RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Gelar Tuhan Yesus


Renungan Harian Virtue Notes, 29 Februari 2012
Gelar Tuhan Yesus


Bacaan: Lukas 19:12-27

19:12 Maka Ia berkata: "Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali.
19:13 Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali.
19:14 Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami.
19:15 Dan terjadilah, ketika ia kembali, setelah ia dinobatkan menjadi raja, ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing.
19:16 Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina.
19:17 Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota.
19:18 Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina.
19:19 Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota.
19:20 Dan hamba yang ketiga datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan.
19:21 Sebab aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan tuan menuai apa yang tidak tuan tabur.
19:22 Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku adalah orang yang keras, yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur.
19:23 Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kauberikan kepada orang yang menjalankan uang? Maka sekembaliku aku dapat mengambilnya serta dengan bunganya.
19:24 Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu.
19:25 Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai sepuluh mina.
19:26 Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya.
19:27 Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku."


Tuhan Yesus menceritakan suatu perumpamaan mengenai uang mina. Seorang bangsawan akan dinobatkan sebagai raja. Orang-orang sebangsanya tidak setuju bangsawan itu menjadi raja. Ia juga memberikan uang mina kepada hamba-hambanya untuk dijalankan. Hamba yang tidak menjalankan uang yang dipercayakan kepadanya dan orang-orang sebangsanya yang tidak mengakui dirinya menjadi raja kemudian dihukum (ay. 27).

Ini memuat kebenaran mengenai bagaimana sepantasnya orang menerima Tuhan Yesus sebagai raja atau penguasa. Selama ini betapa mudahnya orang Kristen mengaku bahwa dirinya telah menerima menerima Yesus sebagai Tuhan. Mengertikah maksudnya “menerima Dia sebagai Tuhan”? Tuhan dalam teks aslinya adalah Kýrios. Kata ini berarti “Sang Penguasa”. Kýrios adalah gelar yang pernah disandang oleh Alexander Agung (356–323 sM), raja Makedonia. Di zamannya, tak ada daerah yang mampu bertahan melawannya. Semua wilayah yang diperanginya mampu ditaklukkannya. Gelar itulah yang digunakan oleh para pengikut Tuhan Yesus terhadap Dia. Jadi kalau kita menerima Yesus sebagai Tuhan, itu sama dengan menerima Dia sebagai Sang Penguasa yang berkuasa atas hidup ini. Artinya, kita harus rela kehilangan segala sesuatu demi Sang Kýrios.

Kalau kita memanggil Yesus sebagai Tuhan, di dalamnya terkandung konsekuensi yang harus kita pikul, yaitu kita harus bersedia diperlakukan sebagai hamba atau budak. Kenyataan yang kita jumpai hari ini, panggilan Tuhan bagi Yesus tidak mengandung kebenaran yang diperagakan secara konkret dalam kehidupan. Panggilan itu tidak memiliki makna yang pantas, sebab dalam kenyataan hidup setiap harinya, Yesus tidak diperlakukan sebagai majikan atau tuan. Tidak cukup hanya memanggil-Nya “Tuhan” di bibir saja. Menerima Yesus sebagai Tuhan harus dibuktikan melalui perbuatan.

Gaya hidup yang salah ini telah biasa dikenakan dalam kehidupan banyak orang Kristen, sehingga tidak ada standar yang benar untuk dijadikan ukuran kehidupan seorang yang memanggil Dia sebagai Tuhan. Banyak orang yang menyebut dirinya Kristen sebab telah mengaku dengan mulut bahwa mereka menerima Yesus sebagai Tuhan, padahal dalam kehidupannya jelas Yesus bukan Tuhannya, sebab tidak seluruh kehidupannya dipersembahkan untuk kepentingan Yesus. Apakah kita memanggil Yesus sebagai Tuhan? Kalau ya, hiduplah hanya untuk kepentingan-Nya saja. Jika tidak mau, jangan memanggil-Nya Tuhan.


Tidak cukup memanggil Yesus sebagai Tuhan; menerima-Nya sebagai Tuhan harus dibuktikan melalui perbuatan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Berurusan Dengan Tuhan


Renungan Harian Virtue Notes, 28 Februari 2012
Berurusan Dengan Tuhan


Baca: Kejadian 32:22–32

32:22 Pada malam itu Yakub bangun dan ia membawa kedua isterinya, kedua budaknya perempuan dan kesebelas anaknya, dan menyeberang di tempat penyeberangan sungai Yabok.
32:23 Sesudah ia menyeberangkan mereka, ia menyeberangkan juga segala miliknya.
32:24. Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing.
32:25 Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu.
32:26 Lalu kata orang itu: "Biarkanlah aku pergi, karena fajar telah menyingsing." Sahut Yakub: "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku."
32:27 Bertanyalah orang itu kepadanya: "Siapakah namamu?" Sahutnya: "Yakub."
32:28 Lalu kata orang itu: "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang."
32:29 Bertanyalah Yakub: "Katakanlah juga namamu." Tetapi sahutnya: "Mengapa engkau menanyakan namaku?" Lalu diberkatinyalah Yakub di situ.
32:30 Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: "Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!"
32:31 Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit, ketika ia telah melewati Pniel; dan Yakub pincang karena pangkal pahanya.
32:32 Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha, karena Dia telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal pahanya.


Pemerintahan Allah adalah pemerintahan atas setiap individu yang menekankan sikap batiniahnya. Tuhan kita bukanlah Allah yang memberikan syariat dengan segala rumusan hukum serta sanksinya. Tuhan kita adalah Allah yang memperhatikan sikap batiniah manusia. Itulah sebabnya Kekristenan adalah agama yang menekankan segi batiniah; persoalan-persoalan yang menyangkut hal-hal lahiriah bukan menjadi ukuran kesucian atau kebenaran.

Ini bukan berarti orang percaya boleh hidup tanpa hukum atau hidup suka-suka sendiri. Dalam pemerintahan Allah ada hukum. Hukum orang percaya adalah Tuhan sendiri: hati Tuhan, selera Tuhan, kehendak Tuhan atau isi hati Tuhan. Itulah hukum dan peraturan-peraturan kehidupan yang mengikat kita.

Dengan kesadaran dan pengertian ini, bilamana kita yang sungguh-sungguh mengakui pemerintahan Allah berurusan dengan orang lain, kita tidak mempersoalkan akibat tindakan kita atas orang tersebut, tetapi mempersoalkan perasaan Tuhan. Menyadari hal ini bukan sesuatu yang mudah. Hati nurani kita harus benar-benar cemerlang. Supaya hati nurani kita cemerlang, kita harus memahami kebenaran Tuhan sehingga ia bisa mengerti isi hati Tuhan: apa yang baik, berkenan dan sempurna.

Dalam hal ini mari kita ingat kembali kisah Yakub, ketika ia bergumul dengan Malaikat Tuhan di tepi Sungai Yabok. Di sini masalahnya telah berpindah, bukan pada urusan Yakub yang takut bertemu dengan Esau, tetapi menjadi urusan Yakub dengan Tuhan. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang dikatakan sebagai berjalan dalam terang; artinya apapun yang kita lakukan bersedia kita pertanggungjawabkan dan bersedia dilakukan di depan orang. Sikap hidup seperti ini adalah sikap hidup yang memuliakan Tuhan. Ini akan menciptakan kehidupan yang takut akan Tuhan secara proporsional.

Ketika penulis menyadari hal ini, saya menyadari bahwa saya telah sangat banyak melukai hati Tuhan. Saya menyadari lebih peduli perasaan saya dan perasaan manusia daripada perasaaan Tuhan. Artinya saya masih hidup dalam pemerintahan diri sendiri, yaitu pemerintahan manusia. Dengan menyadari kebenaran ini rasanya saya mau dengan segera minta maaf kepada setiap orang yang kepadanya saya telah berbuat salah dan saya mau memperbaikinya dengan serius dan benar di hadapan Tuhan. Ini pasti sebuah kehidupan memberkati sesama. Bagaimana dengan Anda yang membaca tulisan ini sekarang?


Bilamana kita yang mengakui pemerintahan Allah berurusan dengan orang lain, yang kita pentingkan adalah perasaan Tuhan, bukan perasaan orang lain


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Tanpa Paksaan


Renungan Harian Virtue Notes, 27 Februari 2012
Tanpa Paksaan


Baca: Matius 22:37–40

22:37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
22:38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
22:40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."


Sejatinya format yang harus dikenakan dalam pemerintahan Allah atas setiap individu adalah keyakinan dan penerimaan akan pemerintahan Allah dengan melakukan kehendak-Nya. Itulah kesetiaan yang sejati. 
Manakala kita menunjukkan kesetiaan kita kepada Tuhan tanpa batas, maka kita membuktikan bahwa Allah kita hidup, dan kita mengakui eksistensi pemerintahan-Nya. Kesetiaan itu dalam bentuk kehidupan yang mentaati kehendak-Nya menjadi kesaksian yang sangat luar biasa. dan dalam bentuk pembelaan kita terhadap Tuhan tanpa batas.

Jadi bukan berarti kalau kita sudah beragama Kristen berarti sudah dalam pemerintahan Tuhan. Pembelaan seadanya itu tidak cukup, sebab Tuhan menetapkan bahwa sesuatu yang dipersembahkan bagi-Nya haruslah segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi. Semua itu harus kita lakukan dengan keinginan kita sendiri, tanpa tekanan atau paksaan sama sekali.

Memang itu tidak mudah, sebab banyak orang menilai Tuhan seakan-akan diam saja. Ia The Silent Ruler. Ia tidak marah dan tidak bertindak menghukum orang yang memberontak kepada-Nya. Sebaliknya Ia juga tidak berbuat-apa-apa terhadap orang yang membela-Nya tanpa batas. Kelihatannya nasib orang yang membela Tuhan dan orang yang memberontak kepada-Nya sama saja. Inilah yang membuat banyak orang merasa nyaman hidup dalam dosa dan pemberontakan kepada-Nya.

Mengapa Tuhan seakan-akan diam saja? Sebab Ia bukanlah pribadi yang memaksa individu untuk tunduk dengan terpaksa. Ia menghendaki agar manusia tunduk dengan rela, bahkan berusaha untuk mengenali dan memahami pemerintahan-Nya dengan sukacita. Ia tidak pernah menuntut dengan paksa manusia tunduk kepada tatanan ilahi-Nya. Tuhan tidak menghendaki umat-Nya mentaati Dia karena suatu ancaman hukuman.

Berkenaan dengan pelayanan, Tuhan juga tidak menginginkan umat melayani Dia karena menginginkan suatu upah. Setiap kesetiaan pasti ada upahnya tetapi bukan karena upah itu seseorang setia kepada Tuhan. Upah adalah kewenangan kedaulatan Allah. Itulah sebabnya kita sering melihat di dunia hari ini, orang yang membela Tuhan dan yang tidak membela Tuhan kelihatannya sama saja nasibnya. Tuhan hendak menguji apakah seseorang melayani karena upah atau tidak (Mat. 20:1–16). Pada akhirnya semua yang ditabur seseorang, itu jugalah yang akan dituainya.


Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi harus dilakukan tanpa paksaan sama sekali


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Tidak Perlu Bukti Lahiriah


Renungan Harian Virtue Notes, 26 Februari 2012
Tidak Perlu Bukti Lahiriah


Bacaan: Yohanes 4:48

4:48 Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya."


Filsuf Inggris yang juga seorang ateis, Bertrand Russell (1872–1970) pernah ditanyai seseorang, apa yang akan dikatakannya apabila sesudah meninggal ia menemukan dirinya berhadapan dengan Allah yang dengan marah menanyainya mengapa ia tidak percaya Allah ada. Sahut Russell, ia akan menjawab, “Tidak cukup bukti, Tuhan; tidak cukup bukti.”

Banyak orang mencari bukti bahwa Allah benar-benar ada, hidup dan berkuasa melalui berbagai perbuatan ajaib yang dapat dilakukan-Nya. Ini sikap yang salah. Mari kita kembali ke zaman aniaya gereja. Selama ratusan tahun, gereja seperti ditinggalkan oleh Tuhan. Mereka tidak bisa melihat adanya hari baik. Yang ada hanyalah aniaya, aniaya dan aniaya. Namun buktinya mereka masih percaya dan gereja masih hidup sampai saat ini.

Bila kita menemui keadaan buruk dalam hidup kita, dan Tuhan seakan-akan tidak membela dan tidak berbuat apa-apa sama sekali, akankah kita berseru, “Tuhan, di manakah Engkau?” Akankah kita sampai menjerit, “Tuhan, kalau Engkau ada, tolong aku!” Atau akankah kita berkata, “Terima kasih Tuhan, Engkau telah memberikan aku kesempatan untuk percaya kepada-Mu dalam keadaan ini.”

Kalau seseorang mengakui kehadiran pemerintahan Tuhan hanya melalui tanda-tanda yang spektakuler, maka imannya ditopang oleh tanda-tanda tersebut dan ia tidak bisa hidup dalam pemerintahan Allah secara permanen dan berkesinambungan. Bila melihat atau mengalami mukjizat barulah menghayati kehadiran Tuhan, tetapi ia belum tentu menerima pemerintahan-Nya. Jika tidak melihat hal-hal ajaib, keyakinannya terhadap kehadiran Tuhan mulai melemah dan luntur. Pemerintahan Allah tidak dipedulikannya. Kalau mukjizat pergi dan yang datang adalah aniaya, ia mudah percaya bahwa Bertrand Russell benar; Tuhan itu hanya ilusi.

Jangan kita pikir, “Ah itu terlalu mengada-ada.” Buktinya banyak orang Kristen hari ini tanpa sadar berpikir bahwa Allah berurusan dengan umat hanya untuk mengadakan mukjizat. Allah seperti sesosok Pribadi gila hormat yang menyukai keajaiban kuasa-Nya dipamerkan, supaya umat memuji-muji nama-Nya dan tidak pergi ke tempat ibadah agama lain. Tanpa mukjizat, umat pun kabur.

Sesungguhnya Tuhan menghendaki pemerintahan-Nya dalam kehidupan umat digelar secara konkret dan sepenuhnya, sehingga kapan pun dan di mana pun kita berada, kita selalu melakukan kehendak-Nya. Tanpa mukjizat atau bukti lahiriah pun kita tahu, pemerintahan-Nya tetap hadir dan berkuasa atas kita.


Pengakuan kehadiran pemerintahan Tuhan yang hanya ditopang oleh tanda-tanda tidak akan bertahan lama.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

The Silent Ruler


Renungan Harian Virtue Notes, 24 Februari 2012
The Silent Ruler


Bacaan: Yesaya 55:6

55:6 Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!


Apabila kita mengakui bahwa kita hidup di wilayah di mana ada Penguasa atas alam semesta ini, maka kita pasti memperhatikan kewibawaan-Nya dan kedaulatan-Nya di wilayah pemerintahan-Nya itu. Namun mungkin kita bertanya-tanya, mengapa sebagai Penguasa, Allah diam saja? Ia lebih berperan sebagai The Silent Ruler—Penguasa yang Diam. Seakan-akan tidak ada pemerintahan-Nya. Inilah yang membuat banyak orang menganggap sepi pemerintahan Allah tersebut dan tidak memedulikannya sama sekali. Mengapa Allah jarang menampakkan kehadiran-Nya secara nyata dengan tanda-tanda lahiriah? Tuhan seperti hilang dari peredaran; tidak ada gejala-gejala kehadiran-Nya.

Kalau pertanyaan itulah yang ada di benak kita sekarang, sebetulnya kita masih harus banyak belajar. Orang-orang Kristen yang mencari tanda-tanda lahiriah adalah yang masih belum dewasa. Mereka seperti orang Farisi dan Saduki yang meminta tanda kepada Tuhan Yesus untuk membuktikan bahwa Ialah Mesias. Mereka harus melihat terlebih dahulu, baru percaya.

Orang percaya yang dewasa sanggup menangkap kehadiran Tuhan, sehingga sekalipun tidak pernah melihat tanda-tanda lahiriah pun ia tidak pernah bertanya, “Tuhan, di mana Engkau?”, “Tuhan, mengapa Engkau diam saja?” Orang percaya yang dewasa menemukan kehadiran Tuhan dalam pergumulan hidupnya setiap hari.

Bagaimana agar kita bisa merasakan kehadiran Tuhan? Bagaimana agar kita bisa bertumbuh semakin dewasa? Yesaya menulis bahwa Tuhan sesungguhnya berkenan ditemui kita, asal kita mencari-Nya. Jika kita mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, kita pasti akan menemukan-Nya. Jika kita merindukan Tuhan dan sungguh-sungguh merasa membutuhkan-Nya untuk bersekutu dengan-Nya, kita pasti menemukan-Nya. Kita bisa melihat gerak Tuhan dalam segala peristiwa hidup yang kita alami; kita dapat mendengar suara Tuhan dalam segala kejadian yang kita temui.

Sebaliknya jika kita tidak merindukan Tuhan, maka tanpa bukti-bukti fisik kita pun akan semakin malas mencari-Nya dan semakin kurang percaya bahwa Tuhan benar-benar Allah yang hidup dan Mahahadir. Akhirnya kita tidak mampu percaya sama sekali. Mana yang kita pilih? Setiap orang pasti memiliki pergumulan yang luar biasa dengan Tuhan. Mari temukan bagian dan pengalaman kita pribadi dengan-Nya.


Jika kita mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, kita pasti akan menemukan-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Di Bawah Kendali Tuhan


Renungan Harian Virtue Notes, 24 Februari 2012
Di Bawah Kendali Tuhan


Bacaan: Matius 6:10

6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.


Amat banyak orang yang tidak menyadari dan tidak mengakui pemerintahan Allah dengan sungguh-sungguh. Amat banyak orang yang menganggap bahwa Allah tidak bersentuhan aktif dengan manusia ciptaan-Nya. Mereka menganggap bahwa Allah ada di seberang dunia lain yang berbeda dimensinya dengan manusia. Pandangan ini mendorong mereka untuk menjalankan roda hidupnya dengan sikap seakan-akan tidak ada pemerintahan Allah yang berlaku atas hidup mereka. Masing-masing orang hidup sesuai dengan keinginannya sendiri. Ini sama dengan menggelar pemerintahannya sendiri; ini berarti seseorang menjadi raja atas dirinya sendiri dan sebisa-bisanya atas orang lain sebanyak-banyaknya. Itulah sebabnya manusia berlomba untuk menjadi lebih kuat dari sesamanya: kuat dalam materi, pangkat gelar, kekuasaan dan lain sebagainya.

Kita mungkin heran sebab banyak orang yang mengaku Kristen namun masih melakukan berbagai perbuatan yang mendatangkan bencana bagi orang lain. Mereka melakukan ketidakadilan yang menginjak-injak hak manusia lain. Mereka telah menjadi serigala bagi sesamanya. Walaupun mereka beragama, nyatanya mereka tidak ber-Tuhan, sebab orang yang ber-Tuhan akan bertindak hati-hati sebab ada Mata yang melihat segala perbuatan kita dan menegakkan keadilan-Nya dengan tidak pandang bulu.

Dengan mengakui pemerintahan Allah, apabila kita mengembangkan diri dan mengoptimalkan semua potensi yang ada pada diri kita, semestinya semua itu kita lakukan untuk melayani dan mengasihi sesama. Dengan demikian berarti kita melayani Tuhan. Sesungguhnya untuk itulah manusia diciptakan.

Sudahkah kita mengakui kehadiran pemerintahan Allah itu, atau masihkah kita menjalankan roda kehidupan kita untuk kita sendiri? Tidak cukup bagi kita untuk tidak berbuat jahat, apabila kita belum hidup di bawah kendali Tuhan. Hidup di bawah kendali Tuhan artinya bersedia melakukan segala sesuatu untuk kepentingan-Nya dan dengan cara yang sesuai dengan kehendak-Nya. Kalau kita melakukan segala sesuatu tanpa bersedia dikendalikan Tuhan sepenuhnya, berarti kita menolak pemerintahan Allah. Itu berarti kita tidak bersedia menggelar hidup sesuai dengan kalimat dalam Doa Bapa Kami yang berbunyi, “Datanglah Kerajaan-Mu; jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Surga.” Jika tidak mengakui pemerintahan Allah, untuk apa Ia membawa kita masuk ke dalam kerajaan-Nya? Jadi kalau masih mau memasuki dalam kerajaan-Nya, hiduplah dalam kendali Tuhan mulai sekarang.


Hidup di bawah kendali Tuhan berarti melakukan segala sesuatu untuk kepentingan-Nya dan dengan cara sesuai dengan kehendak-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Pemerintahan Allah


Renungan Harian Virtue Notes, 23 Februari 2012
Pemerintahan Allah


Bacaan: Mazmur 22:26–31

22:26 Karena Engkau aku memuji-muji dalam jemaah yang besar; nazarku akan kubayar di depan mereka yang takut akan Dia.
22:27 Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya!
22:28 Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya.
22:29 Sebab Tuhanlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa.
22:30 Ya, kepada-Nya akan sujud menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Nya akan berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang tidak dapat menyambung hidup.
22:31 Anak-anak cucu akan beribadah kepada-Nya, dan akan menceritakan tentang TUHAN kepada angkatan yang akan datang. 


Tidak mungkin dunia ini ada dengan sendirinya tanpa ada yang mendesainnya. Kesempurnaan dan keteraturan jagad raya ini dengan segala hukum-hukumnya yang sangat tertib tidak mungkin ada dengan sendirinya. Ilmuwan-ilmuwan Kristen yang percaya Tuhan pasti mengakui dan selalu kagum terhadap realitas alam semesta yang dahsyat tiada tara ini, suatu ciptaan yang tiada tercela dan sangat sempurna.

Coba perhatikan jam tangan. Jam tangan itu memiliki komponen sangat kecil, tetapi bisa bekerja sangat baik. Pasti ada yang merancang dan membuatnya, tidak ada dengan sendirinya. Demikian pula dengan alam semesta yang sangat sempurna ini, pasti ada yang merancang dan membuatnya. Kita pun juga harus menerima bahwa keberadaan kita juga karena ada yang menciptakan dan menghendaki ada. Dan kalau Sang Desainer menghendaki kita ada, pasti Ia memiliki agenda khusus atas setiap kita. Jika kita tidak mengakuinya, berarti kita tersesat, hidup tanpa arah hidup yang jelas. Jika kita tersesat, tidak heran manakala keberadaan kita di atas muka bumi ini hanya untuk melestarikan dan memuaskan keinginan kita sendiri.

Sesungguhnya ada Pribadi yang sangat cerdas untuk menciptakan segala sesuatu yang ada hari ini. Dialah Tuhan yang memelihara kesetiaan-Nya sampai selama-lamanya, dan yang tidak pernah meninggalkan perbuatan tangan-Nya. Sebagai orang percaya, kita yakin bahwa Tuhan adalah Penguasa yang hidup, yang menggelar pemerintahan-Nya secara aktif. Pengawasan pemerintahan-Nya itu semestinya menggetarkan hati kita. Kesadaran ini menempatkan kita sebagai makhluk yang harus senantiasa waspada. Kita hidup dalam wilayah kehidupan yang ada hukumnya, ada Tuannya, ada Penguasanya yang menegakkan hukum-Nya secara adil. Seluruh syaraf dan panca indra kita harus dicelikkan mengenai tatanan ini. Bukan hanya tatanan secara politis dan hukum manusia yang ada; tetapi tatanan ilahi seharusnya lebih kita hargai, sebagai makhluk ciptaan.

Kalau kita melihat sekeliling kita, memang hampir semua manusia tidak mempedulikan tatanan tersebut. Gaya hidup manusia yang tidak menghargai eksistensi kehadiran pemerintahan Allah menular liar kepada semua orang. Jika tidak waspada, kita pun dapat turut terjangkit. Mari lihat keadaan kita, apakah kita terjangkit virus gaya hidup sesat ini? Kalau ya, marilah kita mengakuinya dan meminta pemulihan oleh Roh Kudus. Kalau kita terus menikmati penyakit ini dan tidak mau sembuh, penyesalannya bisa-bisa di kekekalan nanti.


Kesadaran bahwa Tuhan adalah Penguasa yang menggelar pemerintahan-Nya secara aktif akan membuat kita senantiasa waspada.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Di Hadapan Takhta Pengadilan Allah


Renungan Harian Virtue Notes, 22 Februari 2012
Di Hadapan Takhta Pengadilan Allah


Bacaan: Wahyu 20:11–15

20:11. Lalu aku melihat suatu takhta putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-Nya lenyaplah bumi dan langit dan tidak ditemukan lagi tempatnya.
20:12 Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.
20:13 Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya.
20:14 Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api.
20:15 Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu.


Suatu saat, Anda tiba-tiba sedang berdiri, berbaris di sebuah antrian yang sangat panjang, sampai Anda tidak bisa melihat ujung belakang dan depannya. Ternyata Anda sedang mengantri untuk menghadap tahta pengadilan Allah. Sesuatu yang mengejutkan, karena tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa keadaan seperti itu sungguh-sungguh akan Anda alami.

Anda mencoba mencari adakah wajah orang-orang yang Anda kenal. Sangat sulit mendapatinya. Wajah-wajah asing yang datang dari berbagai bangsa ada di sekitar Anda, semuanya diam seribu bahasa. Rasa-rasanya mereka memiliki perasaan yang sama yaitu ingin berkomunikasi, tetapi suasana dahsyat menghadap pengadilan Allah tidak memberi kemungkinan mereka bisa berkomunikasi. Suasana kengerian yang tidak pernah dialami dirasakan setiap orang.

Pada waktu itu Anda bisa merasakan keagungan Tuhan yang tiada tara. Keagungan dan kemuliaan yang sangat menakutkan. Kalau bisa lari dari tempat itu, pasti Anda sudah terbirit-birit; tetapi Anda merasa begitu kecilnya, tak berarti dan bukan siapa-siapa. Mengapa Allah begitu menakutkan!

Ingat, orang yang takut Tuhan di bumi ini tidak takut lagi di kekekalan; tetapi orang yang tidak takut Tuhan di bumi ini akan ketakutan di kekekalan. Jika selama di dunia kita sungguh-sungguh mengagungkan Tuhan, maka bagi kita, keagungan dan kemuliaan-Nya adalah kebahagiaan yang tiada tara. Jika kita sudah biasa mengakrabi kehadiran Tuhan dalam hidup kita, kita bukan saja mampu berdoa, tetapi juga bercengkerama dan bersahabat dengan-Nya. Kesempatan untuk bertemu dengan-Nya merupakan hal yang sudah kita nanti-nantikan. Sebaliknya apabila kita tidak menghargai Tuhan secara pantas, maka hari Pengadilan Allah adalah hari yang sangat mengerikan bagi kita.

Sebelum itu terjadi, mari kita tilik keadaan kita hari ini. Apakah Anda melecehkan kawan yang berbicara mengenai langit dan bumi yang baru? Apakah Anda berpikir seakan-akan dunia hari ini adalah dunia satu-satunya yang dimiliki manusia, seakan-akan tidak ada kesenangan lain selain dunia hari ini? Apakah Anda berusaha untuk meraih sebanyak-banyaknya yang diberikan dunia? Seriuskah Anda saat berurusan dengan Tuhan? Apakah Anda menyempatkan diri berdoa, atau menganggap banyak hal lain lebih penting? Jangan seperti orang-orang yang berdoa hanya pada waktu di gereja, mau makan, mau tidur atau sedang dalam masalah. Mengerikan atau menyenangkan hari pengadilan Allah itu tergantung hari ini.


Orang yang takut Tuhan di bumi ini tidak takut lagi di kekekalan; tetapi orang yang tidak takut Tuhan di bumi ini akan ketakutan di kekekalan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Seandainya Aku Tidak Ada


Renungan Harian Virtue Notes, 21 Februari 2012
Seandainya Aku Tidak Ada


Bacaan: Mazmur 103:14-16

103:14 Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.
103:15 Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;
103:16 apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.


Coba renungkan, seandainya Anda tidak pernah ada di dunia ini atau dalam kenyataan kehidupan ini. Itu berarti tidak pernah ada kisah hidup yang sekarang Anda miliki. Itu berarti tidak pernah ada apa-apa yang bertalian dengan Anda. Apakah dunia dengan segala hukumnya akan berbeda seandainya Anda tidak ada? Tentu tidak. Dunia tetap seperti hari ini seandainya kita tidak ada. Ini berarti kita bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa terhadap dunia dan segala hukum alamnya. Tetapi kalau Anda ada, tentu ada suatu maksud yang besar yang Tuhan rancang bagi manusia di sekitar Anda. Sebab haruslah berbeda keadaannya kalau Anda hadir di dunia ini dibandingkan dengan ketidakhadiran Anda. Pertanyaan yang kemudian harus dimunculkan adalah, apa artinya diri Anda bagi orang lain?

Tuhan tidak memaksa kita berbuat sesuatu, sebab itu sangat bertentangan dengan hakikat-Nya. Tetapi Ia menghendaki apa yang dirancang-Nya dalam hidup kita dapat terwujud. Rancangan-Nya pasti rancangan yang sempurna bagi kita dan bagi manusia lain. Kalau kita menyadari hal ini dan memiliki hati yang bijaksana, kita akan mulai mempersoalkan apa artinya diri kita bagi sesama.

Memang perenungan seperti ini hanya dilakukan oleh sangat sedikit orang. Kiranya Anda salah satunya. Selama ini banyak orang hanya memikirkan dirinya sendiri, perasaannya sendiri dan kepentingan orang-orang yang dikasihinya, terutama yang memiliki hubungan darah dengan dirinya. Di luar keluarganya sendiri, dianggapnya tidak pantas menikmati sebagian dari tetesan keringat, darah dan air matanya. Bahkan kadang remah-remah roti dari meja makannya dianggap tidak perlu diberikan kepada orang yang membutuhkan makanan guna menyambung nyawanya. Hal ini mirip dengan orang kaya yang dilukiskan dalam Lukas 16.

Renungkan seandainya Anda sudah dibaringkan di peti mati. Apa yang telah Anda lakukan di singkatnya hidup ini? Semua yang telah diperjuangkan harus dilepaskan. Sempatkah menggunakan apa yang pernah ada di genggaman Anda untuk keselamatan jiwa orang lain? Pernahkah Anda menggunakan semua yang pernah dipercayakan Tuhan di tangan Anda untuk menyukakan hati-Nya? Manusia bukanlah makhluk gratis yang diberi kehidupan hanya untuk dirinya sendiri. Ada seorang Pribadi Agung, yang kepada-Nya kita harus mempertanggungjawabkan sepenuh perjalanan hidup ini. Kehidupan yang sangat mahal yang tidak terbeli ini diberikan kepada kita hanya untuk kepentingan Sang Pemberi.


Kalau kita boleh ada di bumi ini, tentu ada suatu maksud besar yang Tuhan rancang bagi manusia di sekitar kita melalui diri kita.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Momentum Yang Dahsyat



Renungan Harian Virtue Notes, 20 Februari 2012
Momentum Yang Dahsyat


Bacaan: Matius 10:28  

10:28 Janganlah takut kepada mereka yang membunuh badan, tetapi tidak berkuasa membunuh jiwa. Takutlah kepada Allah yang berkuasa membinasakan baik badan maupun jiwa di dalam neraka.


Dalam kehidupan kita sesungguhnya tidak ada situasi yang lebih dahsyat daripada pembaringan terakhir sebelum kita menutup mata. Tidak ada pengalaman di bumi ini yang lebih menggetarkan daripada pengalaman manakala kita hendak melepaskan nyawa. Momentum transisi dari kefanaan menuju kekekalan itu amat dahsyat, sehingga tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ini bukan sesuatu yang hendak dilebih-lebihkan, tetapi memang karena begitu dahsyatnya momentum tersebut, kita tidak boleh main-main dalam hidup ini berkenaan dengan pertaruhan menentukan nasib kekal kita.

Kalau kita gagal dalam studi sehingga tinggal kelas, kita menyesal selama setahun. Kalau kita gagal dalam bisnis sehingga jatuh miskin, kita menyesal selama sepuluh tahun. Kalau kita gagal dalam rumah tangga, kita menyesal selama lima puluh tahun. Namun kalau kita gagal dalam persiapan nasib kekal kita, kita menyesal selama-lamanya. Jelaslah di perbatasan itu, manakala kita hendak bersentuhan dengan kekekalan, kita harus siap; bila tidak, kengerian dan ketakutanlah yang berkecamuk.

Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata agar kita tidak takut terhadap apa pun yang hanya bisa membunuh tubuh, tetapi tidak berkuasa membuang ke dalam api kekal. Yang harus kita takuti ialah Dia yang bukan hanya berkuasa membunuh tubuh, tetapi berkuasa membuang jiwa ke neraka. Itulah sebabnya kita harus mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya. Kalau tidak dicari dengan sungguh-sungguh, memang Kerajaan itu tidak kita temukan. Kerajaan kegelapanlah yang menanti.

Berbagai penyesalan akan timbul saat di pembaringan terakhir nanti: “Mengapa saya begitu workaholik, sehingga tidak ada waktu untuk belajar Firman Tuhan?”, “Mengapa saya beralasan ‘Jauh, macet, banjir, capek’ saat diajak datang ke Pendalaman Alkitab?”, “Mengapa saya lebih mementingkan hobi daripada mendengarkan khotbah?”, “Mengapa saya lebih memilih untuk tidak ketinggalan sinetron dibandingkan membaca tulisan-tulisan yang membangun iman saya?”, “Mengapa saya begitu perhitungan untuk berkorban harta bagi pekerjaan Tuhan?”, “Mengapa saya begitu sombong, rakus, egois, tidak menghargai sesama, tidak mengampuni?”

Sebelum terlambat, marilah kita bertobat sekarang juga. Jangan tunggu lagi, sebab momentum transisi yang dahsyat itu pasti kita alami. Sesal kemudian tiada berguna, apalagi penyesalan kekal akibat kesalahan dalam hidup kita, mendahulukan dunia dan mengabaikan keselamatan kita.


Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya harus dicari dengan sungguh-sungguh, agar kita tidak menyesal kelak.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Bukan Sekedar Yakin Tetapi Tahu



Renungan Harian Virtue Notes, 19 Februari 2012
Bukan Sekedar Yakin Tetapi Tahu


Bacaan: Ibrani 6:11

6:11 Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, 


Seperti apakah perasaan kita nanti saat berada di pembaringan terakhir? Keadaan seperti itu sulitlah untuk bisa kita bayangkan sekarang, sebab haruslah dialami langsung baru kita mengerti. Pikiran dan perasaan kita belum mampu membayangkan situasi itu. Tetapi yang jelas, situasi tersebut benar-benar mengerikan bila kita tidak siap untuk melepaskan nyawa. Tidak siap melepaskan nyawa artinya tidak memiliki kepastian keselamatan.

Kepastian keselamatan bukan hanya keyakinan bahwa kita akan diterima di kemah abadi Tuhan, melainkan memiliki pengalaman hidup bersama dengan Tuhan, bahwa kita telah mempertaruhkan hidup ini untuk berusaha memperoleh perkenan-an Tuhan dan melayani-Nya tanpa batas. Jika demikian, tak diragukan bahwa kita akan diterima-Nya sebagai sahabat-Nya.

Maka janganlah kita tertipu oleh ajaran atau doktrin yang mengajarkan bahwa cukup dengan memeluk agama Kristen, meyakini keselamatan kita dan percaya sepenuhnya bahwa kalau mati akan masuk surga, otomatis kita pasti masuk surga. Sepintas sepertinya ini mulia, padahal tidak. Ini menunjukkan bahwa seakan-akan kekuatan pikiran, keyakinan pikiran atau pengaminan akali belaka dapat menyelamatkan seseorang. Tidak ada bedanya dengan ajaran New Age.

Begitu mudahkan keselamatan itu? Dalam berbagai bagian dalam Alkitab dinyatakan bahwa keselamatan itu harus diperjuangkan (Flp. 2:12; Luk. 13:24 dan sebagainya). Berarti percaya yang benar bukan hanya dengan pikiran atau akal manusia, melainkan harus dibuktikan dengan respons berupa tindakan konkret.

Kalau saya mengunjungi rumah seorang sahabat dan dihidangkan segelas air, maka saya akan meminumnya tanpa sangsi. Kalau saya ditanya, “Yakinkah Saudara bahwa air yang Saudara minum itu tidak mencelakai Saudara?” Saya akan menjawab, “Saya bukan sekadar yakin, tetapi saya tahu. Saya sudah mengenal sahabat saya ini lebih dari dua puluh tahun. Tidak mungkin ia meracuni saya. Lagipula saya sudah sering datang ke rumah ini dan minum airnya. Saya tidak pernah celaka.”

Jadi jelas bahwa keselamatan haruslah lebih dari sebuah keyakinan pikiran. Kepastian keselamatan diperoleh dari pengalaman hidup konkret, dengan mengisi hari-hari hidup kita untuk mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya. Melalui pengalaman yang nyata dengan Tuhan, sama sekali tidak ada keraguan akan kehadiran-Nya. Saat di pembaringan terakhir, kita tidak perlu berusaha untuk mempercayai Tuhan, sebab kita sudah sangat percaya; kita tahu.


Kepastian keselamatan diperoleh dari pengalaman hidup konkret, dengan mengisi hari-hari hidup kita untuk mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Tidak Bisa Menopang



Renungan Harian Virtue Notes, 18 Februari 2012
Tidak Bisa Menopang


Bacaan: Lukas 16:9

16:9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi."


Di pembaringan terakhir sebelum kita menemui ajal, kita mengalami situasi saat tak seorang pun dapat menemani kita. Pasangan hidup, orang tua, teman terdekat atau siapa pun tidak bisamendampingi. Ruangan sekitar kita akan terasa begitu sepi. Ruangan hati kita pun terasa kosong sekali.

Akankah saat itu dalam ruangan hati kita ada Tuhan Yesus yang selama ini memang sudah menempatinya dengan nyaman? Dengan nyaman artinya tidak ada yang menempatinya selain Dia, sebab sabda-Nya, kita tidak bisa mengabdi kepada dua tuan (Mat. 6:24). Kalau tidak nyaman, berarti Ia tidak ada di sana. Tuhan Yesus menginginkan ruangan hati kita itu menjadi ruangan pribadi-Nya. Jika tidak, Ia tidak sudi menempatinya.

Di pembaringan terakhir, apa yang bisa menopang kita untuk menemui kematian yang sudah di ambang pintu? Kekayaan, gelar, pangkat, popularitas, kecantikan, kekuatan fisik pun tidak bisamenopang. Apa yang kita butuhkan? Makan minum, perhiasan, rumah, mobil? Tidak, itu semuatidak kita butuhkan. Kita baru melihat fakta benarlah apa yang dikatakan Tuhan Yesus, bahwa hidup manusia tidaklah tergantung dari kekayaannya (Luk. 12:15). Benarlah bahwa memang semua yang selama ini kita kejar adalah Mamon yang tidak jujur, artinya tidak bisa dipercayai. Mamon itu tipuan belaka, tidak bisa menopang kita.

Apa pun yang selama ini kita banggakan mendadak menjadi tidak berharga lagi. Uang yang kita cari setiap hari dan setiap bulan, benar-benar tidak berharga. Tempat tinggal kita yang mungkin bak istana benar-benar bukan rumah kita. Perhiasan yang biasanya membuat kita pede, kilaunya tidak lagi menggairahkan. Semua terlepas dari genggaman dengan kejam dan tidak setia. Kalaubisa berbicara, mereka berkata, “Maaf, ini bukan wilayah kami”.

Sebelum kita menemui kenyataan itu, marilah kita belajar bergumul mulai hari ini juga, bagaimana kita bisa menghadapinya. Sebab mau ataupun tidak, setiap kita akan menghadapi pembaringan terakhir. Mudah mengatakan bahwa kita siap menghadap Bapa, namun di pembaringan terakhir, barulah kita tahu bahwa selama ini kita belum siap.

Bagaimana agar kita siap? Karena harta benda tidak bisa menopang kita, kita harus belajar melepaskannya mulai sekarang dari hati kita. Jadikan hati kita takhta Kristus. Ia harus sungguh-sungguh menjadi Raja dalam segenap kehidupan kita. Ialah satu-satunya yang dapat menopangkita saat menghadap Bapa.


Hati kita harus menjadi takhta Kristus, agar kita siap menghadap Bapa.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger