RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Serius Berjaga-jaga


Renungan Harian Virtue Notes, 31 Januari 2012
Serius Berjaga-jaga


Bacaan: Lukas 17:26-27

17:26 Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia:
17:27 mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua.


Nuh diperintahkan Allah untuk membuat bahtera. Maka tanpa alat-alat modern yang kita kenal sekarang, segenap hidupnya pun dicurahkannya untuk bahtera tersebut. Sekalipun Nuh menyerukan berita buruk mengenai akan datangnya air bah, sekaligus berita baik bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh melalui satu-satunya bahtera yang dibuatnya dengan susah payah, tetap saja orang-orang sezamannya tidak memedulikan berita tersebut, dan bahkan mengolok-olok Nuh.
Allah ingin mengakhiri hidup segala makhluk di bumi, akibat kejahatan manusia besar di bumi dan segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. Di mata-Nya, manusia di bumi telah menjadi rusak. Tetapi kalau kita perhatikan, ternyata keadaan manusia di zaman ini sama buruknya dengan zaman Nuh (ay. 26). Kalau di zaman Nuh Allah mengakhiri sejarah manusia dengan air bah, di akhir zaman manusia akan dibinasakan dengan api (2Ptr. 3:5-7).

Berita mengenai kehancuran dunia yang mendekat dan pasti terjadi tersebut sudah jarang dikumandangkan, sebab dipandang tidak sesuai dengan kebutuhan jemaat masa kini—yang sebetulnya materialistis dan konsumtif. Berita yang disampaikan melalui mimbar-mimbar gereja pun terfokus pada hal-hal yang menyenangkan dan janji-janji bahwa kehidupan di bumi akan menjadi lebih baik. Padahal dari gejala-gejala yang tampak di berbagai bidang kehidupan, jelas bahwa dunia kita tidak menjadi bertambah baik. Pemberitaan ini sebetulnya sama dengan pemberitaan para nabi palsu di zaman Yeremia, yang menubuatkan bahwa Tuhan akan berpihak kepada Yehuda dan perang tidak akan menimpa mereka (Yer. 14:11–14). Padahal Babel sudah mengancam Yehuda, dan Tuhan sudah memastikan bahwa Yehuda akan jatuh ke tangan Babel.

Maka kita perlu mewaspadai pembicara-pembicara di mimbar yang menubuatkan bahwa hal-hal yang baik akan dialami umat Tuhan. Itu merupakan tipu daya kuasa kegelapan agar umat Tuhan tidak berjaga-jaga terhadap keadaan dunia yang akan datang. Hasilnya, umat menganggap mereka dalam keadaan aman, dan sudah di jalur yang benar sehingga tidak perlu berusaha hidup yang sebagaimana mestinya diperkenan oleh Tuhan.

Sekali lagi diserukan bahwa keadaan aman ini tidak benar. Sesungguhnya mereka yang tidak berjaga-jaga itu dalam bahaya besar, karena mereka bisa tidak dikenal oleh Allah. Mari ubah cara berpikir kita. Selalulah merasa bahwa hari kematian kita atau kedatangan Tuhan sudah dekat, agar kita akan serius berjaga-jaga.


Nubuat palsu mengenai keadaan dunia yang semakin baik adalah tipu daya kuasa kegelapan agar umat Tuhan tidak berjaga-jaga


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.  
Read more
0

Mengubah Irama Hidup


Mohon maaf, karena ketiadaan akses internet di tempat Admin, maka RVN tidak hadir selama 7 hari. GBU


Renungan Harian Virtue Notes, 30 Januari 2012
Mengubah Irama Hidup


Bacaan: Lukas 9:25

9:25 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?


Kita harus mengubah irama hidup yang salah dengan menghitung hari hidup agar memiliki hati yang bijaksana. Namun ini bukan hal yang mudah. Mengapa? 
Sebab hidup yang mengabaikan realitas ini sudah mendarah daging dan mengakar dalam kehidupan manusia. Selain diwariskan oleh nenek moyang, juga akibat pengaruh dunia sekitar kita. Kebenaran berkenaan dengan hal ini harus terus-menerus dengan gencar disuarakan. Jika tidak gencar, maka irama hidup salah yang telah menyatu dalam hidup jemaat tidak akan bisa diubah.
Kebanyakan manusia—termasuk sebagian besar orang Kristen—masih terlena dalam zona kenyamanan hidup. Ditambah mereka berpandangan bahwa Tuhan mengizinkan—bahkan menginginkan—anak-anak-Nya untuk menikmati hidup di dunia ini seperti anak-anak dunia lainnya.

Maka tidak heran jika mendengar berita mengenai kedahsyatan singkatnya hidup ini dan kedahsyatan kekekalan, sebagian menganggapnya sepi, dan sebagian lagi merasa terganggu. Memang mereka tidak bermaksud untuk berkhianat kepada Tuhan, tetapi dengan mengabaikan realitas ini, mereka hidup tidak bijaksana di mata Tuhan. Mereka tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang diinginkan Tuhan untuk mereka lakukan. Masing-masing berusaha untuk mencari kesenangan dan kepuasan diri sendiri. Tanpa disadari mereka sedang digiring oleh kuasa kegelapan ke dalam pembantaian abadi.

Mengubah irama hidup yang salah ini perlu keseriusan yang sangat tinggi. Kita harus memiliki kesediaan untuk menginvestasikan waktu, tenaga dan segala sesuatu yang ada pada kita tanpa batas. Tanpa batas berarti tidak ada yang kita anggap berharga lebih daripada keselamatan kekal yang paling dibutuhkan manusia. Sebab apa gunanya orang beroleh segenap dunia kalau jiwanya binasa? Dengan memahami kebenaran ini, hendaknya kita bersedia selalu merenungkan kenyataan singkatnya hidup ini dan dahsyatnya kekekalan.

Mari kita renungkan, bahwa perjumpaan dengan orang tua, pasangan hidup, anak dan orang-orang yang kita cintai sangat terbatas. Setelah bertahun-tahun hidup bersama, kita akan berpisah dengan mereka. Supaya keadaan ini tidak menjadi tragis dan menyedihkan, mari kita berusaha agar kita bersama dengan mereka yang kita cintai bukan hanya di dunia ini saja, tetapi juga di langit dan bumi yang baru. Jadi mari bersama dengan keluarga, kita mengubah irama hidup yang salah sehingga kebersamaan kita di dunia menjadi persiapan untuk bisa bersama-sama nanti.


Mengubah irama hidup yang salah memerlukan keseriusan dengan investasi tanpa batas.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Krisis Yang Kudus


Renungan Harian Virtue Notes, 22 Januari 2012
Krisis Yang Kudus


Bacaan: Mazmur 90:12

90:12 Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.


Penghayatan yang benar terhadap realitas hidup yang dipandu oleh kebenaran Firman Tuhan akan membangkitkan perasaan krisis yang kudus. Perasaan krisis tersebut adalah gentarnya diri kita terhadap kedahsyatan kekekalan dan kedahsyatan singkatnya perjalanan hidup ini. Bukan hanya kekekalan yang dahsyat; singkatnya hidup ini juga dahsyat atau mengerikan. Kuasa kegelapan berusaha menyembunyikan kenyataan ini dengan cara menciptakan suatu suasana dunia yang seakan-akan tidak pernah ada ujungnya, sehingga membuat orang melupakan realitas kehidupan yang dahsyat.

Pemazmur mengajarkan doa agar Tuhan mengajar kita menghitung hari-hari hidup kita. Itu tentu dimaksudkan agar kita memiliki hati yang bijaksana. Hati yang bijaksana adalah hati yang takut akan Tuhan secara benar, yaitu takut karena mengasihi dan menghormati-Nya. Ini akan menggerakkan kita untuk berusaha mengenal Tuhan, melakukan kehendak-Nya dan hidup dalam perdamaian senantiasa dengan Dia. Jadi, orang yang tidak menyadari singkatnya waktu hidup ini adalah orang-orang yang pasti tidak bijaksana.

Perasaan krisis tersebut juga akan mendorong seseorang berusaha mengalami Tuhan secara nyata dan berlimpah. Tanpa pengalaman dengan Tuhan, kita tidak akan merasa nyaman dan tenang dalam hidup ini. Oleh karena Tuhan adalah rahasia terbesar dalam kehidupan, maka seluruh waktu hidup kita semestinya dihabiskan untuk mengenal Dia. Bukankah Paulus mengatakan bahwa yang dikehendaki adalah mengenal Tuhan dan kuasa kebangkitan-Nya (Flp. 3:10)? Kuasa kebangkitan-Nya hendak menunjuk pengalaman nyata dengan Allah yang hidup.

Kebutuhan akan perasaan krisis yang kudus ini perlu kita serukan sebab sebagian besar manusia hari ini tidak merasakannya. Mereka lebih mempunyai perasaan krisis yang tidak kudus, yang mendorong mereka memenuhi pikirannya dengan perencanaan-perencanaan pribadi tanpa memperhitungkan bahwa tenggat waktu akhir hidupnya bisa terjadi setiap saat. Itulah yang disebut Firman Tuhan sebagai kecongkakan (Yak. 4:13–16). Atmosfer kehidupan seperti ini juga memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan anak-anak Tuhan, sehingga mereka hidup dalam kecerobohan yang sangat membahayakan. Ini menjadi subur dewasa ini sebab pokok pemberitaan di mimbar gereja juga hanya seputar berkat jasmani dan janji-janji kemakmuran di bumi. Marilah kita belajar menghitung hari-hari hidup kita ini, dan jika serius melakukannya, pasti kita akan menjadi semakin bijaksana.


Perasaan krisis yang kudus akan membangun hati yang bijaksana.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Kerelaan Memikul Salib


Renungan Harian Virtue Notes, 21 Januari 2012
Kerelaan Memikul Salib


Bacaan: Matius 10:38

10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.


Banyak orang Kristen tahu mengenai salib, tetapi tidak banyak yang sungguh-sungguh mau memikul salibnya sendiri. Salib adalah kesulitan, penderitaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup di dunia ini karena mengambil bagian dalam proyek penyelamatan umat manusia.
Setiap orang memiliki salibnya sendiri. Tidak ada salib yang sama persis. Karena itu kita harus menemukan salib kita sendiri. Itu dapat kita temukan dengan mengerti isi hati-Nya. Jika tidak, kita mungkin memperoleh penderitaan, tetapi itu bukan salib dari Tuhan, melainkan kesalahan kita sendiri yang sering kali memalukan.

Salah satu faktor mengapa orang tidak mau memikul salib adalah merasa bahwa nasib orang yang berjuang bagi Tuhan dan yang tidak berjuang sama saja. Toh semua juga masuk surga, apa gunanya berjuang lebih giat? Lebih baik bersenang-senang saja hari ini, nanti di surga lebih senang lagi. Itulah sebabnya mereka ikut terhanyut dengan dunia ini, dengan segala budaya dan kesukaannya. Mereka tidak menyadari bahwa setiap orang memiliki pertaruhan. Suka ataupun tidak ia akan menuai apa yang ditaburnya. Tanpa disadari ia menabur setiap hari untuk apa yang akan di tuainya di kekekalan.

Kita akan lebih rela melayani Tuhan dan mengorbankan apapun yang kita miliki jika kita sadar bahwa kita adalah orang-orang yang berutang kepada Tuhan. Kita utang jiwa, utang nyawa dan utang keselamatan. Dengan cara apa pun dan bagaimana pun kita tidak bisa membalas kebaikan Tuhan. Seandainya kita memberikan apapun yang kita miliki hari ini untuk Tuhan, itu belum sesungguhnya cukup untuk membalas kebaikan Tuhan. Jadi, kalau kita melayani Tuhan dengan ikut memikul salib bersama dengan Tuhan bukan karena kita mau memperoleh sesuatu, tetapi karena kita sudah menerima keselamatan-Nya.

Dengan menyadari hal tersebut maka kita akan rela mempersembahkan apa pun yang kita miliki tanpa merasa memberi bagi Tuhan. Kita hanya mengembalikan apa yang bukan milik dan hak kita. Sungguh beruntung sekali, kalau apa yang kita lakukan bagi Tuhan di bumi ini akan diingat selamanya dalam Kerajaan Bapa di Surga, padahal kita tidak memberi; kita hanya mengembalikan. Kita melakukan apa yang memang harus kita lakukan sebagai milik-Nya. Bagi yang mengabdi kepada Tuhan di bumi ini akan diberi kesempatan mengabdi bagi Tuhan selama-lamanya di Kerajaan Bapa di Surga. Dengan pengertian ini kita akan berani mempertaruhkan apa pun yang kita miliki bagi kepentingan-Nya.


Dengan menyadari diri kita sebagai orang yang berutang, kita akan rela memikul salib.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Memikul Beban Yang Dipercayakan


Renungan Harian Virtue Notes, 20 Januari 2012
Memikul Beban Yang Dipercayakan


Bacaan: Lukas 22:28; Roma 8:17

Lukas 22:28
22:28 Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami.

Roma 8:17
8:17 Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.


Sejatinya seseorang seharusnya mengambil bagian dalam pelayanan bukan karena ia belajar teologi; bukan pula karena ia mengerti teknik-teknik pelayanan gereja; apalagi karena mencari keunggulan dalam materi, kedudukan, pendidikan atau segala nilai lebih di mata manusia. Seseorang seharusnya mengambil bagian dalam pelayanan berangkat dari memahami isi hati Tuhan. Ironisnya banyak orang mengejar gelar penginjil atau evangelis, guru Injil atau pendeta, bukan karena memahami isi hati Tuhan, melainkan karena mereka ingin dipandang berbeda, dianggap lebih rohani, lebih suci, lebih diberkati dan lebih pandai daripada orang Kristen kebanyakan.

Dengan memahami isi hati Tuhan, pelayanan adalah kerelaan memikul beban Tuhan yang dipercayakan kepada kita. Kita memikul beban itu karena kita rela bersama-sama dengan Tuhan dalam segala pencobaan. Kita memikul beban itu karena kita rela menderita bersama-sama dengan Kristus. Kita memikul salib, kita minum cawan penderitaan.

Penderitaan itu tidak selalu berarti penderitaan fisik, tetapi kita menderita bagi Kristus dengan mengikuti jejak-Nya. Kita menderita dengan tidak mengasihi nyawa kita sendiri, artinya bersedia meninggakan kesenangan dunia demi keselamatan jiwa-jiwa atau dipenuhi dan digenapinya rencana Allah di bumi. Seperti Tuhan Yesus tidak menyayangkan apa pun demi keselamatan manusia, demikian pula dengan kita, bila kita juga mau diajak sepenanggungan dengan Tuhan. Dalam hal ini menjadi orang pilihan Tuhan harganya sangat mahal.

Kita rela menderita bukan berarti kita sakit jiwa dengan mencari kesusahan, melainkan karena kita memahami isi hati Tuhan, bahwa Ia ingin memberi kita kesempatan untuk turut memenuhi rencana agung-Nya menyelamatkan dunia ini. Itu harus kita pandang sebagai suatu kehormatan, karena kita yang tidak ada apa-apanya ini bisa dipakai-Nya dalam rencana-Nya yang mulia.

Maka jika kita mau melayani Tuhan, masihkah motivasi kita untuk kepentingan diri kita sendiri? Sudahkah kita sadar bahwa melayani Tuhan artinya menyerahkan diri untuk menderita? Itu semua harus kita lalui jika kita ingin dimuliakan bersama-sama dengan Kristus. Jadi jangan berpikir terbalik, dengan menganggap menjadi pelayan Tuhan hari ini artinya mendapatkan kemuliaan di mata orang lain hari ini. Itu bisa membawa kepada kebinasaan kekal kelak.


Kita memikul beban dari Tuhan karena mengerti isi hati-Nya yang menginginkan kita turut dalam rencana agung-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Lima Tingkatan Hidup Kekristenan


Renungan Harian Virtue Notes, 19 Januari 2012
Lima Tingkatan Hidup Kekristenan


Bacaan: Kisah Para Rasul 20:22-23

20:22 Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ
20:23 selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku.


Kalau kita hendak memahami tingkatan-tingkatan hidup Kekristenan yang benar, kita perhatikan ada lima lingkaran. Lingkaran pertama yang terluar adalah, kesediaan bertobat, mau menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, atau menerima Tuhan Yesus sebagai Pemilik kehidupan ini. Lingkaran kedua yang ada di dalam lingkaran pertama, adalah bersedia belajar mengenal kebenaran Firman Tuhan. Lingkaran ketiga yang lebih ke dalam adalah hidup suci atau dalam kekudusan. Kesucian yang sesungguhnya tidak akan dapat diraih tanpa mengenal Tuhan dengan benar. Lingkaran keempat yang lebih dalam lagi adalah melayani perkejaan Tuhan di gereja. Ini adalah kegiatan rohani yang dipahami sebagai pelayanan rohani. Lingkaran kelima yang terdalam adalah mengerti isi hati Tuhan. Terakhir inilah tingkat yang menyenangkan hati Tuhan. Sampai tingkat ini seseorang menjadi sahabat Tuhan. Ia melayani pekerjaan Tuhan bukan dari hatinya sendiri tetapi hati Tuhan. Tingkat inilah yang seperti ditunjukkan oleh Paulus sebagai tawanan roh.

Urutan ini adalah urutan ideal. Ya, memang sulit untuk menemukan yang ideal, tetapi bagaimanapun kita harus berusaha mencapainya. Semakin tinggi nilai setiap tingkat dimulai dari tingkat pertama atau lingkaran luar, maka semakin tinggi pula nilai tingkat berikutnya. Kalau nilai lingkaran paling luar misalnya 60, tidak mungkin lingkaran lebih dalam lebih dari 60. Kalau lingkaran kedua bernilai 40, tidak mungkin lingkaran ketiga bisa bernilai lebih dari 40. Tetapi perlu dicatat disini, bahwa sebenarnya semua lingkaran ini berhubungan satu dengan yang lain dan tidak mungkin bisa terpisah.

Kalau seseorang belum sampai tingkat awal lalu mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan di gereja, sering menjadi sekedar penggembira. Kadang yang paling menyedihkan kalau justru menghambat pekerjaan Tuhan. Dalam hal ini kita menemukan banyak gereja yang salah dalam menunjuk orang sebagai pelayannya. Gereja menunjuk orang yang sebenarnya tidak siap mengambil bagian dalam pelayanan. Mereka tidak siap untuk masuk lebih dalam, tetapi sudah diberi kepercayaan masuk dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.

Apakah ini berarti menunggu kita sempurna dulu, baru melayani pekerjaan Tuhan? Tentu tidak. Sementara kita melayani Tuhan, kita harus terus meningkatkan kualitas rohani kita agar semakin layak melayani pekerjaan Tuhan dan makin masuk ke dalam sampai pada taraf melayani Tuhan dengan mengerti isi hati-Nya.


Sementara kita melayani Tuhan, kita harus terus meningkatkan kualitas rohani kita agar semakin layak melayani pekerjaan-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Langkah Menjadi Sahabat Tuhan


Renungan Harian Virtue Notes, 18 Januari 2012
Langkah Menjadi Sahabat Tuhan


Bacaan: Yohanes 15:14

15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.


Betapa hebat kalau seseorang bisa menjadi sahabat Tuhan, orang kepercayaan Tuhan. Setiap orang memiliki kesempatan untuk ini, sebab memang Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi kawan sekerja-Nya dalam melaksanakan kehendak-Nya. Kalau Adam menjadi kawan sekerja Allah untuk meneruskan karya ciptaan-Nya, kita sebagai orang percaya diberi kepercayaan untuk menjadi kawan sekerja Allah untuk meneruskan karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Tuhan hendak memakai orang percaya yang bisa diajak sepenanggungan dengan Tuhan meneruskan berita Injil sampai ke ujung bumi. Dengan demikian seharusnya setiap orang percaya menyadari panggilan ini.

Langkah pertama untuk menjadi sahabat Tuhan adalah mengenal siapakah Dia. Ini terdengar sederhana, tetapi sesungguhnya tidak. Mengenal Allah membutuhkan kerja keras dan waktu yang panjang. Tuhan tidak akan pernah memakai seseorang yang tidak mengenal pribadi-Nya. Dengan mengenal pribadi-Nya, kita akan mengerti kehendak-Nya. Alkitab penuh dengan kebenaran yang akan membuka pikiran kita untuk mengenal pribadi-Nya. Dari memahami kebenaran dalam Alkitab, Tuhan akan terus menuntun kita untuk mengenal pribadi-Nya dalam pengalaman konkret.

Langkah kedua, kita harus memiliki komitmen untuk melakukan kehendak-Nya. Diawali dengan menuruti hukum-hukum harfiah yang tertulis dalam Alkitab, kemudian dengan belajar untuk menghindari tindakan apa pun yang bisa melukai hati Tuhan. Komitmen untuk menyenangkan hati Tuhan harus terus dijaga dalam hati kita. Bagaimanapun sulitnya, kita harus memiliki kesediaan untuk melakukan kehendak-Nya. Komitmen ini harus di dorong oleh hati yang mengasihi-Nya, sebab kasih kita kepada Tuhan akan menggerakkan kita agar rela melakukan apa pun yang diingini-Nya.

Langkah ketiga, kita harus memiliki kepekaan untuk mengerti apa yang dikehendaki oleh Tuhan dan berusaha untuk menemukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan untuk kita lakukan. Usaha ini harus merupakan usaha serius yang kita pandang paling penting dari segala hal dalam hidup ini. Pencarian yang serius akan hal ini akan membuat kita rela mengesampingkan apapun.

Kalau kita berani bersungguh-sungguh komitmen untuk mengerti dan melakukan kehendak-Nya, maka Tuhan pasti akan menunjukkan apa yang dikehendaki-Nya untuk kita lakukan.


Sudahkah kita menyadari panggilan untuk menjadi sahabat yang bisa diajak sepenanggungan dengan Tuhan?


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Sahabat Tuhan


Renungan Harian Virtue Notes, 17 Januari 2012
Sahabat Tuhan


Bacaan: Yohanes 15:15

15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.


Mungkin kita masih bertanya-tanya sampai sekarang, mengapa sangat sulit untuk mengerti apa yang Tuhan kehendaki? Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia memberitahukan segala sesuatu yang didengar dari, atau dikehendaki, Bapa-Nya kepada sahabat-sahabat-Nya. Jadi Tuhan memberi tahu kehendak-Nya kepada mereka yang tergolong sahabat-sahabat-Nya. Sudahkah kita menjadi sahabat Tuhan?

Dalam Perjanjian Lama, kita menemukan tokoh-tokoh yang dijadikan sahabat Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang diberi tahu Tuhan atas apa yang akan dilakukan-Nya. Misalnya Nuh yang diberi tahu rencana Tuhan untuk memusnahkan makhluk-makhluk dengan air bah (Kej. 6:13); Abraham yang diberi tahu rencana pemusnahan Sodom dan Gomora (Kej. 18:17); Yusuf diberi tahu apa yang akan terjadi di Mesir (Kej. 41:25); Daniel diberi tahu mimpi Nebukadnezar dan artinya (Dan. 2:28). Tokoh-tokoh ini adalah pribadi-pribadi yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang yang dapat dipercayai oleh Tuhan untuk mengerti kehendak Tuhan dan melakukan kehendak Tuhan.

Jadi kalau selama ini kita masih berpikir bahwa melakukan kehendak Tuhan hanya tertumbuk pada perbuatan tertentu, seperti menjadi pendeta atau aktivis gereja, memberi dana untuk pekerjaan rohani, panti asuhan dan lain sebagainya, itu terlalu terbatas. Setiap orang memiliki tempat sendiri yang sangat khusus di hadapan Tuhan, sebab Ia mempunyai rencana-Nya sendiri bagi sahabat-sahabat-Nya. Maka kita harus mulai mengosongkan pikiran kita, seakan-akan kita memang belum tahu apa sesungguhnya tindakan yang menyukakan hati Tuhan itu.

Lalu kita harus yakin bahwa kita sudah layak disebut sahabat Tuhan. Seseorang baru bisa disebut sahabat Tuhan bila ia percaya bukan di bibir saja, melainkan menunjukkannya dengan perbuatan. Contohnya adalah Abraham (Yak. 2:23). Jika Tuhan mengatakan kita harus rela kehilangan nyawa, kita baru disebut sungguh-sungguh percaya jika kita melakukannya, dengan meniadakan agenda pribadi dalam apa yang kita lakukan dalam segala bentuk pelayanan kita.

Ingat, kalau Tuhan berkenan menyatakan kehendak-Nya kepada seseorang, pasti orang itu bisa diajak sepenanggungan dengan-Nya. Tidak pernah Tuhan menyatakan kehendak-Nya kepada orang yang masih mengurus dirinya sendiri atau berusaha menyelamatkan nyawanya sendiri. Kalau masih berusaha menyelamatkan nyawanya, ia adalah hamba dirinya sendiri. Tidak bisa disebut hamba Tuhan, apalagi sahabat Tuhan.


Tuhan berkenan menyatakan kehendak-Nya kepada orang yang bisa diajak sepenanggungan dengan-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Berusaha Mengerti Kehendak Tuhan


Renungan Harian Virtue Notes, 16 Januari 2012
Berusaha Mengerti Kehendak Tuhan


Bacaan: Matius 10:39

10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.


Kalau jujur, banyak orang yang pasti tidak rela untuk menerima bahwa hidup ini bukan untuk menikah, bukan untuk memiliki keturunan, bukan untuk mencari nafkah, bukan untuk untuk menikmati dunia dengan segala fasilitasnya dan bukan untuk apapun kecuali untuk melakukan kehendak-Nya atau memuaskan hati-Nya. Inilah sebenarnya yang dimaksud oleh Alkitab kehilangan nyawa.

Dalam teks asli, nyawa ditulis psykhé yang berarti “jiwa”. Ini berarti mengisi jiwanya dengan segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Untuk itu kita harus menggarap jiwa kita dengan mengisi kebenaran-Nya. Jika jiwa tidak disiisi dengan kebenaran, tidak heran bila kita tidak memiliki gairah untuk melayani Tuhan; tidak aneh jika kita tidak berniat menyenangkan dan memuaskan hati-Nya. Kebenaran Firman Tuhanlah yang membuat seseorang memiliki kepekaan mengerti keinginan-Nya.

Jadi kalau kita menyadari bahwa kita belum mengerti kehendak Tuhan, kita harus berusaha terus untuk mengertinya. Caranya, terus isi bejana hati kita dengan kebenaran Firman Tuhan. Untuk itu berapa pun harga yang harus dibayar untuk mendengar dan mengerti Firman Tuhan, akan kita perjuangkan. Setelah kita mengerti kebenaran Firman Tuhan secara memadai, ciri yang jelas adalah kesediaan dan kerelaan untuk kehilangan semua kesenangan dunia dan dengan sukacita mempertaruhkan hidup kita untuk hidup bagi Tuhan. Bagi kita, hidup bagi Tuhan bukan lagi kewajiban, tetapi kesukaan bahkan sebagai suatu kebutuhan.

Di sinilah kita sesungguhnya dibawa kepada suatu kehidupan yang mencapai titik klimaks keintiman dan keindahan dengan Tuhan. Ini tidak bisa dibahasakan dengan kata-kata; tidak akan bisa dipindahkan kepada orang lain seperti ilmu; tetapi setiap orang harus bergumul sendiri untuk menemukannya. Menemukan Tuhan berarti menemukan segala kekayaan dan keindahan kehidupan. Ini anugerah yang tidak bisa dibeli dengan apa pun. Jadi, kalau kita menyia-nyiakannya, betapa malangnya, sebab kesempatan untuk memperoleh anugerah ini sangat terbatas.

Maka marilah belajar untuk menjadikan segala sesuatu tidak berarti dan bernilai dalam hidup ini, selain Tuhan. Ini bukan hanya sekedar ucapan di bibir saja, tetapi harus dihayati. Penghayatan yang benar hanya bisa terjadi kalau kita sudah bersedia untuk tidak memiliki apa pun kecuali menyukakan hati Tuhan. Itu berarti kita menyambut anugerah yang tak ternilai dari Tuhan, dan kita sungguh-sungguh orang yang beruntung dan diberkati.


Sudahkah kita menganggap segala sesuatu tidak bernilai dan berarti, selain Tuhan?


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Untuk Siapa Kita Hidup


Renungan Harian Virtue Notes, 15 Januari 2012
Untuk Siapa Kita Hidup


Bacaan: Mazmur 143:10

143:10 Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!


Pertaruhan hidup bukan berbicara mengenai apa profesi kita dan apa yang kita kerjakan dalam hidup ini; namun pertaruhan hidup berbicara mengenai kepada siapa kita tujukan segala sesuatu yang kita lakukan selama kita hidup di dunia ini. Kalimat singkatnya adalah, untuk siapa kita hidup. Adalah mudah berkata kita hidup bagi Tuhan, khususnya bagi mereka yang memberi diri melayani pekerjaan Tuhan di gereja. Tetapi apakah benar-benar seseorang tidak memiliki kepentingan di balik pelayanan yang dilakukannya tersebut? Itu yang patut dipertanyakan.

Apa yang dikerjakan manusia di depan manusia lain penuh intrik-intrik dan manipulasi. Banyak orang yang tidak bisa dengan tulus menjawab untuk siapa kita hidup. Pertanyaan ini bisa dianggap mengada-ada, bahkan mungkin dianggap lelucon. Padahal jawaban pertanyaan ini akan sangat menentukan bagaimana nasib kekal kita. Kalau seseorang melangkah salah menujukan tujuan hidupnya, berarti ia menjerumuskan diri kepada kehidupan yang terpisah dari Tuhan. Orang yang hendak bersama dengan Dia di kekekalan harus menujukan segenap hidupnya bagi Tuhan.

Bagi banyak orang, sebelum Tuhan mencelikkan mata pengertiannya mengenai kebenaran yang murni yang menguduskan motivasi hidupnya, ia berpikir bahwa ia sedang melayani Tuhan. Dalam pengertian banyak orang, melayani Tuhan adalah melakukan pekerjaan seorang pendeta atau full timer di gereja. Apalagi kalau seseorang sudah menjadi pendeta atau full timer, ia tentu merasa sedang hidup bagi Tuhan. Tetapi yang patut direnungkan adalah, sungguhkah ia hidup hanya untuk menyenangkan dan memuaskan hati Tuhan, dan selain itu tidak ada agenda apa-apa lagi? Jika masih ada keinginan lain, berarti masih meleset dalam menggarap lahan hatinya. Demikian pula dengan orang yang bukan full timer di gereja; jika ia hidup untuk memuaskan dirinya sendiri dan bukan Tuhan, tentu ia meleset.

Kunci untuk menggarap lahan hati kita dimulai dari satu kesediaan untuk mengakui bahwa kita dihadirkan dalam dunia ini bukan untuk melakukan apa pun, kecuali melakukan kehendak Tuhan. Tidak ada kesenangan yang boleh kita miliki dan nikmati kecuali melayani kehendak-Nya dan memuaskan hati-Nya. Ini tidak berbicara mengenai profesi apa yang kita sandang dan jenis perbuatan apa yang kita lakukan untuk memuaskan hati-Nya, tetapi berbicara mengenai kepekaan untuk mengerti apa yang baik menurut pemandangan mata-Nya dari segala hal yang kita pikiran, renungkan, ucapkan dan lakukan. Dengan kepekaan itu kita bisa menjawab untuk siapa kita hidup. Bukan di bibir saja, tetapi terbukti dengan perbuatan.


Kunci untuk menggarap lahan hati kita dimulai dari kesediaan untuk mengakui bahwa kita hidup hanya untuk melakukan kehendak Tuhan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Menabur Dengan Bertaruh


Renungan Harian Virtue Notes, 14 Januari 2012
Menabur Dengan Bertaruh


Bacaan: Galatia 6:7

6:7 Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.


Apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Pernyataan ini sebenarnya juga berbicara mengenai pertaruhan. Setuju maupun tidak, bersedia maupun tidak, sadar maupun tidak, setiap insan di bumi ini harus menetapkan pertaruhannya. Dan apa yang dipertaruhkan seseorang pasti akan ada hasilnya atau buahnya.

Seorang atlet akan menabur dengan mempertaruhkan waktu, tenaga dan segala daya upaya yang dimilikinya untuk menuai kemenangan sebagai juara. Seorang mahasiswa menabur demi gelar akademis. Seorang pedagang yang filosofi hidupnya materialistis menabur dengan mempertaruhkan segenap hidupnya demi menuai materi (rumah, mobil, perhiasan, uang dan lain sebagainya). Tidak sedikit artis yang menabur berbagai hal hanya demi menuai popularitas. Jadi hidup ini pada dasarnya memang perjalanan pertaruhan, tergantung dari filosofi yang dipegang oleh setiap individu.

Betapa tragisnya hidup seseorang yang memperjuangkan sesuatu di tahun-tahun umur hidupnya, dan akhirnya sesuatu yang diperjuangkan tersebut harus dilepaskannya di akhir hidupnya. Tidakkah itu bodoh? Lebih sedih lagi, mereka tidak menyadari kebodohan mereka itu. Mereka merasa telah mencapai suatu kepuasan tertentu ketika berhasil meraih apa yang dicita-citakannya. Mereka telah bertaruh secara salah, mempertaruhkan hidupnya demi hal-hal duniawi. Yang ditaburnya adalah angin, maka yang dituainya kelak adalah puting beliung abadi (Hos. 8:7).

Dunia hanya mengenal pertaruhan yang salah itu. Itulah umpan yang disediakan dan diajarkan oleh kuasa kegelapan agar manusia menuju kegelapan abadi. Mereka bertanding, tetapi tidak ikut dalam pertandingan yang wajib (Ibr. 12:1). Ironis sekali, sebab apa yang tidak diwajibkan dianggap sebagai wajib, sedangkan apa yang wajib dianggap sebagai tidak diwajibkan sehingga diabaikan. Kalau seseorang tidak belajar mengerti apa yang baik menurut Tuhan, maka ia memburu apa yang baik bukan menurut Tuhan, padahal apa yang baik bukan menurut Tuhan itu adalah dari kuasa kegelapan.

Agar dapat menuai hidup yang kekal, marilah kita menabur dengan mempertaruhkan segenap hidup kita dan terus belajar agar pikiran kita terus-menerus diperbarui, sehingga kita dapat mengerti kehendak Allah: yang baik, yang berkenan dan yang sempurna.


Mempertaruhkan hidup kita bagi Tuhan adalah menabur yang benar agar dapat menuai hidup yang kekal.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menggadaikan Hidup


Renungan Harian Virtue Notes, 13 Januari 2012
Menggadaikan Hidup


Bacaan: 1 Yohanes 2:15-17

2:15 Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.
2:16 Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.
2:17 Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.


Orang yang rela kehilangan hidupnya demi keselamatan jiwanya akan memperoleh hidup di Kerajaan Bapa di Surga, tetapi mereka yang tidak berani mempertaruhkan hidupnya tidak akan memiliki hidup di Kerajaan Bapa di Surga. Lebih banyak orang yang memilih opsi yang kedua ini, sebab jauh lebih banyak orang yang hidup hanya untuk keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup. Orang-orang seperti ini seperti menggadaikan hidupnya kepada dunia. Akhirnya mereka akan binasa.

Menggadaikan hidup untuk dunia merupakan sikap yang menolak kasih Bapa (ay. 15–16). Dalam hal ini, Firman Tuhan tegas berkata, “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” (ay. 17) Mereka tidak merasa bersalah, sebab rata-rata manusia memang demikian: hidup dengan cara mengisi pikirannya dengan segala keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup. Mereka tidak menduga bahwa tindakan mereka adalah tindakan yang membinasakan dirinya sendiri.

Kepada semua manusia, Iblis menawarkan keindahan dunia agar manusia menggadaikan dirinya. Tawaran ini disambut banyak orang, sebab faktanya banyak orang yang hidupnya telah tergadai. Di lain pihak orang yang berusaha melakukan kehendak Allah adalah orang yang menyerahkan hidupnya bagi Tuhan. Ia telah menempatkan hatinya di dalam Kerajaan Surga (Mat 6:21).

Kita tahu, Tuhan Yesus mati di kayu salib untuk membebaskan manusia. Tetapi setelah dibebaskan, manusia harus memilih: menyerahkan hidupnya bagi Tuhan, atau bagi dunia. Mestinya kita memberikan segenap hidup kita bagi Tuhan, sebab setelah dibebaskan-Nya, berarti dengan menyerahkan hidup kita kepada-Nya, kita mengembalikan hidup kita kepada Sang Pemilik, bukan menggadaikan. Tetapi jika kita memberikan diri untuk dunia, artinya kita menggadaikan hidup kita.

Selama kita masih hidup di dunia ini, masih ada kesempatan untuk bertobat agar menebus kembali hidup yang digadaikan kepada dunia itu. Kalau sampai akhirnya ternyata hidup kita belum ditebus kembali, berarti hidup kita dimiliki oleh kuasa kegelapan selamanya. Mari menebus kembali hidup kita yang digadaikan dengan cara bertobat dan mengubah cara hidup kita agar sesuai kehendak-Nya. Keselamatan dari Kristus memungkinkan kita kembali dimiliki oleh Tuhan dan menjadi anggota Kerajaan-Nya. Ia telah menebus hidup kita, jadi kalau kita gadaikan lagi, segeralah tebus kembali selama masih ada kesempatan.


Kita harus mengembalikan hidup kita kepada Sang Pemilik dengan menyerahkan segalanya kepada Tuhan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Keselamatan Yang Mahal


Renungan Harian Virtue Notes, 12 Januari 2012
Keselamatan Yang Mahal


Bacaan: Lukas 13:23-24

13:23 Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?"
13:24 Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.


Untuk mewujudkan keselamatan, yaitu mengerti apa yang diajarkan Tuhan dan melakukan kebenaran agar serupa dengan diri-Nya, kita harus mempertaruhkan segenap hidup ini. Keselamatan yang benar dan murni tidak akan terwujud dalam kehidupan kalau kita tidak mempertaruhkan segenap hidup kita.

Di sinilah kita temukan letak mahalnya harga keselamatan itu. Keselamatan untuk manusia telah diperjuangkan oleh Tuhan Yesus di kayu salib dengan memberikan segenap diri-Nya. Itu pengorbanan yang sangat mahal, dan tidak dapat kita lakukan sendiri, karenanya disebut anugerah. Tetapi anugerah membutuhkan respons dari kita supaya menjadi terwujud dalam kehidupan kita.

Respons ini tidak sederhana. Tidak cukup hanya dengan mengucapkan syahadat bahwa Yesus adalah Tuhan, lalu sah menjadi anak-anak Allah. Pandangan ini merupakan penyesatan dan mengakibatkan banyak orang yang mengira dirinya selamat, ternyata berakhir di kebinasaan. Keselamatan yang tidak ternilai harganya membutuhkan respons yang juga sangat mahal, yaitu mempertaruhkan segenap hidup kita.

Tuhan Yesus berkata agar kita yang mau selamat berusaha untuk memasuki pintu yang sesak. Artinya berjuang mempertaruhkan segenap hidup kita. Bagi manusia, jelas ini hal yang sangat berat. Tidak banyak orang yang berani melakukannya. Kalau jujur, kita bisa melihat bahwa sebagian besar orang Kristen hari ini masih berpikir dirinya bisa masuk surga tanpa perjuangan, dan memiliki kehidupan kekal tanpa kehilangan kehidupan di dunia ini. Ingat, tidak ada jalan mudah untuk selamat. Tanpa kehilangan kehidupan, seseorang tidak akan dapat memperolehnya (Mat. 10:39). Itulah harga yang tidak bisa dikurangi.

Dengan memahami hal ini kita tidak heran lagi bahwa ada orang-orang Kristen yang merasa dirinya sudah istimewa di mata Allah, tetapi tragis sekali sebab mereka ternyata tidak dikenal Bapa, sebab tidak melakukan kehendak-Nya (Mat 7:21-23). Memberikan segenap hidup kita artinya bahwa tidak ada yang lebih dicari dalam kehidupan ini selain melakukan kehendak Bapa. Dengan demikian pada dasarnya menerima keselamatan adalah usaha untuk melakukan kehendak Bapa.

Sekali lagi ditegaskan bahwa kebenaran ini mendukung prinsip Sola Gratia (hanya oleh anugerah). Tanpa keselamatan yang dikerjakan oleh Kristus yang turun ke dunia, tidak ada seorang pun bisa melakukan kehendak Allah. Inilah anugerah itu. Tetapi kita harus meresponi anugerah itu dengan berjuang agar dapat melakukan kehendak Allah. Itu tidak mustahil bagi yang rela kehilangan kehidupannya.


Jika kita menerima keselamatan maka kita akan berusaha untuk melakukan kehendak Bapa.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Maksud Kedatangan Tuhan Yesus


Renungan Harian Virtue Notes, 11 Januari 2012
Maksud Kedatangan Tuhan Yesus


Bacaan: Roma 1:16; Ibrani 5:9

Roma 1:16
1:16 Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.

Ibrani 5:9
5:9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,


Apa maksud kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia ini? Jawaban yang umum diberikan dengan cepat oleh seorang Kristen adalah bahwa kedatangan-Nya adalah untuk menyelamatkan umat manusia. Itu benar, tetapi kalau lantas ditanyakan bagaimana mekanisme proses penyelamatan tersebut, tidak banyak orang yang mengerti.

Jika kita mau memahami apa sebenarnya maksud inti kedatangan-Nya ke dalam dunia, kita kita akan tertumbuk dua hal yang sangat penting. Pertama, Ia datang untuk membuka pikiran manusia agar mengenal hikmat dari Allah. Hikmat itu seperti buku pentunjuk untuk menyelenggarakan hidup sebagai manusia yang diperkenan oleh Allah. Untuk itu Tuhan Yesus mengajar dan memberi teladan nyata bagaimana seharusnya seseorang hidup dalam kebenaran dan kesucian Allah. Itulah sebabnya Ia tidak sekadar turun ke bumi untuk disalib, tetapi juga mengajar selama sekitar tiga setengah tahun. Yang diajarkan Yesus dan seluruh kehidupan-Nya itulah yang disebut Injil, sebab dari pengajaran-Nya dan hidup-Nya yang dipersembahkan bagi Bapalah kita memperoleh keselamatan (Rm. 1:16). Memahami hal ini membuat kita akan sangat menghargai Injil yang kita miliki dengan mempelajarinya secara serius. Maka kalau ada orang Kristen yang tidak mengerti Injil, sesungguhnya itu berarti ia tidak memiliki keselamatan.

Kedua, kedatangan-Nya ke dalam dunia adalah untuk membuktikan bahwa ada manusia yang bisa taat kepada Bapa di Sorga dalam kebenaran dan kesucian yang sesungguhnya (Flp. 2:5-10). Ketaatan itulah yang “meluluskan” dirinya sebagai Pokok Keselamatan bagi mereka yang taat (Ibr. 5:9). Bagi mereka yang taat artinya bagi mereka yang meneladani ketaatan-Nya.

Jadi harus diingat bahwa keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya. Tuhan Yesus adalah model manusia yang sesuai dengan kehendak Bapa. Dengan demikian keselamatan itu tidak akan bisa dialami atau diterima oleh orang yang tidak mau memahami kebenaran yang Tuhan ajarkan dan tidak mau mengenakan cara hidup Tuhan Yesus. Keselamatan bukan sekadar mengenakan status sebagai seseorang yang beragama Kristen.

Percaya kepada Tuhan Yesus bukanlah sekadar mengaku bahwa Ia adalah Tuhan, tetapi menjalani kebenaran dan cara hidup-Nya. Pernyataan serupa ini menghiasi seluruh Injil, tapi sedih sekali, banyak orang Kristen mengabaikannya. Mari kita kembali kepada Injil yang benar, agar kita tidak terjerembab ke dalam kebodohan yang membinasakan.


Keselamatan hanya dialami oleh orang yang mau memahami kebenaran dan cara hidup Tuhan Yesus.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Hikmat Yang Mendatangkan Kemuliaan


Renungan Harian Virtue Notes, 10 Januari 2012
Hikmat Yang Mendatangkan Kemuliaan


Bacaan: Matius 6:21-23

6:21 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.
6:22 Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;
6:23 jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.


Hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita (1Kor. 2:7). Pertanyaan yang bisa muncul dalam mengamati teks ini adalah mengapa hikmat itu bisa mendatangkan kemuliaan bagi orang percaya.

Jawabannya, hikmat dari Allah itu membuka pikiran sehingga memberi pengertian. Pengertian inilah yang harus dimiliki setiap orang percaya. Ingat Tuhan Yesus berkata, “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.” (ay. 22–23) Mata yang dimaksud Tuhan disini bukanlah mata fisik, melainkan mata hati yaitu pengertian. Kalau seseorang memiliki pengertian maka ia berjalan dalam terang, artinya hidup sesuai dengan keinginan Tuhan. Berjalan dalam terang bukan sekadar berarti tidak hidup dalam pelanggaran moral, tetapi mengerti apapun yang Tuhan kehendaki berkenaan dengan hidupnya dan melakukannya. Kehidupan seperti inilah yang benar-benar memuaskan hati Tuhan.

Dengan memiliki pengertian yang benar, maka seseorang akan mengarahkan hidupnya kepada tujuan yang benar. Tuhan menyatakan bahwa dimana seseorang merasa memiliki harta disitulah hatinya berada (ay. 21). Dalam hal ini kita bisa mengerti mengapa begitu sukar seseorang semakin menjadi rohani, artinya meninggalkan percintaan dunia dan tidak materialistis. Ini sebab mereka tidak mempertajam pengertiannya dengan belajar kebenaran Firman Tuhan. Sebaliknya mereka memasukkan racun dunia ini ke dalam pikiran mereka, sehingga menjadi semakin bebal dan buta terhadap kebenaran Allah. Sampai tingkatan tertentu mereka tidak bisa lagi dididik untuk mengenal kebenaran yang murni. Mereka menjadi orang-orang yang keracunan tetapi tidak menyadari keadaan yang membahayakan tersebut. Akhirnya mereka akan binasa.

Ini kebalikan dari orang yang mengenal hikmat Tuhan dan terus bertumbuh dalam pengertian akan hikmat Tuhan tersebut. Hidupnya akan diwarnai oleh kebenaran hikmat Allah sehingga semakin menyenangkan hati Tuhan, sebab kebenaran yang dipahami seseorang akan mengejarnya untuk menjadi pelakunya. Bagaimanapun ia akan berubah dan berbuah, artinya semakin mengenakan kodrat ilahi. Ini menyadarkan kita, betapa berharganya Alkitab yang memuat hikmat Allah yang tak ternilai harganya.


Bertumbuh dalam hikmat Allah akan membuat kita menjadi pelaku Firman-Nya, dan inilah kriteria anak-anak Allah yang layak dimuliakan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger