RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Terikat Perjanjian

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Juni 2011

Terikat Perjanjian



Bacaan: Ibrani 12: 5-9


12:5 Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;

12:6 karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."

12:7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?

12:8 Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.

12:9 Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?



Bangsa Israel terikat perjanjian dengan YHWH sebagai Allah. Sebagai umat pilihan, mereka harus mentaati Allah melalui Dekalog atau sepuluh perintah-Nya. Kalau mereka mentaati Dekalog, maka mereka menjadi umat yang menerima janji Tuhan yaitu ditempatkan Tuhan di Tanah Perjanjian dan menerima pemeliharaan serta perlindungan Tuhan yang istimewa. Tetapi kalau mereka tidak mematuhimya, maka mereka tidak menerima apa yang Tuhan janjikan. Perjanjian itu akan mengikat yaitu ada hak dan ada kewajiban yang harus dipenuhi.


Sebagaimana bangsa Israel, orang percaya juga terikat perjanjian dengan YHWH sebagai Bapa dan orang percaya sebagai anak. Sebagai anak, kita memiliki hak menerima pemeliharaan dan berkat yang tidak perlu diragukan sama sekali. Tetapi kita juga harus mengerti kewajiban yang harus kita penuhi sebagai anak, yaitu menerima didikan dengan rela dan sukacita agar memiliki gambar diri seperti Bapa atau sempurna seperti Bapa.


Kalau seorang anak Tuhan memberi diri dengan segenap hidupnya untuk dididik atau dimuridkan oleh Tuhan, maka ia akan menjadi anak Tuhan yang sejati (υός, huiós), bukan anak-anak yang tidak sah (νόθος, nóthos). Sarana untuk mendidik orang percaya adalah Injil Kerajaan Surga yang diajarkan Tuhan Yesus dan Roh Kudus yang menuntun orang percaya kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13). Ini menegaskan bahwa seseorang tidak bisa otomatis menjadi anak yang sah tanpa kesediaan dididik oleh Allah Bapa dan mempertaruhkan segenap hidupnya untuk itu.


Banyak orang Kristen hari ini merasa sudah sah menjadi anak Allah secara otomatis setelah menjadi orang Kristen, padahal tidak demikian. Mereka tidak tahu bahwa menjadi anak Allah harus melalui sebuah proses yang wajib dijalani, yaitu memanfaatkan atau menggunakan kuasa (hak istimewa) yang diberikan Tuhan (Yoh. 1:12). Kuasa itu adalah penebusan oleh darah Tuhan Yesus kemudian Roh Kudus yang menuntun kepada segala kebenaran lalu Injil yang menyelamatkan dan penggarapan Tuhan melalui segala kejadian yang dialami.


Memanfaatkan kuasa tidak boleh kita anggap sebagai perbuatan baik atau jasa kita; itu hanya respons terhadap anugerah yang Tuhan berikan. Harus tetap diingat bahwa keselamatan adalah anugerah Allah semata-mata; tetapi respons menerima anugerah bukanlah anugerah melainkan tanggung jawab individu. Jadi kita perlu berjuang untuk selamat karena perjanjian yang diadakan antara kita dan Tuhan. Pengajaran yang meniadakan perjuangan adalah penyesatan yang membinasakan.



Karena kita terikat perjanjian dengan Tuhan, kita harus memenuhi kewajiban kita dan tidak hanya menuntut hak-hak kita.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menerima Target

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Juni 2011

Menerima Target



Bacaan: Ibrani 12: 4


12:4. Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.



PernyataanDalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah” mungkin tidak mudah dipahami. Apakah itu berarti kita harus berdarah secara fisik untuk mencapai perkenanan Bapa di Surga? Tentu tidak demikian. Hanya orang-orang tertentu yang mendapat anugerah untuk itu, seperti para martir yang mempertahankan Injil dengan darah.


Darah adalah sumber kehidupan atau inti kehidupan. Tidak memiliki darah berarti tidak memiliki kehidupan. Berarti darah juga melambangkan nilai yang paling berharga dalam kehidupan makhluk hidup. Dengan pernyataan di ayat ini, Tuhan menghendaki agar kita bersedia mencapai perkenanan Bapa melalui kerelaan untuk mempertaruhkan segala sesuatu. Tanpa kesediaan mempertaruhkan segala sesuatu, kita tidak akan mencapai prestasi maksimal yang dikehendaki Tuhan.


Tuhan Yesus menghendaki kita mencapai target yang ditetapkan oleh-Nya dengan mempertaruhkan darah kita, atau segala sesuatu yang ada pada kita. Target itulah yang dimaksudkan-Nya dengan “sempurna seperti Bapa di surga” (Mat. 5:48). Target itu harus dicapai dengan sempurna, maksudnya harus mencapai level tertinggi. Karena itulah kita harus all-out mempertaruhkan segala sesuatu yang ada pada kita untuk meraihnya. Tuhan Yesus tidak pernah memberikan peluang bagi pengikut-Nya untuk hanya di level “sedang-sedang saja”, “cukupan” atau “lumayan”.


Seorang pelajar yang tidak berhasil mencapai prestasi yang baik dalam studinya umumnya akibat ia tidak menggunakan secara maksimal kemampuan dan semua sarananya. Ia tidak memiliki target; baginya yang penting tidak tinggal kelas. Apakah kita juga berpikir seperti ini? Apakah kita menganggap, yang penting dalam mengikut Kristus hanyalah masuk surga dan terhindar dari neraka?


Masih ingatkah kita akan tulisan Rasul Paulus yang menegaskan agar kita mengerti kehendak Allah: yang baik, yang berkenan dan yang sempurna (Rm. 12:2)? Allah tidak menginginkan kita mengerti hanya sebagian kehendak Bapa. Ia menghendaki kita mengerti kehendak Bapa yang sempurna; maksudnya utuh dan lengkap.


Setelah mengamati hal ini patutlah kita kembali mempertimbangkan pengiringan kita kepada Tuhan. Apakah kita sudah mengiring Tuhan dengan benar atau tidak? Bersediakah kita menerima target yang Tuhan berikan untuk kita, sehingga target tersebut menjadi target kita pribadi, seakan-akan itu adalah target yang kita tetapkan sendiri? Tuhan menghendaki target yang kita tetapkan adalah target dari hati dan pikiran-Nya. Marilah kita menerimanya dengan sukacita sebagai berkat.



Kita harus mempertaruhkan segala sesuatu yang ada pada kita untuk mencapai target yang ditetapkan Tuhan dengan sempurna.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Sebuah Perlombaan

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Juni 2011

Sebuah Perlombaan



Bacaan: Ibrani 12: 1-3


12:1. Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.

12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.



Kita dapat menemukan hal-hal yang sangat luar biasa dalam bacaan hari ini. Mulai dengan kata “perlombaan” dalam ay. 1. Kata “perlombaan” dalam teks aslinya adalah γών (agón) yang berarti “konflik”, “perdebatan”, “pertarungan” atau “perlombaan”.


Ini menunjukkan bahwa Kekristenan bukanlah jalan yang mudah untuk memiliki keselamatan yang sejati. Seorang yang bersedia mengikut Tuhan Yesus haruslah berani memasuki perjuangan. Perjuangan tersebut diwajibkan untuk kita alami atau jalani. Kata diwajibkan dari kata πρόκειμαι (prókīmai) yang berarti “ditetapkan sebelumnya”. Tentu ini berarti perjuangan itu suatu keharusan, bukan sesuatu yang bisa dihindari. Allah menetapkan bahwa kita yang mengikut Tuhan Yesus harus memikul salib, sebuah perjuangan.


Perjuangan itu tidak mudah, sebab kita dinasihati untuk memandang Tuhan Yesus. Kalau perjuangan itu mudah seperti yang dikesankan oleh banyak orang dewasa ini, mengapa penulis Surat Ibrani menggunakan pergumulan Tuhan Yesus sebagai contohnya? Pastilah itu berat. Ini berarti kita harus meneladani ketekunan-Nya dalam menyelesaikan tugas penyelamatan melalui salib yang sangat mengerikan (ay. 2–3).


Seperti Tuhan Yesus mengingatkan bahwa orang yang mau mengikut Dia harus menghitung dulu anggarannya (Luk. 14:25–34), kita harus siap untuk memasuki perjuangan itu jika memang mau menjadi murid-Nya. Kalau kita tidak siap dan tidak bersedia, Ia tidak akan memaksa, sebab mengikut Yesus haruslah dijalani dengan tulus ikhlas dan kecintaan kepada Dia.


Pergumulan atau perjuangan itu adalah ketaatan, bukan hanya ketaatan kepada hukum-hukum, tetapi ketaatan kepada kehendak Allah. Sebagaimana Tuhan Yesus memikul salib bukan karena sekadar melakukan hukum melainkan melakukan kehendak Bapa, kita juga harus memikul salib dalam arti bersedia memenuhi rencana Allah yang ditetapkan bagi setiap kita.


Hanya orang-orang yang melakukan kehendak Bapalah yang memperoleh perkenanan-Nya. Sehebat apapun seseorang dalam prestasi kehidupan ini dan pelayanan pekerjaan gereja, kalau ia tidak melakukan kehendak Bapa, Maka Bapa tidak akan berkenan padanya (Mat. 7:21–23). Memang menjadi seorang pengikut Kristus tidak mudah, namun kalau kita berkomitmen mau berjuang dalam perlombaan itu, kita akan memperoleh kemuliaan di kerajaan-Nya kelak.



Kekristenan bukan jalan yang mudah dan bukan paksaan, tetapi kerelaan berjuang dalam ketaatan kepada kehendak Allah.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Rela Kehilangan

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Juni 2011

Rela Kehilangan



Bacaan: 1 Korintus 6: 19-20


6:19 Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?

6:20 Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!



Menjadikan Tuhan sebagai kesukaan hidup satu-satunya mengharuskan kita mengembangkan diri agar siap kehilangan apa pun dan siapa pun. Harus kita sadari bahwa suatu hari nanti, melalui kematian, Tuhan akan memaksa siapa pun dari kita untuk melepaskan segala sesuatu yang ada pada kita. Daripada dipaksa nanti, lebih baik dengan rela kita melepaskannya sekarang.


Untuk dapat melepaskan apa yang ada pada kita, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengerti benar milik siapakah hidup kita ini sesungguhnya. Tanpa pemahaman ini, kita tidak akan rela kehilangan apa yang kita anggap hak kita. Kebanyakan orang menganggap dirinya adalah orang yang tidak dimiliki oleh siapa pun, sehingga bebas mengumpulkan segala sesuatu untuk dirinya sendiri.


Kita harus menyadari bahwa setelah kita ditebus oleh darah Tuhan Yesus, maka segala sesuatu yang ada pada kita adalah milik-Nya. Ia telah membeli kita dengan harga lunas, sehingga kita benar-benar sudah bukan milik kita sendiri. Itulah sebabnya kita harus belajar dengan tekun, sampai seluruh isi pikiran yang bertentangan dengan kehendak Allah disingkirkan-Nya dan diganti dengan pikiran-Nya.


Belajar mengenai kebenaran hidup akan membawa kita kepada kesadaran bahwa hidup ini singkat, dan kita tercipta hanya untuk Tuhan; bahkan kekosongan jiwa kita hanya bisa diisi oleh Tuhan saja. Inilah yang membuat kita rela melepaskan genggaman kita atas segala sesuatu.


Dengan tidak mempertahankan siapa pun dan apa pun yang ada pada kita, kita dapat sampai pada tingkatan menjadikan Tuhan kesukaan hidup yang benar. Sebab sementara hati kita terlepas dari belenggu percintaan dunia atau keterikatan dengan apa pun dan siapa pun, maka kita akan bertumbuh dalam kedewasan rohani dan kesempurnaan iman yang lebih baik.


Menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kesukaan hidup sesungguhnya akan menghindarkan kita dari dosa. Seperti yang dikatakan Pemazmur bahwa sekalipun daging dan hatinya lenyap tetapi gunung batu dan bagiannya adalah Tuhan (Mzm. 73:26). Irama hidup seperti ini bisa kita miliki kalau kita serius berurusan dengan Tuhan. Tuhan akan menolong kita agar kita mengerti bagaimana bisa mencintai-Nya dengan benar, sehingga kita menjadi kekasih abadi-Nya. Ini suatu prestasi yang tiada taranya.



Dengan menghayati keindahan hidup sebagai kekasih Tuhan, kita rela kehilangan segala sesuatu.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Bagaikan Selir

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Juni 2011

Bagaikan Selir



Bacaan: Efesus 5: 31-33


5:31 Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

5:32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.

5:33 Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.



Tidak mudah menjadikan Tuhan kesukaan hidup kita. Bagi banyak orang ini membutuhkan keberanian dan pertaruhan yang besar. Buktinya, tidak banyak orang yang mau masuk dalam wilayah hidup ini. Sebagian besar manusia hatinya masih terbelenggu dengan berbagai kesenangan hidup.


Belenggu ini masih mengikat banyak orang Kristen yang rajin ke gereja, sebab ibadah di gereja itu belum berarti telah menjadikan Tuhan kesukaan hidup. Tuhan ingin memiliki hubungan yang istimewa seperti hubungan suami-istri: intim, istimewa dan benar-benar eksklusif.


Salomo merupakan raja yang mempunyai banyak istri. Permaisuri dan selirnya sangat banyak. Bagaimana bisa ia menjadikan seorang istrinya kesukaan hidup? Setiap istrinya hanya menjadi sebagian kesukaan hidupnya. Ini seperti banyak orang Kristen dewasa ini. Katanya mempelai Kristus, tetapi Tuhan seolah-olah hanya menjadi seorang selir, sebab yang menjadi permaisuri adalah dunia dengan kesenangannya. Tetapi sekalipun Tuhan diperlakukan bak seorang permaisuri pun, kalau masih ada gundik-gundik, tetap akan menyakitkan hati.


“Lumayanlah, daripada tidak sama sekali,” begitu pikir orang-orang Kristen ini. “Orang-orang di luar gereja kan sama sekali tidak mengenal Tuhan, itu lebih parah.” Padahal Tuhan tegas menetapkan, seseorang tidak bisa mengabdi kepada dua tuan (Mat. 6:24). Kita tidak bisa menjadikan Tuhan kesukaan hidup seraya juga masih mengharapkan ada yang lain yang menjadi kesukaan hidup ini dan mengisi kehausan jiwa. Tuhan tidak boleh hanya dijadikan penolong yang akan mengatasi permasalahan hidup, lalu menghindarkan kita dari neraka setelah mati.


Apakah Tuhan sudah menjadi kesukaan hidup atau tidak, juga tampak dari cara seseorang menggunakan waktu dan uangnya. Jika seseorang bisa menghabiskan waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang bertujuan hanya untuk mengisi kekosongan jiwanya dan melupakan saat-saat berdoa dan belajar Firman Tuhan, artinya Tuhan masih dipandang bagaikan selir. Apabila seseorang bisa membelanjakan uang tanpa batas untuk berbagai hiburan, fasilitas hidup dan lain sebagainya tetapi menganggarkan sisa-sisa uangnya untuk Tuhan, artinya Tuhan masih dipandang bagaikan selir.


Kita pasti mengutamakan sesuatu yang kita anggap penting dan mendesak. Apabila Tuhan sungguh-sungguh kesukaan hidup kita, maka kita akan memberikan yang terbaik bagi-Nya, termasuk waktu dan uang kita



Menjadikan Tuhan kesukaan hidup berarti membangun hubungan yang intim, istimewa dan benar-benar eksklusif dengan-Nya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tuhan Kesukaan Hidupku

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Juni 2011

Tuhan Kesukaan Hidupku



Bacaan: Mazmur 73: 25-26


73:25 Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.

73:26 Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.



Ada satu alasan yang menyebabkan seseorang tidak rela kehilangan sesuatu atau seseorang, yaitu sebab ia merasa berhak atas sesuatu atau seseorang itu. Inilah yang menjadi kesukaan hidup kebanyakan orang, yaitu memiliki harta kekayaan dan segala sesuatu yang dianggap berharga olehnya.


Faktor lain yang lebih dominan yang menyebabkan orang tidak rela kehilangan sesuatu adalah, ia belum pernah mengalami bagaimana menikmati keindahan persekutuan dengan Tuhan secara pribadi. Orang-orang seperti ini disebut sebagai orang-orang yang tidak kaya di hadapan Allah (Luk. 12:21).


Seseorang mengungkapkan keheranannya mengenai seorang pengusaha berkebangsaan asing yang sangat kikir. Ia tidak menggaji pegawai-pegawainya sepantasnya, hampir selalu terlambat membayar gaji dan THR, dan memperlakukan mereka seenaknya sehingga tidak ada yang tahan lama bekerja dengannya. Kalau membeli sesuatu, saat ditagih ia tak mau membayar atau menundanya selama mungkin. Sebisa mungkin ia tidak mau membayar pajak dan kewajiban lain kepada Pemerintah. Namun anehnya saat berurusan dengan Tuhan, ia tampak bermurah hati; ia memberi persepuluhan, mendukung pekerjaan misi dan pembangunan gereja.


Orang-orang seperti si pengusaha asing ini sebetulnya berurusan dengan Tuhan dalam rangka menyelamatkan dan menambah apa yang dirasanya berhak dimilikinya. Ia mendukung pekerjaan gereja bukan karena mengasihi Tuhan, melainkan agar hartanya dilipatgandakan. Ia layaknya pedagang yang menganggap pemberian kepada Tuhan sebagai investasi. Pada dasarnya ia tidak mencintai Tuhan sama sekali, sebab baginya Tuhan seperti budak untuk memuaskan hasrat duniawinya.


Orang yang menjadikan Tuhan kesukaan hidupnya tidak demikian. Jika Tuhan adalah kesukaan hidup kita, maka kita berurusan dengan Tuhan untuk lebih mengenal Dia, memahami kebenaran serta melekat dengan-Nya. Kalau berkorban bagi-Nya dalam bentuk pelayanan atau persembahan uang, kita tidak pernah berpikir akan mendapat kembali apa yang kita persembahkan, apalagi menuntut pelipatgandaan, sebab kita mengakui bahwa segala sesuatu adalah milik Tuhan dan kita hidup hanya untuk-Nya. Jika Tuhan adalah kesukaan hidup kita, kita tidak pernah merasakan diri kita berjasa bagi Tuhan, seberapa banyak yang pernah kita lakukan bagi-Nya. Utang budi kita terhadap Tuhan terlampau besar dan sangat tidak sebanding dengan apa yang dapat kita lakukan. Bahkan kematian pun adalah keindahan, sebab kita akan bersama-sama dengan-Nya dalam kemuliaan.



Menjadikan Tuhan kesukaan hidup kita berarti segala sesuatu adalah untuk kemuliaan Tuhan semata-mata.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Fondasi Kehidupan

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Juni 2011

Fondasi Kehidupan



Bacaan: 1 Korintus 15: 58


15:58. Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.


Seorang ibu mendengar anak gadis yang disayanginya menikah dengan pria yang tidak disetujuinya. Ia terkejut, dan mendadak terserang stroke. Anak gadisnya ini adalah kesukaan hidupnya, dan ia tidak rela kehilangan anaknya itu. Kisah sedih ini menunjukkan bahwa fondasi kehidupan ibu ini masih lemah.


Kisah ini hanya merupakan salah satu contoh dari sekian banyak orang Kristen yang belum siap menghadapi kenyataan hidup berkenaan dengan masalah-masalah pribadi yang menyakitkan. Tatkala suatu masalah yang berat datang, jiwanya mudah terguncang; pikirannya menjadi kalut. Makanan lezat terasa hambar; insomnia hadir pengganti tidur. Gundah gulana menyiksa jiwanya di sepanjang menit-menit hidupnya. Sungguh suatu siksaan. Ada pula orang-orang Kristen yang lalu menjadi kecewa dengan Tuhan, lalu pindah agama.


Sebenarnya masalah-masalah yang tampak berat itu bisa ditanggulangi tanpa merusak pikiran. Kalau jiwa seseorang sampai terguncang saat menghadapi kenyataan hidup yang pahit, artinya fondasi kehidupannya tidak kokoh. Fondasi kehidupan bukanlah kekayaan, relasi dengan pejabat tinggi dan aparat keamanan, reputasi atau hal-hal duniawi lainnya.


Fondasi kehidupan seorang anak Tuhan adalah berpegang kepada Tuhan sebagai satu-satunya kesukaan hidup. Kecuali Tuhan, ia rela kehilangan apa pun dan siapa pun. Tidak ada fondasi kehidupan yang lebih kokoh dari prinsip tersebut. Menjadikan Tuhan kesukaan hidup bukan karena kita membutuhkan Tuhan agar terhindar dari masalah-masalah dalam kehidupan ini, tetapi karena memang Ialah satu-satunya yang bisa mengisi kekosongan jiwa kita. Dengan itu kita dapat mengalami segala sesuatu, namun tetap teguh dan kuat di dalam-Nya.


Hidup ini penuh kejutan-kejutan yang tidak terduga. Banyak kesulitan dan masalah dapat terjadi. Tanpa mempunyai fondasi kehidupan yang kokoh, kita tak akan sanggup menghadapi masalah terbesar kita, yaitu suatu hari kita pasti menutup mata untuk selama-lamanya, kehilangan segala sesuatu, meninggalkan segala sesuatu, lalu menghadapi kenyataan kekekalan yang dahsyat.


Dengan fondasi kehidupan yang kokoh, dalam menghadapi guncangan sebesar apa pun kita tidak akan jatuh. Justru sebaliknya kita akan melihat bahwa persekutuan dengan Tuhan sebagai kekasih jiwa kita sangatlah indah. Iman dan jerih payah kita tidak akan sia-sia.



Menjadikan Tuhan satu-satunya kesukaan hidup dan rela kehilangan apa pun merupakan fondasi kehidupan yang paling kokoh.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tidak Akan Bertambah Baik

Renungan Harian Virtue Notes. 23 Juni 2011

Tidak Akan Bertambah Baik



Bacaan: Matius 24: 6-14


24:6 Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya.

24:7 Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat.

24:8 Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru.

24:9 Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku,

24:10 dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci.

24:11 Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang.

24:12 Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.

24:13 Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.

24:14 Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya."



Di tengah gejolak kerusuhan dan pemberontakan rakyat di Tunisia, Mesir, Libya dan negara-negara Timur Tengah lainnya, kita mungkin merasa mendapat oasis nan teduh di gurun pasir bila mendengar nubuat mengenai akan membaiknya kehidupan di dunia. Beberapa pembicara di mimbar berkata, asal umat Tuhan berdoa, berpuasa dan memberikan persembahan, negara kita akan mengalami kemajuan yang membuat masyarakat Indonesia diberkati luar biasa. Pertobatan akan terjadi di mana-mana, kejahatan akan berkurang, mukjizat yang luar biasa akan dialami, ekonomi membaik, gereja penuh sesak, dan anak-anak Tuhan akan berkesempatan menjadi orang-orang terkemuka di pemerintahan.


Sesungguhnya semua nubuat dan janji itu omong kosong dan isapan jempol belaka. Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa di seluruh permukaan bumi ini manusia akan mengalami guncangan. Guncangan-guncangan tersebut akan semakin kuat sampai Tuhan datang kembali (ay. 8). Sekalipun umat Tuhan berdoa, berpuasa, dan memberikan sangat banyak persembahan pun Tuhan tidak akan mengubahnya.


Janji-janji surga ini membuat banyak orang tidak berjaga-jaga terhadap keadaan dunia yang akan datang, karena terbuai oleh kata-kata yang menyenangkan telinga. Pengajaran-pengajaran yang tidak jujur ini merupakan cara Iblis menjaring sebanyak mungkin orang untuk masuk ke dalam kegelapan abadi bersamanya.


Hari ini, kebohongan para nabi palsu itu belum terungkap. Tetapi suatu hari nanti, tidak bisa tidak, semua rahasia akan dibuka. Para pengajar palsu akan ditelanjangi di muka umum. Tuhan membentak mereka, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:23).


Dengan mengenal kebenaran ini kita sama sekali tidak perlu memercayai nubuat-nubuat seperti itu. Kepercayaan atas kebohongan membuat orang percaya menjadi lemah dan tidak membangun fondasi kehidupan yang baik, sehingga pada akhirnya mengalami kehancuran sebab tidak siap menghadapi kesulitan yang sudah pasti akan terjadi. Perang, bencana dan kesukaran tetap akan melanda dunia.


Sebagaimana orang-orang Kristen pada abad pertama bertahan saat Yerusalem diserbu dan dihancurkan oleh Roma, kita juga harus bertahan sampai kesudahannya di penghujung dari akhir zaman ini (ay. 13). Sekalipun kita harus dibenci, disiksa dan bahkan dibunuh, itu semua merupakan bagian dari perjuangan kita dalam memurnikan iman kita (ay. 9). Dukacita akan membuahkan sukacita, tatkala akhirnya kita bertemu dengan Tuhan Yesus, kekasih jiwa kita.



Menghadapi kesulitan dalam dunia yang tidak akan bertambah baik merupakan bagian dari perjuangan memurnikan iman kita.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kolusi Dan Nepotisme

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Juni 2011

Kolusi Dan Nepotisme



Bacaan: Lukas 13: 23-24


13:23. Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?"

13:24 Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.



Setiap anak Tuhan pasti harus melalui perjuangan. Ada dua jenis perjuangan hidup yang harus kita lalui. Pertama, perjuangan untuk bisa bertanggung jawab memenuhi kebutuhan jasmani kita. Kedua, perjuangan hidup untuk bisa mengalahkan keinginan dosa yang bertentangan dengan kehendak Allah dalam daging yang berdosa ini.


Kita tidak akan dapat menyelesaikan masalah dosa dalam diri kita, kalau tidak bisa menyelesaikan masalah kebutuhan jasmani secara benar. Untuk menyelesaikan masalah kebutuhan jasmani sebetulnya yang penting adalah mental yang baik. Banyak bangsa di dunia ini yang tidak ber-Tuhan seperti bangsa Indonesia, tetapi memiliki masyarakat yang baik dan makmur. Ini karena secara mental bangsa itu bertanggung jawab, sehingga bisa menyelesaikan kebutuhan jasmaninya dengan baik. Namun, tidak sedikit orang Kristen yang ber-Tuhan berharap mukjizat atau kemudahan hidup dari Tuhan agar tidak perlu berjuang. Ini menunjukkan betapa tidak dewasanya mental mereka.


Pola pikir yang salah ini mengakibatkan banyak orang Kristen tidak serius dan malas-malasan mengembangkan potensi dalam dirinya secara maksimal. Mereka mengharapkan selalu ada pertolongan dari Tuhan, sehingga tidak perlu susah-susah berusaha. Tuhan pasti menolong anak-anak-Nya, maka semua akan menjadi baik. Sampai-sampai mereka menyalahkan orang yang berusaha mengembangkan diri sedemikian rupa demi kehidupannya di bumi ini, sebab dianggap tidak mengandalkan Tuhan.


Mungkin juga pola pikir ini diperkuat oleh terpengaruhnya orang-orang Kristen dengan budaya kolusi dan nepotisme. Mereka berpikir bahwa Tuhan bisa diajak kolusi dan nepotisme oleh orang-orang yang mengaku sebagai anak-anak-Nya. Kolusi maksudnya Tuhan dianggap bisa diajak bersekongkol untuk bertindak membela orang Kristen; caranya dengan membuat-Nya senang: menyanjung-Nya dan memberikan persembahan kepada-Nya. Nepotisme maksudnya Tuhan dianggap akan menuruti keinginan orang Kristen, sebab mereka beranggapan sebagai anak-anak-Nya.


Tuhan kita adalah Allah yang berintegritas dan tidak bisa disuap. Tetap harus ada perjuangan yang membuat kita belajar bertanggung jawab, sebab tidak ada jalan yang mudah untuk menjadi dewasa dan sempurna. Tuhan Yesus sendiri berkata, “Berjuanglah!



Tidak ada jalan yang mudah untuk menjadi dewasa selain berjuang dengan penuh tanggung jawab.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tidak Memanjakan

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Juni 2011

Tidak Memanjakan



Bacaan: Ibrani 12: 5-11


12:5 Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;

12:6 karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."

12:7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?

12:8 Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.

12:9 Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?

12:10 Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.

12:11 Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.



Pada dasarnya, hakikat Allah yang sejati tidak sama seperti allah-allah yang diajarkan oleh keyakinan di luar Injil. Allah sejati adalah Allah yang memperkenalkan diri sebagai Bapa untuk semua orang tanpa memandang muka (1Ptr. 1:17). Tanpa diminta dan dituntut, Bapa sudah pasti melindungi anak-anak-Nya dan memenuhi segala keperluannya.


Namun juga harus disadari bahwa Bapa di Surga juga adalah Pendidik yang mau mendidik umat untuk bertumbuh dewasa. Kita patut lebih bersyukur bila Bapa mendidik kita, dibandingkan dengan bila Ia memberi berkat-Nya kepada kita; sebab didikan-Nya memungkinkan kita mengambil bagian dalam kekudusan-Nya. Sama seperti para orang tua di dunia, yang mendidik anaknya dengan segala cara agar suatu hari kelak bisa sesukses atau lebih sukses daripada mereka.


Bapa di Surga tidak mungkin memanjakan kita dengan memberi pertolongan dan berbagai campur tangan yang akhirnya hanya membuat kita tidak bertanggung jawab dan tidak produktif. Ia tak akan memberikan kemakmuran jasmani yang akhirnya membuat kita sombong dan menjauh dari-Nya. Tetapi tanpa disadari, Iblis yang menyaru melakukan hal-hal ini untuk mengelabui orang-orang percaya.


Tuhan mengajarkan agar orang percaya hidup dalam perjuangan yang sehat di semua tanggung jawab yang harus dipikul. Bapa tidak akan memberi kemudahan-kemudahan dalam menjalani hidup ini kepada kita sehingga merasa nyaman di dunia ini dan tidak memikirkan kekekalan. Hidup ini adalah sekolah kehidupan yang harus dimanfaatkan sarananya; bila tidak, kita tidak akan mengalami transformasi agar serupa dengan Tuhan Yesus.


Maka terimalah segala kesulitan, masalah dan tantangan hidup ini sebagai sarana agar kita belajar berjuang menyelesaikannya dengan bertanggung jawab. Ini merupakan cara Allah menggarap orang-orang yang dicintai-Nya. Perjuangan akan melahirkan manusia yang luar biasa untuk menguasai dan memerintah bersama dengan Tuhan Yesus di langit dan bumi yang baru. Jika kita lulus, maka kita termasuk dalam barisan orang-orang yang beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (ay. 10).


Aslinya, kata “beroleh bagian” ditulis μεταλαμβάνω (metalambanō) yang juga berarti “memiliki”, “menerima dan menggunakan”. Artinya, kita dididik Bapa untuk memiliki kekudusan seperti kekudusan-Nya supaya bisa hidup dalam persekutuan dengan Bapa. Dengan memandang kepada apa yang akan diberikan-Nya kelak, dukacita yang sekarang kita alami tidak ada artinya. Marilah terus berjuang dan jangan manja lagi.



Tujuan didikan Bapa adalah agar kita memiliki kekudusan seperti kekudusan-Nya, supaya kita bisa hidup dalam persekutuan dengan-Nya.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Awas Diperdaya!

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Juni 2011

Awas Diperdaya!



Bacaan: Kejadian 3: 17-19


3:17. Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:

3:18 semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu;

3:19 dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."



Sejak dahulu kala, umumnya orang menganut agama untuk berurusan dengan Tuhan, didasari motif untuk memperoleh kemudahan-kemudahan dalam perjalanan mengarungi hidup di dunia ini. Tentu yang diharapkan adalah pertolongan Tuhan atas masalah-masalah kehidupan yang dihadapi manusia pada umumnya—masalah ekonomi, kesehatan, pekerjaan, keluarga, jodoh, karier dan lain sebagainya. Pertolongan Yang Mahakuasa dimaksudkan agar hidup tidak perlu diperjuangkan terlalu berat, berjalan mulus tanpa hambatan layaknya jalan tol, sehingga bisa dinikmati tanpa banyak masalah.


Di balik konsep berpikir ini, manusia dalam kelicikannya hendak memanfaatkan Tuhan untuk meringankan perjuangan yang dilakukan dalam kehidupan. Padahal Tuhan menyatakan bahwa bumi ini terkutuk dan manusia akan bersusah payah dalam mencari rezeki, semak dan duri akan dihasilkan serta harus berpeluh untuk mencari nafkah.


Di kalangan Kristen, konsep yang telah membudaya ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mempromosikan dirinya atau kelompoknya dengan mengatasnamakan nama Tuhan. Mari kita melihat ciri-ciri ajaran mereka yang memperdaya banyak orang percaya.


Pertama, Tuhan diajarkan sebagai Allah yang ingin menarik perhatian umat melalui kuasa dan kebaikan-Nya, seakan-akan Ia haus akan perhatian dan sanjungan umat dan gelisah bila tersaingi oleh kuasa kegelapan.


Kedua, Tuhan diajarkan sebagai Allah yang menuntut umat untuk percaya kepada kuasa dan kebaikan-Nya. Yang sering dikatakan adalah bila umat mau beriman dan percaya atas kuasa dan kebaikan-Nya, maka mukjizat pasti terjadi.


Ketiga, dikesankan bahwa untuk mencapai Allah yang baik dan berkuasa tersebut perlu perantara (broker/calo) yang dapat menghadirkan pertolongan Tuhan. Seolah-olah hanya doa-doa orang-orang tertentu yang dekat dengan Tuhan sajalah yang didengar-Nya dan berkuasa sebagai kunci sumber berkat, dan umat harus mencari Tuhan melalui mereka.


Kita tahu, Tuhan mengharuskan kita untuk berjuang di bumi yang terkutuk ini. Maka kita tidak boleh terperdaya oleh ajaran-ajaran palsu. Kita tidak perlu khawatir atas hidup kita di dunia ini dan tidak perlu melalui orang-orang tertentu untuk meraih berkat Tuhan. Yang perlu kita lakukan adalah hidup benar dan mendahulukan Kerajaan Surga dengan motivasi yang murni yaitu hanya karena mengasihi Tuhan, maka itu semua akan ditambahkan kepada kita (Mat. 6:33).



Kekristenan memang berbeda dengan konsep agama pada umumnya yang mencari kemudahan di bumi ini.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Proses Penyempurnaan

Renungan Harian Virtue Notes, 19 Juni 2011

Proses Penyempurnaan



Bacaan: Roma 8: 24-30


8:24 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?

8:25 Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.

8:26. Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

8:27 Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.

8:28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

8:29. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.

8:30 Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.



Dalam Perjanjian Baru terdapat proses penyempurnaan bagi orang percaya untuk dapat mewarisi Kerajaan Surga atau dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus (ay. 28). Ini dapat berlangsung kalau seseorang mau mengasihi Tuhan. Maka mengasihi Tuhan merupakan ciri-ciri orang yang berniat untuk mengikut Tuhan dengan benar.


Tuhan memberikan tanah Kanaan dengan berkat melimpah selama bangsa Israel setia kepada perjanjian mereka dengan Allah. Ini berarti sikap mereka terhadap Tuhan sangat menentukan keadaan seluruh kehidupan mereka. Kalau mereka mengasihi Tuhan, maka Ia akan memperlakukan mereka sepantasnya. Demikian pula dengan orang percaya; selama orang percaya mengasihi Tuhan dan bersedia untuk diubahkan, maka kuasa untuk mengubah hidupnya supaya menjadi anak-anak Allah akan diterimanya dan dialaminya (Yoh. 1:12).


Anehnya, banyak orang Kristen ingin masuk surga tetapi menolak masuk proses penyempurnaan. Mereka berani menyebut diri anak-anak Allah, padahal kalau mereka sungguh anak-anak Allah, pasti mereka mengasihi Allah dan rela diubahkan-Nya. Tanpa memberikan diri masuk ke dalam penyempurnaan, kerohanian mereka tidak akan bertumbuh.


Ini seperti saat di sekolah di zaman dahulu, ada anak-anak yang dititipkan di sekolah dan boleh ada di tengah-tengah para murid, tetapi tidak mendapat didikan yang sama. Ia tidak perlu mengerjakan PR, dan boleh tidak mengikuti pelajaran. Namanya juga “anak bawang”. Orang-orang seperti ini juga ada di lingkungan gereja, yaitu mereka yang tidak serius menjadi orang Kristen, dan tidak pernah mau menjadi serius. Mereka enggan menjadi orang yang melakukan kehendak Bapa sebab tidak menerima kenyataan bahwa sejatinya mereka terikat dengan suatu perjanjian dengan Allah Bapa di Surga dan Tuhan Yesus Kristus.


Dengan renungan ini hendaknya kita menyadari bahwa perjanjian antara Allah dan Israel tidak sama dengan perjanjian antara Allah dan orang percaya dalam Yesus Kristus. Target yang diberikan juga berbeda. Kita ditargetkan-Nya menjadi serupa dengan gambaran Anak Allah agar dapat dimuliakan bersama dengan-Nya. Kalau kita selama ini tidak menganggap target ini berharga, marilah kita bertobat. Juga selalu ingatlah kebenaran mengenai perjanjian ini, agar kita tidak diombangambingkan penyesatan yang sembarangan mencomot ayat-ayat janji berkat duniawi antara Allah dengan Israel dan mengenakannya kepada umat Perjanjian Baru.



Perjaniian antara Allah dan Israel tidaklah sama dengan perjanjian antara Allah dan orang percaya dalam Yesus Kristus.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger