sendiri?


Harga diri kita tidak dinilai dari perhiasan lahiriah; bukan pula dari kedudukan, gelar, pangkat, serta kekayaan lahiriah. Tetapi harga diri kita dinilai dari perhiasan batiniah kita, yaitu pada manusia batiniah kita sebagai anak-anak Allah. Melakukan kehendak-Nya adalah kehormatan. Kalau kita menyadari betapa hebat keberadaan ini, kita akan menghargai diri sendiri secara benar. Sesungguhnya kita ini sangat berharga di mata Allah, sehingga Ia rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk keselamatan kita.


Ingat bahwa Allah tidak bisa ditipu. Kita bisa berkata bahwa kita sudah selamat, tetapi kalau kita tidak sungguh-sungguh menyambut keselamatan dari Allah melalui Kristus, kita tidak selamat. Kita bisa mengaku Yesus adalah Tuhan, tetapi kalau sebetulnya kita memosisikan diri kita sebagai tuhan dan menjadikan Yesus sebagai alat untuk memuaskan keinginan kita, berarti Yesus bukan Tuhan kita. Kalau kita mengatakan mengasihi diri kita tetapi tidak menghargai diri dengan benar, berarti kita tidak mengasihi diri kita sendiri. Kalau kita tidak mengasihi diri kita sendiri, kita tidak bisa mengasihi Tuhan dan sesama.



Sebagai ciptaan Tuhan yang agung, kita harus menghargai diri dengan benar.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Bukan Egoisme

Renungan Harian Virtue Notes, 26 September 2011

Bukan Egoisme



Bacaan: Lukas 9:25


9:25 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?



Pengertian yang berbeda dimiliki oleh orang dunia dan orang percaya. Bagi orang dunia, mengasihi diri sendiri berarti mengupayakan kesenangan atau kebahagiaannya sendiri; sering ini diburunya tanpa memedulikan kepentingan sesamanya manusia. Namun bagi orang percaya, mengasihi diri sendiri bukanlah suatu sikap egoisme.


Memang ini sulit dipahami oleh manusia pada umumnya, yang mempunyai konsep mengenai kesenangan dan kebahagiaan yang salah. Kebahagiaan yang dianggap oleh orang pada umumnya adalah suasana jiwa yang ditopang oleh fasilitas dunia ini—kekayaan, kehormatan, kesehatan dan lain sebagainya. Untuk hal ini orang berani mempertaruhkan apa yang ada padanya tanpa batas, dan yang paling mengerikan adalah tidak memedulikan Tuhan, dalam arti tidak menempatkan Tuhan di tempat yang terhormat dalam kehidupannya. Dunia mengondisikan manusia pada umumnya memiliki sikap mengasihi diri sendiri secara salah ini. Inilah cara pembantaian yang dilakukan kuasa kegelapan untuk membinasakan manusia.


Tuhan turun ke dunia menyelamatkan manusia karena berbelas kasih kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak berbelas kasih kepada dirinya sendiri. Tuhan bermaksud menyelamatkan manusia, tetapi manusia lebih suka membinasakan dirinya sendiri. Jadi, kalau Tuhan mengajarkan kebenaran dan menganjurkan agar manusia melakukan Firman Tuhan atau hidup dalam kebenaran-Nya, sebenarnya semua itu untuk kepentingan manusia sendiri, bukan untuk kepentingan Tuhan. Maka hendaknya kita tidak bersikap curiga terhadap Tuhan, seakan-akan Ia memiliki agenda sendiri untuk kepentingan-Nya dalam usaha-Nya menjangkau manusia berdosa.


Kalau selama ini kita masih egois, kita harus bertobat. Ciri-ciri egoisme adalah menjadikan semuanya untuk kepentingan diri sendiri. Berbuat kebajikan didorong untuk mencari kebanggaan dan kepuasan diri sendiri, supaya dilihat sebagai orang baik; memberi persembahan dan dukungan finansial lainnya kepada gereja supaya dilihat sebagai orang yang diberkati, dermawan, dan kemudian memperoleh berkat berlipat kali ganda; melayani di gereja supaya bisa mengenal orang-orang yang berpengaruh, berkedudukan, dan berkekuasaan dan memberikan bisnis dan keuntungan lain kepadanya. Semua aku, aku dan aku. Mengasihi diri sendiri yang benar adalah mengupayakan keselamatan jiwanya, sehingga dapat pula mengusahakan keselamatan jiwa orang lain.



Kalau kita masih egois, sesungguhnya kita tidak mengasihi diri kita sendiri.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mengasihi Diri Sendiri

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Nopember 2011

Mengasihi Diri Sendiri



Bacaan: Matius 22: 38-40


22:38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.

22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

22:40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."



Tolok ukur untuk mengasihi sesama adalah mengasihi diri kita sendiri. Inilah hukum yang kedua. Kalau kita tidak mengasihi diri kita sendiri, kita tidak akan bisa mengasihi sesama. Berarti mengasihi diri sendiri adalah hal yang sangat penting, bahkan mutlak harus dilakukan.


Yang harus diperhatikan pula ialah, orang yang tidak mengasihi sesama sesungguhnya juga tidak mengasihi Tuhan. Sebab setelah Tuhan Yesus menunjukkan bahwa hukum yang terutama dan yang pertama dalam kehidupan manusia adalah mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, segenap jiwa dan dengan segenap akal budi, lalu Ia berkata “yang sama dengan itu”. Oleh karena itu betapa pentingnya memahami apa yang dimaksud dengan mengasihi diri sendiri.


Sepintas, mengasihi diri sendiri tampaknya mudah. Siapa yang tidak mengasihi dirinya sendiri? Tetapi kenyataannya lebih banyak orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri di bumi ini. Buktinya, banyak orang tidak peduli atas keselamatan abadinya. Mereka lebih memedulikan kebahagiaan jasmani di dunia ini yang hanya sekejap dibandingkan kekekalan. Mereka tidak memedulikan Tuhan, tidak mengusahakan pertobatan, tidak mencari kebenaran dan membiarkan dirinya hidup dalam dosa.


Orang yang tidak mengasihi diri sendiri sama dengan mencelakai diri sendiri. Banyak orang yang tanpa sadar mencelakai dirinya sendiri. Ia merasa sedang mengasihi dirinya sendiri, padahal ia sedang menggiring dirinya ke dalam kegelapan abadi, terpisah dari hadirat Tuhan selama-lamanya. Inilah bentuk bunuh diri abadi, sangat mengerikan namun dilakukan oleh hampir semua manusia, kecuali yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.


Bagaimanakah kita belajar mengasihi diri kita sendiri? Dengan berusaha serius untuk mempertaruhkan segenap potensi yang ada pada diri kita guna memiliki keselamatan abadi. Ini harus kita lakukan agar dapat mengalami pemulihan kehidupan, yaitu kembali kepada rancangan semula sebagai makhluk ciptaan yang mengabdi kepada Tuhan. Itu berarti kita menerima keselamatan, yang sudah dianugerahkan Allah kepada kita melalui Anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Jadi tanpa mempertaruhkan segenap potensi, kita belum mengasihi diri sendiri dengan benar. Maka janganlah kita berpikiran terbalik. Jangan sampai untuk menggapai kemasyhuran di bumi kita menganggarkan biaya tanpa batas, tetapi untuk keselamatan jiwa kita hanya rela mengeluarkan biaya yang sangat rendah.



Jika kita mengasihi diri kita sendiri, kita berusaha serius mempertaruhkan setiap potensi untuk memiliki keselamatan abadi.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tanpa Batas

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Nopember 2011

Tanpa Batas



Bacaan: Matius 6: 33


6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.



Jika seorang pria mencintai seorang wanita, ia akan menyediakan ruangan tanpa batas bagi wanita itu dalam hidupnya. Demikian pula orang yang memang mengasihi Tuhan pasti menyediakan ruang hidupnya tanpa batas untuk-Nya. Itulah sebabnya Tuhan menghendaki kita meninggalkan segala sesuatu untuk mengiring Tuhan Yesus (Luk. 14:33).


Pengalaman dengan Tuhan, yaitu proses Tuhan menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya, adalah pengalaman mahal yang harus dibayar dengan segenap hidup ini tanpa syarat. Perburuan mengenal Tuhan dan mengalami apa yang dipahami melalui Firman-Nya harus merupakan usaha ekstrem. Inilah yang sebenarnya dimaksud Tuhan Yesus dengan mendahulukan Kerajaan Allah.


Mendahulukan Kerajaan Allah bukan berbicara mengenai urutan prioritas, seperti: nomor satu, Kerajaan Allah; nomor dua, keluarga; nomor tiga, pekerjaan. Itu tidak benar. Orang Kristen tidak pernah mengenal urut-urutan seperti itu, sebab kalau kita menyediakan ruangan tanpa batas bagi Tuhan, dan memberikan segenap hidup kita tanpa syarat, segala sesuatu yang kita lakukan hanyalah untuk dan di dalam Tuhan.


Mendahulukan Kerajaan Allah berarti dalam kehidupan ini memilih untuk menjadi warga Kerajaan Sorga yang baik. Seorang warga kerajaan yang baik pasti mencintai Rajanya dan setia kepada Kerajaan-Nya. Maka kalau kita mendahulukan Kerajaan Allah, berarti kita mencintai Allah dengan segenap hati, tanpa batas dan setia kepada Kerajaan-Nya secara mutlak.


Ruangan tanpa batas untuk mewujudkan cintanya tersebut diisi dengan memburu kebenaran. Mengenal kebenaran ini merupakan faktor yang sangat penting. Kebenaran inilah yang membuat kita memahami siapakah Tuhan, siapakah kita, bagaimana menyelenggarakan hidup ini, ada apa dibalik kematian, apa surga itu, apa neraka itu, apa kurban Kristus di kayu salib, bagaimana kita harus memperlakukan sesama dan lain sebagainya.


Seiring dengan pemahaman akan kebenaran dan pengalaman hidup konkret, kasih kita kepada Tuhan akan bertumbuh terus sampai tidak bisa tidak mencintai-Nya. Jadi cinta kepada Tuhan bukanlah berdasarkan fanatisme agama yang buta tanpa pengertian, melainkan berdasarkan pengertian penuh.



Mencintai Tuhan membutuhkan ruangan tanpa batas dalam hidup untuk diisi dengan memburu kebenaran.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Pengalaman Menjadi Anak-anak Allah

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Nopember 2011

Pengalaman Menjadi Anak-anak Allah



Bacaan: Matius 5: 45


5:45 Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar



Banyak orang merasa Tuhan sudah mengasihi-Nya lebih dari orang lain, karena mereka merasa mengalami pengalaman istimewa dengan Tuhan, seperti kesembuhan, memperoleh jodoh, pekerjaan, dan sebagainya. Sekalipun itu bisa merupakan pengaturan dari Tuhan, tetapi kita perlu sadar bahwa tidak perlu demikian barulah kita merasakan bukti kehadiran Tuhan dalam hidup kita.


Kalau kita melihat di media, mata kita akan tercelik bahwa yang namanya mukjizat itu bukan eksklusif milik orang Kristen, Orang beragama lain bisa mengalami fenomena keajaiban yang menakjubkan dengan allah mereka. Ini bisa menimbulkan pertanyaan, apakah Allah kita yang benar juga memberikan mukjizat-Nya kepada orang yang tidak percaya kepada Yesus? Atau apakah mukjizat juga bisa dilakukan oleh Iblis? Kalau demikian tentu implikasinya adalah bahwa mukjizat yang dialami oleh orang Kristen juga bisa didapatkannya dari Iblis. Ini berarti pengalaman subjektif seperti ini sebetulnya tidak bisa dijadikan bukti bahwa seseorang sudah mengalami pertemuan dengan Tuhan.


Satu hal yang tidak disadari dan diakui oleh banyak orang Kristen, bahwa Tuhan pun memelihara mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus Kristus. Sebagaimana Tuhan memberi matahari, hujan dan segala fasilitas kehidupan, Tuhan pun juga memelihara mereka dengan cara-cara yang ajaib. Tuhan tetap bertanggung jawab atas ciptaan-Nya, namun pengalaman menjadi anak-anak Allah dan dibentuk untuk menjadi seperti diri-Nya hanya dialami oleh umat pilihan. Karena itu tanda bahwa kita sungguh-sungguh sudah mengalami Tuhan. Pengalaman-pengalaman proses pembentukan sebagai umat pilihan inilah yang sangat khusus dan istimewa yang memberi tanda bahwa ia benar-benar mengalami pertemuan dengan Tuhan.


Kita tidak perlu meragukan bahwa Tuhan memang mengasihi kita. Karena itu mengasihi Tuhan harus dimulai dari diri sendiri, dengan menetapkan hati untuk mengasihi-Nya. Ini suatu benih yang menjadi cikal bakal untuk sebuah bangunan cinta yang bisa tak terbatas besarnya. Supaya benih ini bertumbuh, harus mendapat siraman air dan segala pupuk untuk pertumbuhannya. Siraman ini adalah Firman-Nya. Kemudian dalam pertumbuhannya, kita akan melihat bahwa dalam segala hal yang kita alami—yang menyenangkan maupun menyakitkan—jamahan Tuhan memang nyata dalam membentuk kita. Kita mengalami-Nya bukan dalam sekadar pengalaman emosional, melainkan pengalaman rohani yang membuat kita memiliki kesaksian dalam hidup ini bahwa kita memang mengenal-Nya.



Kita mengalami perjumpaan dengan Tuhan dalam proses pembentukan karakter menjadi semakin serupa dengan Kristus.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mengasihi Dengan Landasan

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Nopember 2011

Mengasihi Dengan Landasan



Bacaan: Roma 8: 28


8:28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.



Mungkin kita pernah berpikir, bagaimana kita bisa mengasihi Tuhan secara benar, seperti yang dikehendaki-Nya? Jawabnya adalah memiliki landasan dasar bangunan yang benar. Dasar di sini berarti alasan atau fondasi yang membuat bangunan cintanya kepada Tuhan kokoh, tidak goyah bahkan bertumbuh.


Kalau Yesus bisa mengasihi Bapa sedemikian hebat sebab Ia memiliki landasan yang benar, yaitu mengenal siapa yang dikasihi-Nya dan mengembangkan terus naluri cinta-Nya kepada Bapa. Seorang tua mengasihi anaknya karena memiliki landasan, yaitu mereka adalah anak-anaknya. Seorang anak mencintai orang tuanya karena memiliki landasan, yaitu ia tahu orang tuanya menunjukkan kasih dan pemeliharaan kepada anak. Demikian pula sesesorang mengasihi sahabatnya memiliki landasan, yaitu persahabatan yang dibangun dari waktu ke waktu. Tidak mungkin seseorang bisa mengasihi orang lain secara mendadak, tanpa alasan dan tanpa melalui proses perjalanan waktu.


Memang mudah untuk mengasihi dan mencintai manusia lain, sebab mereka kelihatan, dan dibalik itu ada hasilnya atau efeknya kembali kepada kita, yaitu reaksi mereka kepada kita. Tetapi mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan, kadang-kadang seperti sia-sia, sebab respons dari-Nya seakan-akan tidak ada. Ini membuat banyak orang tidak mau melangkah sungguh-sungguh untuk mengasihi Tuhan. Mereka berpikir bahwa orang yang mengasihi Tuhan dan yang tidak mengasihi Tuhan nasibnya sama saja. Tidak ada bedanya, buktinya tidak ada efek yang tampak dari tindakan mengasihi Tuhan; mereka tidak menjadi kaya, tidak menjadi sembuh.


Cara Tuhan bertindak tidaklah demikian. Kalau kita melihat peristiwa-peristiwa kehidupan yang kita alami menggarap kita, itu buktinya bahwa Ia mengasihi kita. Kita yakin bahwa dalam hajaran-hajaran-Nya, Ia mendidik kita agar mengambil bagian dalam kekudusan-Nya. Dengan demikian menjadi anak-anak yang dikasihi Tuhan kita mengalami proses yang unik, sulit dimengerti bahkan sampai menyakitkan; tetapi itu adalah bagian dari kasih yang Bapa berikan agar kita menjadi sempurna. Semua proses itu mempersiapkan kita menjadi mempelai Kristus.


Jadi apa landasan kita mengasihi Tuhan? Karena Ia sudah mengasihi kita lebih dahulu. Ia menyatakan cinta-Nya dengan memberikan Anak-Nya yang tunggal kepada kita untuk menebus kita supaya kita tidak binasa. Kalau kita percaya tentang hal ini, pasti kita akan melihat bahwa dalam segala pengalaman kita, kasih-Nya nyata atas kita.



Tuhan sudah mengasihi kita lebih dahulu, ini landasan mengapa kita mengasihi Dia.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mengasihi Tuhan Dengan Benar

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Nopember 2011

Mengasihi Tuhan Dengan Benar



Bacaan: 1 Korintus 16: 22


16:22 Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia. Maranata!



Paulus mengatakan orang yang tidak mengasihi Tuhan sebagai orang terkutuk. Karena itu kita harus memahami benar, apa yang dimaksud dengan mengasihi Tuhan itu. Pertanyaan ini penting sekali, sebab kalau kita bisa mengasihi Tuhan seperti yang diingini Tuhan, berarti kita memiliki segalanya dalam hidup ini.


Tuhan menginginkan kita mengasihi-Nya dengan benar, dan kasih itu bergelora dalam jiwa kita. Itu benar-benar dapat memuaskan hati-Nya. Bila sampai taraf ini, berarti kita menemukan Kekasih Abadi, satu-satunya Pribadi yang dapat diandalkan menemani di kekekalan. Tanpa Kekasih Abadi ini, di kekekalan kita akan berada dalam kehinaan dan kebinasaan.


Namun mengasihi Tuhan tidak mudah dijelaskan dan diuraikan, sebab sifatnya sangat batiniah. Selama ini dengan mudahnya orang berkata, “Aku mengasihi Engkau Tuhan”. Mari kita pikirkan apa ukuran seseorang mengasihi Tuhan. Mengasihi Tuhan tidak cukup dengan datang ke gereja, menjadi aktivis bahkan menjadi pendeta, tetapi gelora hati mengingini Tuhan lebih dari apa pun. Mengasihi Tuhan menghasilkan kerinduan bertemu dengan Tuhan. Kita merasa tidak lengkap atau tidak utuh bila tidak bersama dengan Tuhan. Ada jeritan dalam diri kita yang bunyinya, “Jangan tinggalkan aku Tuhan, sebab Engkau satu-satunya milikku, yang lain kuanggap bukan sesuatu yang pantas kumiliki.” Dalam hal ini kita bisa mengerti mengapa pemazmur bisa menyatakan bahwa Tuhan seperti sungai yang berair dan dirinya seperti rusa (Mzm. 42:2), atau sekalipun dagingnya dan hatinya habis lenyap, gunung batu dan bagiannya adalah Allah selamanya (Mzm. 73:25–26). Itulah sebabnya tidak ada yang diingini di bumi selain Dia. Kekaguman kepada Tuhan ini adalah kekaguman yang pantas; bukan hanya karena kuasa-Nya yang dahsyat, tetapi memahami keberadaan-Nya yang dahsyat tiada tara.


Apakah kita sudah memiliki perasaan seperti ini? Bila belum, sejatinya kita belum jatuh cinta dan mencintai Tuhan secara benar. Jika kita mengatakan mengasihi Tuhan padahal yang kita inginkan hanyalah berkat dan kuasa-Nya, itu merupakan pelecehan. Kalau kita memuji-muji dan menyembah-Nya padahal kita hanya ingin kalau Dia senang lalu memberikan apa yang kita minta, itu merupakan hal yang menyakitkan hati-Nya. Sesungguhnya meski tanpa pujian dan penyembahan secara lahiriah di mulut, jika kita memiliki hati yang mencintai Dia dengan benar, maka kita ada dalam penyembahan dan pemujaan tiada henti kepada-Nya.



Mengasihi Tuhan adalah gelora hati mengingini Tuhan lebih dari apa pun.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Dimatangkan Melalui Pengalaman

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Nopember 2011

Dimatangkan Melalui Pengalaman



Bacaan: Yeremia 18: 1-6


18:1. Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya:

18:2 "Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan memperdengarkan perkataan-perkataan-Ku kepadamu."

18:3 Lalu pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan.

18:4 Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya.

18:5 Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya:

18:6 "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!



Jangan berkata mengasihi Tuhan, kalau masih puas dengan level rohani kita sekarang. Orang-orang yang merasa sudah puas dalam level rohaninya adalah orang yang tidak mengasihi Tuhan. Mereka mengasihi diri sendirinya, bahkan mengasihi dunia.


Tuhan ingin menggarap manusia seperti seorang tukang periuk membentuk tanah liat dengan tangannya. Tetapi orang-orang yang digarapnya adalah umat-Nya, mereka yang dikasihi-Nya. Orang-orang yang tidak mengasihi Tuhan tidak akan digarap-Nya.


Sebenarnya semua orang menghadapi masalah, baik itu masalah ekonomi, pekerjaan, keluarga, kesehatan dan lain sebagainya. Bagi orang yang mengasihi Tuhan, peristiwa kecil dan sederhana pun bisa mendatangkan berkat rohani atau perubahan. Tetapi bagi orang yang tidak mengasihi Tuhan, tidak ada peristiwa yang membuat kerohaniannya berubah secara signifikan, bahkan peristiwa besar sekalipun. Yang ada di otaknya hanyalah bagaimana mencari jalan keluar dari masalah hidup yang bertalian dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan ambisi pribadi ketimbang mengoreksi diri dan menggumuli bagian mana dalam hidupnya yang digarap Tuhan.


Kita melihat masukannya sama, tetapi keluarannya tidak sama. Masukannya adalah pengalaman hidup yang dialami. Keluaran yang diinginkan Allah adalah manusia batiniah yang disempurnakan. Tetapi ada yang tidak mengalaminya. Ketika seseorang menghadapi suatu masalah, sesungguhnya ada kebenaran yang Tuhan ajarkan untuk dipahami lebih mendalam dan akan menggoreskan kebenaran itu dalam kehidupan agar mewarnai jiwanya. Tanpa kesungguhan untuk memburu kebenaran akibat kepuasan atas level rohaninya, kebenaran itu tak bisa ditemukannya dari pengalaman hidup yang dilaluinya.


Oleh sebab itu apabila kita ingin mengasihi Tuhan, langkah yang harus kita ambil adalah berusaha memahami kebenaran Tuhan dengan hati yang haus dan lapar akan kebenaran. Tanpa mengerti kebenaran yang murni yang bersifat batiniah, kita tidak akan mengalami pertumbuhan yang berarti. Ini tergantung kepada keputusan pribadi kita sendiri. Kebenaran yang diperoleh melalui belajar Firman Tuhan akan dimatangkan melalui pengalaman hidup. Itu akan mewarnai jiwa kita secara permanen. Kita pun sadar bahwa kita telah memperoleh harta yang sesungguhnya.



Tuhan menggarap orang yang dikasihi-Nya agar mencapai kesempurnaan batiniah.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Harta Terpendam

Renungan Harian Virtue Notes, 19 Nopember 2011

Harta Terpendam



Bacaan: Matius 13: 44-46


13:44. "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.

13:45 Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah.

13:46 Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu."



Telah tersedia harta kekayaan yang tidak terbatas dalam pengiringan kita kepada Tuhan. Kita harus bekerja terus sampai kita menemukan kekayaan yang terpendam itu. Dalam teks ini, kita dapat melihat bahwa harta itu terkubur di dalam tanah, lalu ditemukan. Tersirat bahwa si peladang sedang bekerja di ladangnya, tanpa menduga bahwa di ladang yang digarapnya tersebut terdapat harta kekayaan yang tak ternilai.


Ini menunjukkan bahwa seseorang tidak akan mengenali kekayaan dalam Injil sebelum berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memburu Tuhan. Setelah ia menemukan kekayaan dalam Kristus, barulah ia bersedia barter, yaitu melepaskan segala sesuatu dan menganggapnya sampah, seperti Paulus (Flp. 3:7–14). Setelah Paulus menyadari betapa hebat kekayaan dalam Kristus Yesus, barulah ia mau melepaskan semua yang baginya dulu merupakan keuntungan atau nilai lebih—ketaatannya kepada hukum Taurat, asal-usul Yahudinya, anggota Farisi, penganut agama Yahudi yang fanatik. Kini semua itu dianggapnya tidak ada harganya; yang diinginkannya hanyalah berusaha untuk mengenali Dia, serta menujukan dirinya untuk mengaishi-Nya dengan segenap hidup.


Rasul Paulus mengatakan bahwa ia mengejar kesempurnaan (Flp. 3:12). Ia tidak merasa puas dengan taraf kehidupan rohani yang sudah dicapainya. Tuhan menghendaki kita memiliki target rohani yang jelas, jadi tentu Ia sedih melihat orang-orang yang tidak berusaha mencapai tingkat kerohanian yang lebih tinggi. Bagaimana perasaan orang tua yang mengharapkan anaknya bisa meningkatkan kualitas diri guna persiapan hidup hari esok, tetapi anaknya menolak dan sibuk dengan segala hal yang tidak berkaitan dengan persiapan menyongsong hari esok?


Waktu yang tersedia sangat singkat, tetapi kalau kita gunakan dengan serius, maka kita akan dapat memperoleh pemahaman-pemahaman baru yang mencengangkan, dan kita akan memahami betapa hebat kekayaan Kerajaan Surga. Keselamatan abadi yang disediakan oleh Tuhan Yesus sampai Ia menyerahkan nyawa-Nya bukan untuk hal-hal fana di dunia yang bisa hilang. Seperti peladang yang melepaskan segala yang dimilikinya untuk bisa memperoleh harta terpendam, marilah kita lepaskan keterikatan dengan dunia agar kita bisa memperoleh kekayaan Kerajaan Surga.



Jika kita memburu Tuhan dengan sungguh-sungguh, kita akan sadar bahwa untuk memperoleh kekayaan dalam Kristus kita layak melepaskan segalanya.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Don't Take It For Granted

Renungan Harian Virtue Notes, 18 Nopember 2011

Don't Take It For Granted



Bacaan: Ibrani 5: 11-14


5:11 Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.

5:12 Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.

5:13 Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.

5:14 Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.



Banyak orang yang mengaku Kristen masih memiliki ketidakpuasan yang membinasakan, yaitu masih juga tidak puas terhadap masalah jasmani atau pemenuhan kebutuhannya serta perkara-perkara dunia. Ketidakpuasan ini tidak bisa membuat mereka haus dan lapar akan kebenaran.


Jabatan di dalam gereja tidak menjamin taraf kerohanian seseorang memadai. Jadi sekalipun kita sudah menduduki posisi tertentu di gereja atau sinode, tidak semestinya kita berpikir bahwa kita sudah di kawasan yang aman dan kerohanian yang tinggi, jika kita masih mempunyai ketidakpuasan terhadap masalah jasmani. Ketidakpuasan ini mencegah kita memburu kebenaran dengan serius. Itulah mengapa banyak orang mendengar Firman yang murni, menilainya sebagai pemberitaan yang baik, tetapi tidak sungguh-sungguh merasa perlu melakukannya.


Orang yang memarkir dirinya pada level kerohanian tertentu dan puas terhadapnya sesungguhnya orang yang malang. Maka selagi kita masih hidup, marilah bergerak terus untuk mencapai kawasan-kawasan pengalaman rohani yang lebih tinggi.


Dalam bahasa Inggris terdapat ungkapan, “Don’t take it for granted.” Padanan langsungnya dalam bahasa Indonesia tidak ada, kurang lebih pengertian umumnya adalah “Jangan terima begitu saja sebagai sesuatu yang sudah semestinya demikian.” Maksudnya, orang menganggap keadaan rohaninya saat ini sebagai sesuatu yang sudah semestinya demikian, jadi terima saja. Mestinya bukan demikian. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus maju, bergerak terus. Kita harus berubah dan berbuah, menjadi semakin sempurna. Untuk itu kita harus memanfaatkan kesempatan dan peluang yang Tuhan sediakan.


Jangan merasa puas dengan level Kristen yang sudah dicapai. Kalau seseorang merasa sudah puas, maka yang terjadi adalah stagnasi kedewasaan iman. Dengan stagnasi yang terjadi, mereka tidak bisa lagi mengikuti perjalanan rohani pemimpinnya, kecuali pemimpinnya juga stagnan. Cepat atau lambat ini akan menimbulkan friksi, sampai konflik. Mereka melihat pemimpin mereka sudah menyimpang dari pakem yang mereka harapkan harus tetap dipertahankan. Kelompok status quo seperti ini berusaha mendirikan kerajaan di dalam pelayanan. Biasanya mereka memberikan hidupnya sangat sedikit dalam pelayanan, tetapi akan banyak bicara seolah-olah membela pekerjaan Tuhan. Padahal tanpa orang-orang ini gereja masih tegak berdiri, bahkan semakin kuat.



Sebagai anak-anak Tuhan kita harus terus maju, bergerak, berubah dan berbuah, dan semakin sempurna.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger