Renungan Harian Virtue Notes, 22 Februari 2012
Di Hadapan Takhta Pengadilan Allah
Bacaan: Wahyu 20:11–15
20:11. Lalu aku melihat suatu takhta
putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-Nya lenyaplah
bumi dan langit dan tidak ditemukan lagi tempatnya.
20:12 Dan aku melihat orang-orang
mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab.
Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati
dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam
kitab-kitab itu.
20:13 Maka laut menyerahkan
orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan
orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing
menurut perbuatannya.
20:14 Lalu maut dan kerajaan maut itu
dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api.
20:15 Dan setiap orang yang tidak
ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke
dalam lautan api itu.
Suatu saat, Anda tiba-tiba
sedang berdiri, berbaris di sebuah antrian yang sangat panjang, sampai Anda
tidak bisa melihat ujung belakang dan depannya. Ternyata Anda sedang mengantri
untuk menghadap tahta pengadilan Allah. Sesuatu yang mengejutkan, karena tak
pernah terbayangkan sebelumnya bahwa keadaan seperti itu sungguh-sungguh akan
Anda alami.
Anda mencoba mencari adakah wajah orang-orang yang Anda kenal.
Sangat sulit mendapatinya. Wajah-wajah asing yang datang dari berbagai bangsa
ada di sekitar Anda, semuanya diam seribu bahasa. Rasa-rasanya mereka memiliki
perasaan yang sama yaitu ingin berkomunikasi, tetapi suasana dahsyat menghadap
pengadilan Allah tidak memberi kemungkinan mereka bisa berkomunikasi. Suasana
kengerian yang tidak pernah dialami dirasakan setiap orang.
Pada waktu itu Anda bisa merasakan keagungan Tuhan yang tiada
tara. Keagungan dan kemuliaan yang sangat menakutkan. Kalau bisa lari dari
tempat itu, pasti Anda sudah terbirit-birit; tetapi Anda merasa begitu
kecilnya, tak berarti dan bukan siapa-siapa. Mengapa Allah begitu menakutkan!
Ingat, orang yang takut Tuhan di bumi
ini tidak takut lagi di kekekalan; tetapi orang yang tidak takut Tuhan di bumi
ini akan ketakutan di kekekalan. Jika selama di dunia kita
sungguh-sungguh mengagungkan Tuhan, maka bagi kita, keagungan dan kemuliaan-Nya
adalah kebahagiaan yang tiada tara. Jika kita sudah biasa mengakrabi kehadiran
Tuhan dalam hidup kita, kita bukan saja mampu berdoa, tetapi juga bercengkerama
dan bersahabat dengan-Nya. Kesempatan untuk bertemu dengan-Nya merupakan hal
yang sudah kita nanti-nantikan. Sebaliknya apabila kita tidak
menghargai Tuhan secara pantas, maka hari Pengadilan Allah adalah hari yang
sangat mengerikan bagi kita.
Sebelum itu terjadi, mari kita tilik keadaan kita hari ini.
Apakah Anda melecehkan kawan yang berbicara mengenai langit dan bumi yang baru?
Apakah Anda berpikir seakan-akan dunia hari ini adalah dunia satu-satunya yang
dimiliki manusia, seakan-akan tidak ada kesenangan lain selain dunia hari ini?
Apakah Anda berusaha untuk meraih sebanyak-banyaknya yang diberikan dunia?
Seriuskah Anda saat berurusan dengan Tuhan? Apakah Anda menyempatkan diri
berdoa, atau menganggap banyak hal lain lebih penting? Jangan seperti
orang-orang yang berdoa hanya pada waktu di gereja, mau makan, mau tidur atau
sedang dalam masalah. Mengerikan atau menyenangkan hari pengadilan
Allah itu tergantung hari ini.
Orang yang takut Tuhan di bumi ini
tidak takut lagi di kekekalan; tetapi orang yang tidak takut Tuhan
di bumi ini akan ketakutan di kekekalan.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar