RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Why Not The Best?

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Juli 2010

Why Not The Best?


Bacaan : 2 Korintus 5:11–21



5:11 Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang. Bagi Allah hati kami nyata dengan terang dan aku harap hati kami nyata juga demikian bagi pertimbangan kamu.

5:12. Dengan ini kami tidak berusaha memuji-muji diri kami sekali lagi kepada kamu, tetapi kami mau memberi kesempatan kepada kamu untuk memegahkan kami, supaya kamu dapat menghadapi orang-orang yang bermegah karena hal-hal lahiriah dan bukan batiniah.

5:13 Sebab jika kami tidak menguasai diri, hal itu adalah dalam pelayanan Allah, dan jika kami menguasai diri, hal itu adalah untuk kepentingan kamu.

5:14 Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.

5:15 Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.

5:16. Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.

5:17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.

5:18 Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami.

5:19 Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.

5:20 Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.

5:21 Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.



Karena TUHAN telah memberikan dirinya sendiri, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memberi yang terbaik bagi TUHAN. Masalahnya adalah, apakah yang terbaik itu? Yang terbaik bukan diukur dari jumlah pemberian atau persembahan. Dalam ay. 14–15, dinyatakan bahwa tidak ada persembahan yang dikatakan terbaik, kecuali semuanya harus dipersembahkan, artinya kita sudah mati, tidak ada yang tersisa pada kita. Bukan diukur pada jumlah yang diberikan, tetapi sisa yang masih di simpan untuk diri kita sendiri. Yang terbaik menyangkut sikap hati, artinya yang kita persembahkan bagi TUHAN diukur dari hati kita. Hati ini diukur dari perkenanan TUHAN atas apa pun yang kita lakukan (harus ada dalam pemerintahan TUHAN). Hati juga diukur dari kecintaan kita kepada TUHAN.


Persembahan yang terbaik kepada TUHAN adalah sikap mengembalikan kepada-NYA, bukan memancing berkat TUHAN. ALLAH menghendaki kita memberi apa yang terbaik bagi-NYA. Hal ini jelas dapat kita mengerti, sebab seharusnya DIA yang Tertinggi memang layak menerima persembahan yang terbaik. Kesediaan kita memberi yang terbaik bagi TUHAN adalah ciri kedewasaan kita dan kecintaan kita kepada TUHAN. Pemberian tanpa kerelaan pastilah pemberian palsu.


Yang terbaik juga menyangkut waktu yang tepat untuk berbuat bagi TUHAN. Persembahan yang bukan pada waktunya bisa tidak berarti. Pada waktu kita diberi kesempatan untuk mencari TUHAN dan bertobat, maka haruslah kita gunakan kesempatan ini sebaik mungkin. TUHAN Yesus mengatakan, “Bekerjalah selagi hari siang” (Yoh. 9:4). Kita harus mulai saat ini, sebab kesempatan yang diberikan TUHAN bisa berlalu dan kita kehilangan kesempatan selama-lamanya. Jangan berpikir bahwa kesempatan bisa diatur dan ditentukan oleh diri sendiri, sebab kesempatan hari ini tidak bisa ditukar dengan kesempatan hari esok. Kesempatan hari ini adalah untuk hari ini, besok bisa lain ceritanya. Maka apakah kesempatan tersebut menjadi berkat ataupun kutuk, menjadi bagian kita untuk mengarahkan pilihan kita.


Maka sebagai orang-orang yang sudah ditebus oleh-NYA, mengapa kita masih tidak mau memberikan yang terbaik? Dengan menghargai anugerah keselamatan-NYA, tidak mungkin kita tidak memberikan yang terbaik. Sekarang saatnya kita berkata dengan tulus kepada TUHAN, “Berbicaralah TUHAN, hamba-MU mendengar”.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Panggilan Memperoleh Kemuliaan

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Juli 2010
Panggilan Memperoleh Kemuliaan


Bacaan : Filipi 2:10
Miring
2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,


Tanpa disadari kita sering berpikir bahwa perintah-perintah TUHAN dalam Alkitab tidak masuk akal. Kita menganggap berlebihan, keterlaluan, atau hanya kata-kata puitis yang sekadar menghiasi halaman Alkitab. Kita tidak merasa terpanggil untuk melakukannya, bahkan kadang kita berpikir hanya orang-orang tertentu yang memiliki bagian menjadi pelaku Firman TUHAN itu secara penuh. Namun harus dicamkan bahwa ALLAH tidak pernah memberi perintah yang tidak dapat kita lakukan. Jangan mencurigai ALLAH.

Dalam ay. 5 ini, melalui Rasul Paulus, TUHAN menghendaki agar kita memiliki pikiran dan perasaan Kristus dalam hidup bersama, berjemaat, berkeluarga. Kata “pikiran dan perasaan” ini dalam teks aslinya φρονέω (fronéō), yang dalam terjemahan New International Version diterjemahkan attitude ‘sikap’. Dalam hidup bersama, yang menjadi pola tindak kita melakukan hidup bersekutu dengan manusia lain adalah sikap Kristus. Pikiran dan perasaan Kristus itu diterjemahkan melalui hidup secara konkret dalam bentuk ketaatan kepada BAPA dan kesetiaan-NYA merendahkan diri untuk kepentingan orang lain. Ini sangat berbeda dengan kebiasaan hidup manusia pada umumnya. Manusia memiliki kecenderungan memerintah, berkuasa, dihormati, disanjung, dipuji. Dari pagi sampai malam, di sepanjang umur hidupnya pada umumnya manusia hidup hanya untuk itu.

Namun sebagai anak TUHAN, yang penting adalah bagaimana hidup kita diserahkan kepada TUHAN untuk menjadi seperti anggur yang tercurah dan roti yang terpecah bagi kepentinganNYA yaitu berkat bagi orang lain. Kehidupan TUHAN Yesus yang sedemikian indah, dipecahkan dihancurkan untuk kepentingan kita bukan hanya untuk dikagumi tetapi diteladani.

Sebaiknya kita tidak memandang ini sebagai beban, tetapi kita harus memandang sebagai suatu anugerah yang luar biasa. Ini sesungguhnya adalah panggilan untuk memperoleh kemuliaan abadi yang melebihi dari segala kemuliaan yang dapat kita peroleh dalam dunia ini. Yesus merendahkan diri karenanya IA dimuliakan (ay. 9–10). Demikian pula dengan kita. Merendahkan diri serta memiliki pikiran dan perasaan Kristus akan mendatangkan kemuliaan bersama dengan Kristus (Mat. 23:12, Kol. 3:4). Dengan panggilan ini, TUHAN mempersiapkan kita memerintah bersama DIA dalam kehidupan yang akan datang nanti.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Mencapai Tingkat Yang Lebih Tinggi

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Juli 2010
Mencapai Tingkat Yang Lebih Tinggi


Bacaan : 1 Petrus 1:6–7

1:6. Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.
1:7 Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.


Kita perlu terus berusaha meraih kehidupan yang lebih tinggi. Ukuran tinggi di sini makudnya bukan lebih kaya, lebih berpendidikan, lebih terhormat, dan sebagainya. Di mata TUHAN yang dimaksud dengan “lebih tinggi” yang benar adalah lebih tinggi dalam pengenalan akan TUHAN, dan dalam persekutuan yang benar dengan-NYA.

Banyak orang merasa bahwa ia telah mengenal atau melihat kehidupan ini lebih lengkap, tetapi sebenarnya tidak. Masalahnya terletak pada pengertian bagaimana kehidupan yang lebih tinggi itu. Semakin mengenal kebenaran TUHAN, semakin tinggi tingkat kehidupan kita. Seseorang tidak mungkin memiliki kehidupan yang lebih tinggi tanpa mengenal kebenaran TUHAN. Selanjutnya seseorang harus berani dengan tulus mengasihi TUHAN lebih dari segala sesuatu. Jadi bagaimana mungkin seseorang dapat meningkatkan level rohaninya kalau tidak memiliki gairah mengasihi TUHAN lebih dari segala sesuatu? Tanpa gairah mengasihi TUHAN, maka usahanya untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi tidak lain bertujuan untuk kesombongan diri semata.

Petrus berkata, kemurnian iman jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana (1Ptr. 1:7). Karena itu untuk meningkatkan level rohani kita, kita harus memiliki iman yang murni. Iman yang murni mempunyai ciri tidak terikat dengan segala ikatan dunia dan percintaannya (1Yoh. 2:15-17). Baginya, hidup ini hanya untuk menyembah dan berbakti kepada TUHAN.

Langkah-langkah untuk mencapai kehidupan dengan tingkat yang lebih tinggi ini antara lain: Pertama, Komitmen yang utuh untuk mengikut TUHAN Yesus dengan sungguh-sungguh (Rm. 6:4). Komitmen adalah pendorong yang harus dikobarkan dalam diri setiap individu. Ini tidak bisa dipaksakan, harus lahir dari diri sendiri. Selanjutnya, dari komitmen ini, kita akan terus berusaha menggali Alkitab sebagai sumber inspirasi (Mat. 4:4). Kemudian, kita harus melalui penyangkalan diri terus-menerus. Dengan penyangkalan diri terus menerus ini, filosofi hidup kita semakin berubah, dan membuat kita semakin berpikir dan berperasaan Kristus. Jadi inilah yang perlu dilakukan untuk menuju tingkat yang lebih tinggi, tidak dapat ditawar.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Belajar Teologi Itu Berbahaya?

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Juli 2010
Belajar Teologi Itu Berbahaya?


Bacaan : Matius 28 : 16-20


28:16. Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah Rata Penuh
ditunjukkan Yesus kepada mereka.
28:17 Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu.
28:18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.
28:19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
28:20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."


Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa belajar teologi itu hanya menggunakan pikiran atau logika saja, sehingga hatinya tidak tergarap. Mereka berpikir belajar teologi itu membahayakan bagi pembentukan sikap hati. Bahkan ada sementara orang yang memberikan konotasi negatif terhadap teologi itu sendiri, dengan mengkaitkan teologi sebagai ajaran yang “sedikit menyimpang dari kebenaran Alkitab”, “hanya menggunakan otak saja”, dan lain-lain. Mereka juga lantas berucap bahwa belajar teologi membuat seseorang menjadi sombong rohani seperti orang Farisi. Tentu saja semua itu pandangan yang picik dan salah. Mereka yang memberikan tuduhan itu sendiri tanpa sadar juga sedang berteologi. Bukankah kalau seseorang berkata “ALLAH itu begini”, “ALLAH itu begitu”, ia telah berteologi? Semua orang bisa berteologi, dan memang berhak untuk itu, tetapi jika tidak memiliki dasar berteologi yang sehat, kuat dan murni, maka itu bisa sangat berbahaya.

Banyak orang yang melontarkan kritikan terhadap orang-orang yang belajar di seminari atau sekolah tinggi teologia tidak sadar bahwa mereka sendiri berteologi dan beroperasi di lingkungan pelayanan dan mengajar jemaat dengan teologinya sendiri. Beberapa dari mereka menjadi pengkhotbah kaum awam dengan tidak dibekali dasar teologi yang memadai. Namun jemaat menganggap mereka imam dan guru, menghormati dan memercayai mereka. Sekalipun ajarannya tidak berdasarkan penafsiran yang semestinya atas Alkitab, jemaat mudah menerimanya.

Janganlah kita berprasangka buruk kepada para pendeta dan teolog yang memang menekuni bidangnya. Kritikan yang menghancurkan kepercayaan dan penghormatan jemaat kepada pendeta khususnya dan jabatan-jabatan gereja pada umumnya berbahaya untuk perkembangan gereja pada masa yang akan datang. Tanpa disadari, jemaat bisa kehilangan kepercayaan terhadap hamba-hamba TUHAN yang memang berhak dan mampu mengajar dengan benar, termasuk mengajar di sekolah-sekolah teologi, juga terhadap orang-orang yang bergumul di dalamnya yang memang diberi talenta oleh TUHAN untuk menjadi pemandu jemaat mengenal Alkitab dan kebenaran-NYA.

Oleh sebab itu kita semua harus belajar teologi. Meskipun demikian, untuk itu seseorang tidak harus masuk sekolah tinggi teologi, tetapi tekun giat menggali kebenaran Firman TUHAN melalui berbagai sarana. Rajinlah menggali Alkitab, membaca buku-buku rohani yang bermutu, dan mendengarkan khotbah-khotbah yang menyampaikan Firman yang murni, maka teologi kita akan sehat dan murni. Begitu pula untuk para hamba TUHAN di gereja, diharapkan menjadi alat TUHAN yang efektif untuk menyampaikan kebenaran Firman TUHAN yang murni, menjadi sahabat jemaat dalam memberikan pemahaman-pemahaman yang sehat akan Firman TUHAN.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Apakah Teologi Itu?

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Juli 2010
Apakah Teologi Itu?

Bacaan : Lukas 2 : 41–52

2:41. Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah.
2:42 Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.
2:43 Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya.
2:44 Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.
2:45 Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.
2:46 Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka.
2:47 Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.
2:48 Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau."
2:49
Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"
2:50 Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka.
2:51 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
2:52 Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.


Kita sudah sering mendengar kata teologi, tetapi sedikit yang mengetahui arti yang sebenarnya. Teologi adalah gabungan dari dua kata Yunani, yaitu Theós (θεός) dan lógos (λόγος). Theós artinya ALLAH, dan lógos artinya perkataan, ucapan, ilmu, pengetahuan atau pengertian. Maka teologi dapat diartikan sebagai ucapan tentang ALLAH, Firman tentang ALLAH, atau pengetahuan tentang ALLAH. Dalam arti sempit, teologi artinya ilmu tentang ALLAH, sedangkan dalam arti luas teologi adalah studi tentang keberadaan ALLAH, eksistensi pribadi-NYA, menyangkut karyakarya dan rencana-rencana-NYA untuk dipahami orang percaya sebagai pedoman atau kompas kehidupan.

Dari pemahaman inilah orang percaya seharusnya melandaskan pola berpikir, sikap hidup dan segala keputusannya. Dengan demikian maka teologi adalah pilar kehidupan yang sangat menentukan kualitas hidup seseorang. Untuk itu teologi yang benar adalah yang berbasis pada ekstraksi yang murni dan benar dari Alkitab, sejajar dengan pengenalan akan TUHAN.

Perlu diketahui bahwa sebagai manusia, Yesus sendiri juga harus melalui proses mempelajari teologi. Lukas mencatat ketika berusia 12 tahun, Ia tertinggal di Bait ALLAH, mendengarkan dan bertanya kepada para alim ulama. Yesus bukan mau menguji para alim ulama. Keadaan tanya jawab yang digambarkan Lukas memang lazim terjadi saat itu. Itu membuktikan bahwa Yesus memang mau tahu.

Sangat disayangkan terdapat persepsi yang salah mengenai teologi. Ada orang yang berpandangan bahwa teologi adalah ilmu yang sulit dipahami, sehingga umumnya orang Kristen awam akan menolak atau resisten begitu mendengar kata teologi. Mereka menganggap bahwa teologi ada di kursi gading di mana yang bisa mencapai ke sana hanyalah para manusia yang “cerdik” yang sudah mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah tinggi teologi.

Ada lagi orang-orang yang beranggapan bahwa teologi hanya dapat dipahami oleh mereka yang memiliki karunia khusus. Tentu saja pandangan ini salah. Di samping itu dikesankan juga bahwa yang dapat mengenal rahasia TUHAN adalah hanya mereka yang memiliki pengalaman khusus dengan TUHAN. Ini justru dapat membangun mental block, di mana orang merasa tidak akan mampu memahami Alkitab. Mereka sudah menyerah sebelum berperang, mundur sebelum bertanding. Teologi tidak hanya diajarkan di sekolah Alkitab atau Sekolah Tinggi Teologia, tetapi seharusnya diajarkan di gereja bagi semua orang yang mengaku murid Kristus.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Kebaikan Yang Relatif

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Juli 2010
Kebaikan Yang RelatifRata Penuh


Bacaan : Kejadian 4 : 1–7

4:1. Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN."
4:2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani.
4:3. Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan;
4:4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,
4:5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.
4:6. Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?
4:7 Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."


Banyak teolog menyatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat kebaikan sama sekali setelah jatuh dalam dosa. Benarkah ini? Sebenarnya tidak tepat demikian. Setelah jatuh ke dalam dosa, manusia memang tidak mampu melakukan perbuatan baik yang ideal atau mutlak, tetapi manusia masih bisa melakukan apa yang baik dalam ukuran yang relatif dan subjektif. Itu sudah cukup bisa membuat mereka “melakukan kehendak TUHAN yang terbatas”.

TUHAN berkata kepada Kain, “…Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” (ay. 7) Perhatikan perkataan “engkau harus berkuasa atasnya”. Kata “berkuasa” dalam teks aslinya adalah מָשַׁל (mâshal) yang artinya “mempunyai kuasa atas”, “memerintah”. Jadi manusia masih bisa berkuasa atas dosa, atau masih bisa melakukan hal-hal yang baik dalam ukuran yang relatif dan subjektif.

Sebagai contoh, Henokh adalah seorang anak manusia yang tentu telah mewarisi kodrat dosa dari Adam, tetapi di hadapan TUHAN ia masih dianggap memenuhi kriteria untuk menjadi sahabat TUHAN, sehingga ia diangkat oleh TUHAN (Kej. 5:24). Demikian juga dengan Elia (2Raj. 2:11) dan kemungkinan besar juga Musa, karena dikatakan kuburnya tidak diketahui (Ul. 34:6) dan ia turun bersama Elia ketika Yesus dipermuliakan di atas gunung (Mat. 17:3). Dengan kenyataan ini kita tidak bisa mengatakan bahwa manusia mengalami kerusakan total, tetapi memang manusia tidak mampu melakukan kebaikan menurut standar TUHAN yang sempurna dan ideal.

Maka hendaknya kita tidak menghakimi bangsa-bangsa yang tidak mengenal TUHAN dan tidak tahu kehendak TUHAN yang ideal itu dengan mengenakan ukuran kehendak TUHAN yang ideal, kemudian memberi kesan seolah-olah mereka begitu rusaknya sehingga tidak layak disebut manusia lagi karena mereka memang tidak mengenal dan tidak mengetahui kehendak-NYA yang ideal. Dari zaman Adam sampai zaman Musa, sebenarnya manusia tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena tidak ada peraturan atau hukum. Musalah orang pertama yang diberi wahyu TUHAN untuk menulis Taurat-NYA. Hukum- hukum Tuhan adalah pencerminan dari keberadaan ALLAH yang Maha Kudus, tetapi hukum-hukum itu belumlah mewakili seluruh kehendak TUHAN yang sempurna melainkan hanya tutor sampai Yesus datang dan membawa kebaikan yang mutlak. Oleh sebab itu kualitas kebaikan yang dilakukan bangsa Israel masa Perjanjian Lama masih pada batas kebaikan umum, yang bisa saja juga dimiliki oleh suku bangsa lain di dunia. Kepada umat Perjanjian Lama tidak bisa dituntut untuk sempurna seperti tuntutan kepada umat Perjanjian Baru, yaitu harus baik, berkenan dan sempurna.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Apakah Kebaikan Itu?

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Juli 2010
Apakah Kebaikan Itu?

Bacaan : Kejadian 1 : 28; 2 : 15–17


1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi."

2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
2:16. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,
2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."


Ketika orang berbicara mengenai kebaikan, sulitlah untuk membuat ukurannya. Apa ukuran kebaikan itu? Biasanya, yang disebut kebaikan adalah melakukan hukum atau peraturan-peraturan yang disepakati, dipercayai dan disetujui bersama. Bila demikian, berarti kebaikan itu bisa relatif, artinya sesuai dengan konsep hukum yang disetujui dan diakui sebagai hukum yang baik. Suatu komunitas bisa mengatakan bahwa suatu tindakan itu buruk atau salah, tetapi komunitas lain bisa berkata tidak, tergantung pada konsep mereka masing-masing mengenai kebaikan itu. Jadi kebaikan tergantung pada subjeknya, bersifat sangat subjektif. Dalam hal ini sebagai anak TUHAN kita tidak bisa mengukur orang lain dengan ukuran kita, yaitu hukum kasih yang sempurna yang TUHAN kehendaki untuk kita lakukan; sebab kebaikan mutlak itu hanya bisa dilakukan oleh orang percaya yang menerima karunia kuasa untuk hidup sebagai anak-anak ALLAH.

Ketika TUHAN menciptakan Adam dan Hawa, para manusia pertama itu tidak diajar untuk melakukan suatu kebaikan, kecuali melakukan kehendak TUHAN yaitu mengelola bumi yang TUHAN ciptakan (Kej. 1:28; 2:15) dan tidak makan buah terlarang yaitu buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kej. 2:16). TUHAN tidak membuat hukum-hukum atau syariat-syariat, sebab itu tidak dibutuhkan. Manusia dalam dirinya memiliki kemampuan untuk mengerti kehendak TUHAN dan melakukannya dengan sempurna, tetapi ketika jatuh ke dalam dosa, manusia tidak mampu melakukan kebaikan yang mutlak; artinya tidak mengerti apa yang TUHAN kehendaki untuk dilakukan, manusia hidup hanya untuk menuruti hasrat dirinya sendiri. Jadi, kejatuhan manusia ke dalam dosa itu pada prinsipnya membuat manusia tidak dapat lagi mengerti kehendak TUHAN. Manusia tidak mampu memahami pikiran dan perasaan TUHAN, apalagi melakukan apa yang diinginkan TUHAN untuk dilakukan.

Akibat kejatuhan ke dalam dosa ini juga dapat dikatakan sebagai kerusakan. Artinya, manusia tidak mampu melakukan kehendak TUHAN yang ideal, sebab mereka tidak tahu apa kehendak TUHAN yang ideal itu. Setelah kita menerima anugerah keselamatan melalui TUHAN Yesus lah kita dipulihkan, sehingga kita disanggupkan untuk menerima perintah TUHAN Yesus, bahwa kita harus sempurna, sebab BAPA kita di Surga adalah sempurna (Mat. 5:48). Itulah kebaikan mutlak yang harus dikejar oleh setiap umat Perjanjian Baru, yaitu melakukan kehendak TUHAN: apa yang baik, yang berkenan kepada ALLAH, dan yang sempurna (Rm. 12:2).



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Manusia Termostat

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Juli 2010
Manusia Termostat

Seri : Dua Jenis Manusia


Bacaan : 1 Petrus 2 : 9

2:9 Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:


Orang yang berkualifikasi masuk kelompok manusia termostat sangat sedikit. Mereka adalah kelompok manusia yang tidak terpengaruhi oleh pola pikir dan pola tindak manusia disekitarnya. Walaupun secara lahiriah cara hidupnya kelihatannya sama, tetapi warna batinnya berbeda. Mengapa mereka tidak bisa dipengaruhi oleh dunia sekitarnya? Sebab mereka telah bertumbuh dalam kedewasaan rohani yang benar. Pertumbuhan kedewasaan rohani tersebut berawal dari pembaruan pikiran (Rm. 12:2). Pembaruan ini dimaksudkan agar kehidupan orang percaya tidak sama dengan dunia ini. Dalam hal ini setiap anak TUHAN harus belajar kebenaran Firman TUHAN terus-menerus untuk mengalami pembaruan pikiran.

Manusia termostat tidak dapat dipengaruhi dunia sekitarnya, tetapi memengaruhi dunia sekitarnya. Hidup mereka telah dipengaruhi begitu rupa oleh TUHAN, dan orang yang telah dipengaruhi oleh TUHAN adalah orang-orang yang dapat memengaruhi orang lain. Proses dipengaruhi TUHAN adalah proses panjang; tidak ada proses cepat atau kilat. Dalam hal ini dibutuhkan ketekunan untuk menjadi berbeda dengan dunia sekitarnya. Untuk memiliki pribadi yang dipengaruhi oleh TUHAN sehingga sewarna dengan TUHAN membutuhkan proses yang benar-benar panjang. Orang yang mau dipengaruhi TUHAN pikirannya harus dibuka selebar-lebarnya untuk dipenuhi oleh kebenaran Firman TUHAN.

Dari pertumbuhan kedewasaan rohani tersebut, manusia termostat telah mati bagi dirinya sendiri. Orang yang telah mati bagi dirinya sendiri dan hidup bagi TUHAN sepenuhnya adalah orang yang dapat memengaruhi orang lain. Orang yang masih hidup bagi dirinya sendiri tidak akan dapat memengaruhi orang lain, tetapi dipengaruhi dunia sekitarnya. Ikan yang hidup di laut yang asin tidak menjadi asin, tetapi kalau ikan tersebut mati, maka menjadi asin.

Kedewasaan rohani akan membangun kepribadian yang kuat. Kepribadian yang kuat ini tidak diatur atau dikendalikan oleh lingkungannya. Kepribadian yang kuat diimpartasi dari kepribadian Kristus sendiri, kepribadian yang dapat berfungsi sebagai terang dan garam dunia. Ibarat garam, ini garam yang benar-benar asin; ibarat lampu, ini lampu yang terangnya ribuan watt, sampai menyilaukan. Inilah yang dimaksudkan TUHAN bahwa kita harus memberitakan perbuatan baik TUHAN yang membawa kita keluar dari kegelapan ke dalam terang-NYA yang ajaib (1 Ptr. 2:9).



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Manusia Termometer

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Juli 2010
Manusia Termometer

Seri: Dua Jenis Manusia


Bacaan : 1Yohanes 2 : 16


2:16 Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.


Apapun dalam kehidupan seorang manusia akan memberi pengaruh kepada lingkungannya. Masalahnya adalah pengaruh apakah yang dipancarkan, positif atau negatif. Ini sejajar dengan kenyataan bahwa hanya ada dua jenis manusia, yaitu manusia yang dipengaruhi dunia, yang disebut sebagai manusia termometer, dan jenis manusia yang tidak dipengaruhi dunia tetapi memengaruhi dunia dengan pengaruh positif, disebut sebagai manusia termostat.

Pada umumnya sebagian besar manusia termasuk kelompok manusia termometer dan hidup sebagai korban atau tawanan lingkungan. Mereka hidup sebagai orang-orang yang dipengaruhi oleh lingkungannya, seperti termometer mengikuti suhu udara disekitarnya. Mereka melakukan apa yang orang lain lakukan, membeli apa yang orang lain beli, merasa harus memiliki apa yang orang lain miliki, berpola pikir dan berpola tindak seperti orang di sekitarnya.

Oleh karena dunia telah diwarnai oleh kuasa kegelapan dan dikuasai olehnya maka warna dunia adalah warna hidup manusia yang akan binasa bersama dengan kuasa kegelapan. Dunia ini adalah kerajaan kuasa kegelapan yang mempersiapkan manusia menuju api kekal. Untuk persiapannya, manusia dipengaruhi oleh pola pikir dan pola hidup yang bertentangan dengan kehendak TUHAN. Ternyata untuk masuk neraka pun perlu persyaratan: orang suci tidak diperkenankan masuk neraka, tetapi orang berdosa yang rusaklah yang diperkenankan masuk ke sana. Neraka tidak sanggup menyambut orang kudus, sebagaimana Surga tidak akan menyambut orang berdosa yang tidak bertobat.

Kelompok orang yang dipengaruhi dunia sekitarnya adalah orang yang dimaksud dalam 1Yoh. 2:16: orang-orang yang hidup dalam keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup. Orang-orang seperti ini pada akhirnya akan menjadi antek kuasa kegelapan yang memengaruhi orang lain agar memiliki pola pikir dan pola tindak seperti yang mereka telah lakukan. Mereka menjadi alat iblis untuk menambah jumlah orang ke neraka. Merekalah duta-duta kerajaan kegelapan yang tanpa disadari telah menghamba kepada lucifer untuk melakukan kehendaknya. Kalau anak-anak TUHAN harus masuk proyek penyelamatan, tetapi mereka masuk kedalam proses pembinasaan. Marilah kita renungkan, masihkah kita dipengaruhi oleh dunia?


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Kemampuan Untuk Berbuah

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Juli 2010
Kemampuan Untuk Berbuah

Bacaan : Galatia 5 : 22–23

5:22 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
5:23 kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.


TUHAN memberikan kuasa atau kemampuan bagi kita untuk berbuah. Ini diperuntukkan bagi pelayanan—baik pelayanan keluar atau penginjilan maupun pelayanan ke dalam. Dengan demikian maka gereja yang tidak memiliki kuasa Roh Kudus karena merasa tidak membutuhkanNYA dan tidak menghormatiNYA tidak akan bertumbuh, baik secara kuantitas maupun kualitas, karena Roh Kudus yang menolong kita untuk berbuah.

Kita harus dapat membedakan antara buah dan karunia. Karunia diberikan TUHAN tanpa melalui waktu dan pergumulan yang panjang, sementara buah dianugerahkan TUHAN kepada kita melalui sebuah pergumulan dan proses yang panjang, tidak dalam sekejap. Sebagai ilustrasi, ketika kita menanam sebuah pohon mangga, perlu waktu yang panjang sampai pohon itu berbuah. Tidak mungkin kita menanam biji mangga lalu besok paginya sudah berbuah.

Dalam hal ini perlu diketahui arah pelayanan pelepasan yang salah, yang mencoba menciptakan buah secara instan. Misalnya, orang mencoba membuang karakter yang tidak dewasa melalui pelayanan pelepasan agar dengan instan menjadi dewasa. Disebut mengusir roh malas, roh kebodohan, roh pelupa, dan sebagainya. Sesungguhnya tidak demikian, karena untuk menjadi dewasa, yang dibutuhkan bukan pelepasan melainkan bimbingan yang terus-menerus kepada seseorang, untuk melepaskan orang tersebut dari karakternya yang belum dewasa. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, “ALLAH turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan… serupa dengan gambaran Anak-NYA” (Rm. 8:28–29). Yang dimaksud dengan kebaikan disini menunjuk kepada kepribadian yang serupa dengan Yesus, yaitu kepribadian yang penuh dengan buah Roh.

Perlu diketahui bahwa dalam Gal. 5:22–23 ditulis “buah Roh”, bukan “buah-buah Roh”. Dalam bahasa aslinya, kata buah (καρπὸς, karpós) ditulis dalam bentuk tunggal (singular). Jadi meskipun ditulis berbagai kebajikan yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri, itu semua merupakan satu paket. Roh Kudus hanya menghasilkan satu jenis buah, yaitu kepribadian yang serupa dengan Kristus. Seluruh kebajikan yang ada dalam buah Roh harus ada dalam hati orang yang mempunyai Roh Kudus. Namun karena disebut buah, proses untuk menumbuhkannya membutuhkan waktu. Karena itu bersabarlah mempelajari kebenaran sehingga buah Roh nyata dalam kehidupan kita, yaitu menampilkan pribadi Kristus.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Saksi Yang Benar

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Juli 2010
Saksi Yang BenarRata Penuh

Bacaan : Roma 8 : 12–17

8:12 Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.
8:13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.
8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.
8:15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
8:17. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.


Sering kita menyebut ALLAH sebagai BAPA. Tahukah kita bahwa yang menjadikan kita anak-anak ALLAH ialah Roh Kudus? Kata “menjadikan” dalam ayat 15 dalam bahasa aslinya ditulis υἱοθεσία (híothesia), artinya “mengangkat menjadi anak” atau “mengadopsi”. Jadi pengertiannya adalah, hanya kalau Roh Kudus diam di dalam diri kita, barulah sebutan “BAPA” yang kita ucapkan dan tujukan kepada ALLAH itu diterima-NYA.

Roh kita sendiri memang ditaruh oleh ALLAH, dan roh kita juga mengatakan bahwa kita adalah anak ALLAH. Tetapi kesaksian kita sendiri sebagai satu orang adalah lemah; karena itu kita memerlukan saksi lain. Dan syukurlah bahwa kita memiliki yang jauh lebih besar, yang mengadopsi kita, dan mengangkat kita sebagai anak-anak ALLAH. Dialah Roh Kudus. Pertama, Roh Kudus menyaksikan kepada diri kita bahwa kita adalah anak ALLAH yang sudah dimiliki oleh-NYA. Karena IA membawa kita kepada segala kebenaran, IA mengonfirmasikan kepada roh kita, bahwa kita sudah diadopsi oleh ALLAH. Kedua, IA juga bersaksi bersama-sama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak ALLAH. IAlah Saksi yang benar dan tak tergoyahkan oleh siapa pun, termasuk iblis.

Maka dengan memiliki Roh Kudus, barulah kita sah sebagai milik ALLAH. Kalau kita memanggil ALLAH sebagai BAPA, barulah panggilan tersebut sah pula. Itulah sebabnya di dalam Ef. 1:13, Roh disebutkan sebagai meterai (σφραγίζω, sfrayizō). Jadi pernyataan bahwa “jika seseorang tidak memiliki Roh Kudus, ia tidak akan masuk ke dalam kerajaan Surga” adalah benar. Tetapi ini jangan lantas dipelintir menjadi “bila orang tidak berbahasa Roh, ia tidak akan masuk Surga”.

Pemeteraian oleh Roh Kudus ini memiliki peran yang sangat khusus dan istimewa. Sesungguhnya inilah yang disebut dengan “baptisan Roh Kudus” itu (1Kor. 12:13; Ef. 4:3–6), di mana setiap orang percaya diikat dalam persekutuan menjadi satu tubuh oleh baptisan. Baptisan inilah yang menempatkan orang percaya dalam Kristus.

Maka sediakan diri kita untuk dipimpin oleh Roh Kudus dalam segala kehidupan kita. Sebagai Saksi yang benar, IA meneguhkan status kita sebagai anak-anak ALLAH, sehingga dalam pimpinannya kita tidak akan goyah dalam menghadapi tantangan dan serangan dari pasukan si jahat. Oleh Roh Kuduslah kita berani berseru kepada ALLAH, “Ya ABBA, Ya BAPA.”


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Adimitra Kita

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Juli 2010
Adimitra Kita

Bacaan : Yohanes 7 : 37–39

7:37. Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!
7:38 Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup."
7:39 Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.


Pokok pembicaraan mengenai Roh Kudus sering dimunculkan oleh gereja, apalagi beberapa orang menjuluki abad sekarang ini sebagai Abad Roh Kudus. Mungkin kita sudah bosan membahas mengenai Roh Kudus. Tetapi patutkah kita bosan? Patut diingat bahwa selama bumi ini masih berputar dan anak-anak Tuhan masih mengembara di dunia ini, peranan Roh Kudus mutlak dibutuhkan. Oleh sebab itu sangatlah tepat kalau kita kembali merenungkan Firman TUHAN berkaitan dengan peranan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya, di mana Roh Kudus menjadi Adimitra kita, sumber hidup berkelimpahan.

Sesungguhnya Roh Kudus ialah suatu pribadi, artinya bertindak sebagai cara eksistensi yang ketiga dalam hakikat ALLAH yang Esa. Roh Kudus sehakikat atau sama hakikat dengan ALLAH (homo usios). Oleh sebab itu kita harus menanggapi dan menerima-NYA sebagai pribadi yang hidup dan menghormatinya.

Alkitab membuktikan bahwa Roh Kudus adalah suatu pribadi. Ini tampak dari beberapa ciri-ciri yang ditampilkan: IA memiliki kehendak (1Kor. 12:11); IA mempunyai pikiran (Rm. 8:27); IA mempunyai pengetahuan dan menyelidiki segala sesuatu (1Kor. 2:10–11); IA memiliki perasaan, sebab IA dapat berdukacita (Ef. 4:30), dan lain sebagainya. Roh Kudus juga melakukan banyak hal sebagaimana suatu pribadi bertindak dan berbuat, misalnya, IA memimpin orang percaya kepada kebenaran (Yoh. 16:13); IA melakukan mukjizat-mukjizat (Kis. 8:39); IA menginsafkan orang akan dosa (Yoh. 16:8); IA membantu kita berdoa (Rm. 8:26) dan lain sebagainya.

Dari ayat pembacaan Alkitab di atas kita temukan bahwa Roh Kudus mengalirkan aliran-aliran air hidup, sehingga IA menjadi sumber kehidupan yang berkelimpahan. Tetapi masalahnya di sini adalah kelimpahan yang bagaimanakah? Untuk itu mari meneliti peranan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya pada paragraf sebelumnya agar kita mengerti makna kelimpahan yang dimaksud. Roh Kudus memberikan kelimpahan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu hidup yang berkualitas di dalam TUHAN, yang memampukan manusia untuk bersekutu dengan TUHAN. Kelimpahan ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelimpahan duniawi yang fana (tidak kekal).


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Kewaspadaan Level Tinggi

Renungan Harian Virtue Notes, 19 Juli 2010
Kewaspadaan Level Tinggi

Bacaan : Galatia 5:19–21, 26

5:19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,
5:20 penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah,
5:21 kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

5:26 dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki.


Dewasa ini dapat kita jumpai orang-orang yang menyebut dirinya hamba TUHAN tanpa sadar mencari penghormatan, termasuk melalui aktivitas dalam gereja. Biasanya karunia yang dikejar atau diburu bertujuan agar ia mendapat pengultusan. Orang-orang seperti ini hanya mengajarkan “siapa kita di dalam DIA, bukan siapa DIA di dalam kita”. Maksudnya, banyak orang yang mengajarkan kita berharga di mata-NYA, kita diberkati oleh-NYA, tapi tidak atau -setidaknya- kurang mengajarkan bahwa DIA adalah TUHAN dan Penguasa Tunggal bagi kita. Ada juga pelayan TUHAN yang memanfaatkan demonstrasi Roh Kudus untuk publisitas dirinya. Pada prinsipnya inilah pembangunan Menara Babel terselubung yang harus kita waspadai, karena irama jiwa yang sesat seperti ini akan menguasai kehidupan orang percaya. Ini lebih berbahaya dibandingkan dengan manifestasi iblis secara fisik yang dapat diatasi dengan mudah.

Ciri-ciri lain dari orang yang tidak mengakui otoritas TUHAN adalah merasa kurang lengkap tatkala orang lain tidak menghormatinya, atau kurang menaruh penghargaan terhadapnya. Inilah sikap angkuh yang teridap dalam kehidupan banyak orang. Biasanya disertai dengan keinginan menuntut orang lain memberi penghargaan, sampai tingkat tertentu menjadi gila hormat (ay. 26). Yohanes membahasakannya sebagai “keangkuhan hidup” (1 Yoh. 2:16).

Irama jiwa yang berhasrat menjadi orang terhormat rupanya merupakan dosa warisan yang melekat dalam setiap individu. Itulah sebabnya banyak orang tidak mampu melayani orang lain dengan benar; banyak orang menghalalkan segala cara demi nama baik, kredibilitas dan reputasinya. Orang yang gila hormat cenderung selalu curiga terhadap orang-orang di sekitarnya. Ia curiga bahwa di belakangnya ia digosipkan, dikata-katai hal yang buruk, nama baiknya terancam, dan lain sebagainya. Dalam tingkat tertentu ini bisa tergolong sebagai kelainan jiwa, yang biasa disebut megalomania.

Sudah saatnya kita mengejar status perwira di mata TUHAN, bukan di mata manusia. Sudah saatnya kita menjadi orang-orang yang berkarya dahsyat bagi TUHAN, tetapi rela menyembunyikan diri dari elu-elu manusia, agar kehormatan TUHAN jangan terkurangi atau tercuri oleh kita. Sudah saatnya kita tidak menarik perhatian orang kepada diri kita, tetapi menarik perhatian kepada Sang Maharaja yang akan datang. Ini saatnya kita membangun bukan gereja atau organisasi yang besar yang membuat orang terkagum-kagum, melainkan membangun manusia yang besar di hadapan TUHAN. Lagipula arti dari gereja sebenarnya ialah kumpulan orang percaya yang memberi kemuliaan bagi nama TUHAN jua.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, sesuai ijin penerbit.
Read more
0

Memiliki Perasaan Terancam

Renungan Harian Virtue Notes, 18 Juli 2010
Memiliki Perasaan Terancam

Bacaan : 1 Samuel 18 : 6–12

18:6. Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing;
18:7 dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa."
18:8 Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: "Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya."
18:9 Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud.
18:10 Keesokan harinya roh jahat yang dari pada Allah itu berkuasa atas Saul, sehingga ia kerasukan di tengah-tengah rumah, sedang Daud main kecapi seperti sehari-hari. Adapun Saul ada tombak di tangannya.
18:11 Saul melemparkan tombak itu, karena pikirnya: "Baiklah aku menancapkan Daud ke dinding." Tetapi Daud mengelakkannya sampai dua kali.
18:12. Saul menjadi takut kepada Daud, karena TUHAN menyertai Daud, sedang dari pada Saul Ia telah undur.


Saul merupakan raja Israel, tetapi ketika seorang anak muda dari kota kecil Betlehem bernama Daud berhasil mengalahkan Goliat, ia merasa terancam. Ia iri ketika Daud mendapat kehormatan yang lebih besar daripadanya. Ini karena Saul takut jabatan raja yang dipegangnya suatu hari akan jatuh ke tangan Daud (ay. 8).

Yang terjadi dalam diri Saul ini jelas merupakan gambaran mengenai fenomena kecacatan karakter manusia. Pada gilirannya akan timbul sikap tidak mengakui karunia yang dipercayakan TUHAN kepada masing-masing orang. Biasanya orang seperti ini sangat mudah memandang negatif orang lain, di sisi lain ia selalu berusaha membenarkan diri dengan segala argumentasi dan alasan. Sampai tingkat ekstrem, ia berani mencela dan memfitnah orang lain tanpa dasar lain kecuali tidak mau disaingi.

Cacat karakter seperti kedengkian Saul terhadap Daud ini juga masih terjadi sampai saat ini. Di kantor, ada orang yang tidak rela kalau rekan kerjanya lebih berprestasi. Ia kemudian berusaha menghalalkan segala cara untuk menjegal keberhasilan rekan kerjanya tersebut. Di lingkungan gereja, ada pendeta yang iri kalau pendeta lain menjadi lebih populer daripadanya. Karena itu di hadapan jemaat ia berusaha mencitrakan dirinya sebagai lebih suci, lebih berkarunia, lebih dekat TUHAN, dan sebagainya. Akhirnya, pekerjaan TUHAN jugalah yang dikorbankan. Bukankah ini memalukan? Orang-orang ini dengki karena merasa dirinya terancam atas keberhasilan orang lain.

Ini berbeda dengan kalau kita harus membenturkan hal yang benar dengan yang salah. Jika seorang rekan kerja kita melakukan kecurangan yang merugikan perusahaan, apabila kita harus melaporkannya, itu karena integritas kita, bukan karena kita takut disaingi olehnya. Jika ada hamba TUHAN yang menyampaikan ajaran yang tidak Alkitabiah, kita tidak perlu takut mengatakan bahwa itu salah. Itu bukan karena kita tidak suka terhadap hamba TUHAN itu, melainkan karena kita memegang hanya kebenaran Firman yang murni. Alkitab sendiri mengecam ajaran yang tidak Alkitabiah (Gal. 1:9). Hanya yang harus diperhatikan adalah cara mengatakannya, sebisa mungkin untuk elegan.

Perasaan terancam atas keberhasilan atau sukses orang lain ini adalah salah satu ciri-ciri orang yang tidak mengakui otoritas TUHAN. Orang yang mengakui otoritas TUHAN akan menerima ajaran Alkitab, bahwa kita harus menganggap orang lain lebih penting dan lebih utama dari diri kita (Flp. 2:3–4). Marilah saling menasihati dalam kasih.
Read more
0

Mengakui Otoritas TUHAN

Renungan Harian Virtue Notes, 17 Juli 2010
Mengakui Otoritas TUHAN

Bacaan : 2 Korintus 5 : 11–21

5:11 Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang. Bagi Allah hati kami nyata dengan terang dan aku harap hati kami nyata juga demikian bagi pertimbangan kamu.
5:12. Dengan ini kami tidak berusaha memuji-muji diri kami sekali lagi kepada kamu, tetapi kami mau memberi kesempatan kepada kamu untuk memegahkan kami, supaya kamu dapat menghadapi orang-orang yang bermegah karena hal-hal lahiriah dan bukan batiniah.
5:13 Sebab jika kami tidak menguasai diri, hal itu adalah dalam pelayanan Allah, dan jika kami menguasai diri, hal itu adalah untuk kepentingan kamu.
5:14 Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.
5:15 Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
5:16. Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.
5:17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.
5:18 Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami.
5:19 Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.
5:20 Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.
5:21 Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.


Sebagai umat, kita harus berbakti kepada TUHAN. Seluruh hidup kita harus diabdikan kepada-NYA. Kurang dari itu berarti kita tidak rela TUHAN duduk di takhta kehidupan kita, atau dengan kata lain, kita tidak mau mengakui otoritas TUHAN dalam kehidupan kita.

Orang-orang yang tidak mau mengakui otoritas TUHAN akan merasa bahwa mengiring TUHAN merupakan beban berat yang tidak mungkin dipikulnya. Biasanya mereka berpikir, “Bukankah sudah ada pendeta yang bertanggung jawab melayani TUHAN?” Padahal kita semua adalah pelayan TUHAN, sehingga tidak satu pun kegiatan boleh kita lakukan jika itu bukan bagi kemuliaan nama-NYA dan kepentingan pekerjaan TUHAN. Segala sesuatu yang kita lakukan setiap hari adalah pelayanan bagi-NYA.

Bagi orang yang mengakui otoritas TUHAN sebagai Majikan, sudah diperbolehkan menjadi pengikut Yesus yang baik dan bisa melayani DIA saja sudah merupakan karunia dan kehormatan yang luar biasa. Sebenarnya ini juga merupakan pilihan atau keputusan kita tanpa paksaan dari pihak mana pun. TUHAN sama sekali tidak memaksa kita. Panggilan untuk melayani TUHAN sebenarnya adalah jalan hidup wajar sebagai makhluk hidup yang diciptakan oleh TUHAN. Ini adalah standar yang dimiliki setiap orang percaya. Orang-orang seperti ini akan berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh kesempatan memberkati setiap orang di sekitarnya. Kehidupan yang menjadi berkat bagi orang lain adalah iramanya.

Berarti sebagai orang percaya kita wajib mengakui otoritas TUHAN. Tanpa mengakui otoritas TUHAN, kita tidak ada bedanya dengan seorang pemberontak. Tidak banyak orang yang menyadari statusnya adalah pemberontak. Tetapi karena tidak diajar mengenal standar yang benar melayani TUHAN, maka mereka tidak menyadari keadaan mereka yang sebenarnya.

Kalau kita sadar bahwa kita belum sepenuhnya mengakui otoritas TUHAN, marilah bertobat mulai hari ini juga. Kita harus sungguh-sungguh mencari tempat kita di hadapan-NYA guna melayani DIA. Jangan rendah diri apabila kita belum pernah mengecap bangku sekolah Alkitab, belum pernah disahkan sinode gereja sebagai pejabatnya, atau belum pernah mendapat lencana gereja. Itu semua tidak ada artinya dibandingkan dengan memberi segenap hidup kita bagi kepentingan Kerajaan ALLAH.
Read more
0

Menjadi Majikan Atau Hamba

Rata PenuhRenungan Harian Virtue Notes, 16 Juli 2010
Menjadi Majikan Atau Hamba

Bacaan : Wahyu 4 : 9–11


4:9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya,
4:10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata:
4:11 "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan."


Oleh warisan dosa nenek moyang, pada hakikatnya hampir setiap insan memiliki gairah mau menjadi “seperti TUHAN”, artinya mau menjadi tuan atau majikan bagi orang lain. Ini gairah dari kuasa kegelapan yang tidak rela ALLAH, Sang Khalik Semesta Alam menjadi pribadi yang tak tertandingi siapa pun. Sebagaimana iblis mau menandingi ALLAH, demikian pula ia membujuk manusia untuk menandingi ALLAH.

Ternyata modus operandi Iblis menjatuhkan manusia masih tidak berubah, yaitu membujuk manusia menyangkali eksistensi ALLAH sebagai “Majikan” atau “Penguasa”. Sangat disayangkan, banyak orang tidak menyadari manuver kuasa kegelapan ini. Ketidaksadaran ini sangat berbahaya, khususnya bagi kehidupan anak-anak TUHAN yang merasa sudah ada di pihak yang benar dan merasa sebagai orang Kristen yang sudah benar. Mereka tidak menyadari bahwa di dalam dirinya masih terdapat spirit atau semangat hidup yang salah.

Orang yang menyatakan dirinya Kristen juga tanpa disadari melakukan kebodohan yang sama. Manakala seseorang meletakkan kepentingan dirinya sendiri lebih dari kepentingan TUHAN, berarti ia menjadikan dirinya sendiri sebagai tuan. Dengan memprioritaskan kepentingannya sendiri, orang cenderung memperdaya sesamanya, bahkan juga mencoba memperdaya TUHAN. Jika hal ini terjadi, maka manusia tidak berbakti kepada TUHAN, tetapi TUHAN lah yang diharapkannya untuk dapat berbakti kepada manusia. TUHAN lah yang dijadikan hamba. Memang tidak ada orang yang secara terbuka menyatakan hal ini, tetapi menggunakan kalimat “Harapkan pertolongan TUHAN dan campur tangan-NYA” sering tidak lain merupakan kamuflase usaha manusia untuk memperdayakan dan memanfaatkan TUHAN guna memenuhi kepentingan manusia itu sendiri.

Jadi dosa manusia bukan saja harta, wanita dan tahta, tetapi mahkota. Mahkota ialah keinginan menjadi terhormat, keinginan memperoleh hal-hal untuk dirinya sendiri. Bahkan mahkota TUHAN pun ingin direnggutnya. Dengan memprioritaskan dirinya sendiri, ia telah mendewakan (menuhankan) dirinya sendiri.

Satu-satunya cara untuk belajar tunduk menyembah kepada TUHAN adalah melemparkan mahkota kita. Ini berarti mengakui supremasi TUHAN sebagai Penguasa Agung. Perlu diakui bahwa sikap hati ini tidak mudah dicapai, tetapi kita harus belajar sungguh-sungguh untuk meraihnya. Mari belajar melemparkan mahkota kita, dan sadarlah bahwa kita adalah hamba, yang jika tanpa karunia ALLAH, sesungguhnya tidak layak untuk berdiri di hadapan ALLAH Yang Mahabesar, Majikan kita.
Read more
0

Damai Di Tengah Krisis

Renungan Harian Virtue Notes, 15 Juli 2010
Damai Di Tengah Krisis

Bacaan : Yohanes 16 : 31–33

16:31 Jawab Yesus kepada mereka: "Percayakah kamu sekarang?
16:32 Lihat, saatnya datang, bahkan sudah datang, bahwa kamu diceraiberaikan masing-masing ke tempatnya sendiri dan kamu meninggalkan Aku seorang diri. Namun Aku tidak seorang diri, sebab Bapa menyertai Aku.
16:33 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia."


Sejak tahun 1997, kata krisis menjadi populer di Indonesia. Hampir semua orang menyebutnya, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Kata krisis telah akrab di telinga kita dan menghiasi bibir banyak orang sejak negeri ini dilanda krisis ekonomi dan berbagai krisis lain, seperti krisis kepemimpinan, politik, sosial, dan moral, sehingga krisis yang dihadapi adalah sebetulnya krisis multidimensional.

Kata krisis sebenarnya berasal dari kata Yunani κρίνειν (krinīn) yang artinya “menentukan” atau “memutuskan”. Kemudian kata ini diimpor ke dalam bahasa Latin, sehingga menjadi krisis. Kata ini memiliki pengertian yang luar biasa yaitu decisive moment atau “saat yang menentukan”. Dalam pengertian luasnya, kemudian krisis berubah makna menjadi “saat yang berbahaya dan mengkhawatirkan”. Sejajar dengan ini, kamus Bahasa Indonesia mengartikan sebagai “keadaan yang berbahaya, genting atau dalam kemelut”. Krisis juga bermakna “saat penting untuk menentukan masa depan atau mengambil keputusan”. Dalam hal ini krisis bukan hanya berbicara mengenai keadaan saat krisis itu berlangsung, tetapi juga masa depan seseorang di balik krisis tersebut.

iblis berusaha membuat krisis menjadi alat yang efektif baginya untuk menghancurkan manusia, tetapi bagi anak TUHAN, justru keadaan krisis menjadikan kita tergiring ke dalam Kerajaan-NYA. TUHAN Yesus berkata, sekalipun dalam dunia kita mengalami penganiayaan (bentuk krisis), kita tetap dapat beroleh damai sejahtera di dalam-NYA.

Bagaimana sikap kita terhadap krisis? Pertama, krisis itu sendiri bukanlah satu-satunya masalah, tetapi ekor krisis itu sendiri perlu dilihat. Ini akan membuat kita lebih serius menghadapi realitas hidup. Bukan saja realitas hidup hari ini, tetapi juga kekekalan. Kedua, sumber masalah sebenarnya bukan hal-hal yang tampak di sekitar krisis tersebut, tetapi ada yang jauh lebih dalam dan terselubung yaitu hati manusia yang tidak memiliki damai.

Jadi tatkala kita bertemu seseorang yang sedang dilanda krisis, yang terutama bukanlah bagaimana berdoa supaya krisisnya berlalu, tetapi bagaimana dirinya bertumbuh dalam pengenalan akan TUHAN sehingga ia memiliki hubungan yang harmonis dengan TUHAN. Itulah sebabnya seharusnya kita tidak cukup hanya mendoakannya, tetapi selanjutnya orang tersebut haruslah juga diajar mengenal kebenaran. Inilah yang dapat membawa seseorang kepada damai sejahtera ALLAH dan ketenangan hidup baginya, walaupun masalah hidupnya belum usai.
Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger