Renungan Harian Virtue Notes, 15 Januari 2012
Untuk Siapa Kita Hidup
Bacaan: Mazmur 143:10
143:10 Ajarlah aku melakukan
kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu
menuntun aku di tanah yang rata!
Pertaruhan hidup bukan berbicara mengenai apa
profesi kita dan apa yang kita kerjakan dalam hidup ini; namun pertaruhan hidup
berbicara mengenai kepada siapa kita tujukan segala sesuatu yang kita lakukan
selama kita hidup di dunia ini. Kalimat singkatnya adalah, untuk siapa kita
hidup. Adalah mudah berkata kita hidup bagi Tuhan, khususnya bagi mereka yang
memberi diri melayani pekerjaan Tuhan di gereja. Tetapi apakah benar-benar
seseorang tidak memiliki kepentingan di balik pelayanan yang dilakukannya tersebut?
Itu yang patut dipertanyakan.
Apa yang dikerjakan manusia
di depan manusia lain penuh intrik-intrik dan manipulasi. Banyak orang yang
tidak bisa dengan tulus menjawab untuk siapa kita hidup. Pertanyaan ini bisa
dianggap mengada-ada, bahkan mungkin dianggap lelucon. Padahal jawaban
pertanyaan ini akan sangat menentukan bagaimana nasib kekal kita. Kalau seseorang melangkah salah menujukan
tujuan hidupnya, berarti ia menjerumuskan diri kepada kehidupan yang terpisah
dari Tuhan. Orang yang hendak bersama dengan Dia di kekekalan harus menujukan
segenap hidupnya bagi Tuhan.
Bagi banyak orang, sebelum
Tuhan mencelikkan mata pengertiannya mengenai kebenaran yang murni yang
menguduskan motivasi hidupnya, ia berpikir bahwa ia sedang melayani Tuhan. Dalam
pengertian banyak orang, melayani Tuhan adalah melakukan pekerjaan seorang
pendeta atau full timer di gereja. Apalagi kalau seseorang sudah menjadi
pendeta atau full timer, ia tentu merasa sedang hidup bagi Tuhan. Tetapi yang
patut direnungkan adalah, sungguhkah ia hidup hanya untuk menyenangkan dan
memuaskan hati Tuhan, dan selain itu tidak ada agenda apa-apa lagi? Jika masih
ada keinginan lain, berarti masih meleset dalam menggarap lahan hatinya. Demikian
pula dengan orang yang bukan full timer di gereja; jika ia hidup untuk
memuaskan dirinya sendiri dan bukan Tuhan, tentu ia meleset.
Kunci
untuk menggarap lahan hati kita dimulai dari satu kesediaan untuk mengakui
bahwa kita dihadirkan dalam dunia ini bukan untuk melakukan apa pun, kecuali
melakukan kehendak Tuhan.
Tidak ada kesenangan
yang boleh kita miliki dan nikmati kecuali melayani kehendak-Nya dan memuaskan
hati-Nya. Ini tidak berbicara mengenai profesi apa yang kita
sandang dan jenis perbuatan apa yang kita lakukan untuk memuaskan hati-Nya,
tetapi berbicara mengenai kepekaan untuk mengerti apa yang baik menurut
pemandangan mata-Nya dari segala hal yang kita pikiran, renungkan, ucapkan dan
lakukan. Dengan kepekaan itu kita bisa menjawab untuk siapa kita hidup. Bukan
di bibir saja, tetapi terbukti dengan perbuatan.
Kunci untuk menggarap lahan hati kita dimulai dari
kesediaan untuk mengakui bahwa kita hidup hanya untuk melakukan kehendak Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar