RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

Mengapa Tujuh Puluh Tahun?

Renungan Harian Virtue Notes, 17 Nopember 2011

Mengapa Tujuh Puluh Tahun?



Bacaan: Mazmur 90: 10


90:10 Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.



Mengapa Tuhan hanya memberi waktu hidup kita 70 tahun, dan jika kuat, 80 tahun? Bisakah dengan singkatnya waktu yang tersedia ini kita bisa mencapai apa yang diharapkan-Nya? Mengapa Tuhan tidak memberi waktu lebih panjang? Bukankah dengan usia lebih panjang kita bisa mencapai hal yang lebih banyak atau lebih besar bagi Tuhan, atau bisa mencapai kesempurnaan yang lebih tinggi?


Kita melihat banyak orang Kristen yang usianya sudah di ambang liang kubur masih belum menunjukkan tanda-tanda mengenakan kodrat ilahi, bahkan tampak kuat sekali kedagingan dan keduniawiannya. Buktinya adalah manakala seseorang tidak pernah merasa puas dengan apa yang mereka telah miliki dan capai. Biasanya mereka ingin memiliki apa yang dimiliki orang lain, bila mungkin, memiliki apa yang tidak dimiliki orang lain, sebab itu memberi nilai tinggi bagi dirinya. Sedihnya, mereka tidak khawatir atas fakta tersebut, justru sebaliknya malah membanggakannya. Dan mereka yakin Tuhan akan menerima mereka, padahal dimata-Nya mereka tidak berminat untuk mencari Tuhan. Yang dicarinya adalah berhala, yaitu harta dan kemuliaan duniawi, bukan perkara-perkara yang di atas (Kol. 3:1–3).


Ternyata dalam pertimbangan Tuhan, Ia menilai dalam 70 tahun sebetulnya kita sudah bisa mencapai level yang dapat memuaskan hati-Nya. Kita tidak butuh waktu 200 atau 900 tahun untuk itu. Di sini kuncinya adalah menghargai waktu yang tersedia dan berusaha mengisinya dengan efektif dan efisien untuk mencapai target yang diinginkan-Nya. Dengan singkatnya tahun umur hidup kita itu, kita harus tertantang dan terpacu untuk mengejar apa yang bernilai abadi.


Lalu mengapa kita kurang menghargai waktu yang ada, dan sulit untuk mengisinya dengan usaha mencapai kesempurnaan? Jawabannya adalah karena kita tidak memiliki ketidakpuasan yang kudus. Ketidakpuasan yang kudus artinya, selalu merasa belum mencapai level yang memuaskan hati Tuhan. Tidak pernah bertahan di level kenyamanan rohani, tetapi selalu berfokus kepada mencari perkenanan hati Tuhan lebih dari segala hal.


Mari kita menumbuhkan sikap ini, yaitu tidak puas atas level kerohanian kita. Sebaliknya untuk urusan duniawi, kita harus merasa puas, kita harus merasa cukup. Tidak bisa kita mengejar dua-duanya sekaligus, sebab tidak ada orang yang bisa mengabdi kepada dua tuan (Mat. 6:24). Kita harus memilih, memuaskan Tuhan tetapi kehilangan dunia, atau memuaskan daging tetapi kehilangan Tuhan. Pilihlah dengan bijaksana sebab waktunya hanya 70 tahun.



Orang yang haus dan lapar kebenaran adalah orang-orang yang hidupnya berfokus untuk mencari perkenanan hati Tuhan lebih dari segala hal.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.


Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger