RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Mati Rasa

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Januari 2011

Mati Rasa



Bacaan: Efesus 4: 17-24


4:17. Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia

4:18 dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.

4:19 Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.

4:20 Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus.

4:21 Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus,

4:22 yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan,

4:23 supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,

4:24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.



Salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan hewan adalah perasaan. Perasaan memberi warna hidup kepada manusia, maksudnya membuat manusia menikmati dunianya. Dengan perasaan manusia dapat merasakan suasana seperti susah atau sedih, senang, cinta, benci, dendam, tersinggung, tersanjung dan lain sebagainya. Sikap rendah hati atau tinggi hati seseorang, harga diri seseorang selain diperankan oleh pemahamannya mengenai hidup juga sangat dipengaruhi oleh perasaan.


Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Efesus agar tidak membuat perasaannya tumpul (ay. 19). Orang yang perasaannya tumpul artinya sudah mati rasa, tidak bisa merasa sedih atau susah karena dosa; emosinya tidak terganggu apabila berbuat hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Mereka tetap berusaha memuaskan hawa nafsu mereka, dan dengan serakah melakukan berbagai perbuatan cemar.


Seorang pemuda menemui Dr. Donald G. Barnhouse (1895–1960), pelopor penginjilan melalui radio. Si Pemuda berkata, “Saya baru berbuat dosa, tapi rasanya tidak ada masalah. Saya tidak dihantui dosa itu; saya tidak gundah; saya tidak terganggu sama sekali.”


Dr. Barnhouse menyahut, “Nak, apa yang terjadi kalau saya menjatuhkan beban seberat 800 pon di atas seseorang yang sudah mati? Apakah ia akan merasakannya? Apakah ia akan sakit? Apakah itu akan mengganggunya?”


Pemuda itu menjawab, “Tentu saja tidak.”


“Itulah intinya,” ujar Dr. Barnhouse, “Kamu tidak merasa beban dosa, jika tidak berat di atasmu. Jika tidak ada dampaknya atasmu, berarti kamu mati secara rohani.” Pemuda ini merupakan contoh orang yang sudah mati rasa.


Perasaan merupakan salah satu sarana dalam jiwa yang memberi potensi seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan, khususnya dengan Tuhan dan sesama. Dalam hal ini kita temukan, bila perasaan seseorang sehat maka sehatlah hubungannya dengan sesama; bila perasaan seseorang sakit maka hubungan dengan sesama pun tidak harmonis. Demikian juga dalam hubungan dengan Tuhan.


Dengan roh dan pikiran yang dibarui, mari juga kita terus menggunakan perasaan kita untuk membangun hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Ia juga merasa sedih apabila kita berdosa, meleset dari apa yang dikehendaki-Nya. Dengan perasaan yang sehat dan tajam, kita akan merasa sedih bila membuat Tuhan kita sedih, dan kita akan segera mengakui dosa kita dan meminta ampun kepada-Nya.



Gunakan perasaan kita untuk membangun hubungan yang harmonis dengan Tuhan.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mensyukuri Keunikan Dan Keistimewaan

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Januari 2011

Mensyukuri Keunikan Dan Keistimewaan



Bacaan: Yohanes 4: 34


4:34 Kata Yesus kepada mereka: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.



Meneladani Tuhan Yesus, kita harus menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Tuhan kepada kita. Kata yang digunakan untuk “menyelesaikan” adalah τελειώσω (telīósō) yang juga berarti “merampungkan dengan sukses” atau “menyempurnakan”. Maka kita seyogyanya mensyukuri keunikan dan keistimewaan yang Tuhan berikan kepada kita, dan menyempurnakannya untuk kepentingan-Nya. Untuk itu kita harus memperhatikan beberapa catatan.


Pertama, kita tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain, sebab memang kita unik dan tidak ada duanya. Membandingkan diri dengan orang lain berarti tidak menerima dan tidak mengerti kebesaran dan keagungan Tuhan. Dengan tidak membanding-bandingkan, kita tidak akan menjadi tinggi hati dan memandang rendah orang lain; tidak juga menjadi rendah diri atau minder.


Kedua, kita tidak perlu berusaha meniru orang lain yang kita kagumi, jika Tuhan tidak menghendakinya. Kita harus menjadikan diri kita seperti yang Tuhan kehendaki. Kita dilahirkan sebagai pribadi orisinal, jangan sampai kita mati sebagai pribadi imitasi. Oleh sebab itu kita harus tetap dalam pembentukan Tuhan yang memberi kita keadaan-keadaan khusus, sampai menjadi bejana seperti yang Tuhan kehendaki (Yer. 18:4).


Ketiga, kita perlu menemukan tempat kita untuk mengabdi kepada Tuhan. Ini bertalian dengan bakat yang Tuhan berikan kepada kita masing-masing. Di mana pun kita berada—tidak hanya terbatas dalam lingkungan gereja—kita dapat mengabdi kepada-Nya. Talenta yang diberikan Tuhan adalah milik-Nya, kita hanya pengelola semata-mata; karena itu kita harus menggunakannya untuk kepentingan Tuhan.


Kuasa kegelapan selalu berusaha membuat kita merasa tidak berarti dan tidak berguna. Tetapi dengan mengenal kebenaran, kita tidak boleh terpengaruh akan tipuan itu. mari kita menghargai karya Allah yang agung dalam hidup kita, sebab tanpa kita dapat menghargai keistimewaan diri kita sendiri, mustahil kita dapat menghargai orang lain.


Kesempatan hidup kita sangat terbatas, sehingga hendaknya kita meletakkan kepentingan untuk berbuah bagi Tuhan lebih dari segala cita-cita dan keinginan kita. Lakukan kehendak-Nya dan selesaikan tugas yang diberikan-Nya dengan sukses, agar tidak percuma Tuhan menciptakan kita dengan keadaan yang sangat unik dan luar biasa ini.



Kita harus mensyukuri keunikan dan keistimewaan kita, dan menyempurnakannya untuk kepentingan Tuhan.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Bait Allah Yang Baru

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Januari 2011

Bait Allah Yang Baru



Bacaan: Efesus 2: 21-22


2:21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.

2:22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.



Tuhan mempunyai rencana bagi setiap kita untuk kemuliaan-Nya. Maukah kita memberi diri untuk dibentuk-Nya menjadi pribadi yang dilayakkan sebagai anggota kerajaan Allah yang unik, khas dan istimewa? Maukah kita melayani-Nya, sebagai batu hidup untuk membangun bait Allah? (1Ptr. 2:5).


Tuhan ingin membangun bait Allah yang baru, yaitu gereja-Nya secara universal, yang tidak merupakan bangunan fisik yang dibuat manusia, melainkan bangunan yang disusun dari orang-orang percaya di dalam Tuhan. Dari tulisan Rasul Paulus, kita dapat mempelajari beberapa hal.


Pertama, gereja adalah bangunan yang rapi tersusun dari orang-orang percaya. Gereja dirancang oleh Tuhan Yesus sebagai Sang Arsitek Agung. Batu-batunya disusun secara rapi oleh-Nya, tidak ditumpuk secara berantakan. Kita harus menyediakan diri dibentuk oleh-Nya, sesuai keinginan-Nya.


Kedua, bangunan gereja universal ini belum selesai, masih bertumbuh. Kata yang digunakan adalah αξάνω (afksanō) yang berarti “bertumbuh”, “membesar”, “meluas”. Kita harus memanfaatkan keunikan kita untuk memperluas gereja Tuhan. Hadirkan Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari—di pekerjaan, studi, keluarga—sehingga lebih banyak orang yang diselamatkan karena kesaksian hidup kita.


Ketiga, gereja adalah bait Allah, tempat kudus bagi-Nya. Karena itu sebagai imamat yang rajani, kita harus senantiasa mempersembahkan kurban syukur kepada Allah, melalui hati dan bibir kita (Ibr. 13:15) yang dibuktikan dengan kehidupan kita sehari-hari yang memuliakan Dia.


Keempat, gereja adalah tempat kediaman Allah (ay. 22). Roh-Nya tinggal di dalam kita (1Kor. 6:19). Allah sudah membeli kita sebagai bahan bangunan untuk rumah-Nya, supaya Ia bisa tinggal di dalam kita. Karena itu kita tidak boleh hidup semau kita sendiri, tetapi harus hidup sesuai dengan kehendak-Nya.


Saat Salomo membangun bait Allah, ia mempersiapkan batu-batu di tempat penggalian yang jauh, sehingga di tempat konstruksi bait Allah tidak terdengar suara palu, kapak atau perkakas besi lain (1Raj. 6:7). Artinya, Roh Kudus mempersiapkan kita terlebih dahulu supaya layak menjadi bagian dari gereja rohani-Nya. Kita harus mau dibentuk sesuka-Nya tanpa mengeluh. Segala kesulitan hidup merupakan bagian dari pembentukan yang dilakukan oleh Allah agar kita menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, dan saat bangunan gereja rohani ini selesai ketika Tuhan Yesus datang kembali, kita menjadi bagian dari bangunan yang indah itu.



Sediakan diri kita dibentuk Tuhan menjadi pribadi yang dilayakkan sebagai anggota kerajaan Allah.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kejadian Kita Dahsyat Dan Ajaib

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Januari 2011

Kejadian Kita Dahsyat Dan Ajaib



Bacaan: Mazmur 139: 13-14


139:13 Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.

139:14 Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.



Setiap individu sangat berharga di hadapan Tuhan. Keberhargaan itu ditunjukkan oleh Daud dalam Mazmurnya, bahwa Tuhan sendiri yang membentuk setiap individu menjadi sosok manusia dengan kompleksitasnya, baik secara fisik—tubuh kita meliputi organ-organ kita—dan psikis—watak, kepribadian serta talenta kita.


Kejadian kita yang dahsyat dan ajaib dibuat oleh kuasa dan hikmat Allah yang tak terbatas. Kata “dahsyat” di ay. 14 dalam bahasa aslinya ditulis יָרֵא (yârê) yang juga berarti “menakutkan”. Kedahsyatan kita harus memberikan kesadaran bahwa sekalipun luar biasa, kita juga adalah makhluk yang ringkih, dibayang-bayangi kematian; ini mengajar kita untuk bergantung kepada Allah yang senantiasa menjaga kita, dan selalu mengarahkan hati kita kepada kehidupan abadi yang dianugerahkan-Nya.


Kata “ajaib” dalam bahasa aslinya ditulis פָּלָה (pâlâh) yang berarti “lain daripada yang lain”. Ini menunjukkan keistimewaan kita dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Tuhan menciptakan semua orang secara unik, dan tidak ada dua orang pun yang persis sama di sepanjang zaman, sekalipun mereka kembar identik.


Kenyataan ini menunjukkan bahwa Tuhan pasti sangat memperhatikan kita, sebab kita berharga di hadapan-Nya. Dengan pemahaman mengenai hal ini, kita harus membuka mata pengertian dan kesadaran kita agar kita menghargai kehidupan ini secara benar, baik kehidupan kita sendiri, maupun kehidupan orang lain. Kita harus belajar mengasihi diri kita sendiri dengan benar, baru selanjutnya kita belajar mengasihi sesama manusia dengan standar yang sama (Mrk. 12:31), tanpa membedakan strata sosial ekonomi, pendidikan, suku bangsa, dan lainnya.


Dalam karya penciptaan Tuhan atas setiap kita, tentu Ia memiliki rencana. Ia hendak menjadikan kita bernilai tinggi bagi-Nya, bagi lingkungan kita, dan bagi diri kita sendiri. Keberadaan dan kehadiran kita bukan hanya menggenapi atau melengkapi keinginan orang tua kita untuk memiliki keturunan, melainkan merupakan bagian dari skenario besar Tuhan, bahwa masing-masing kita adalah bagian dari lukisan indah warga kerajaan Allah yang kekal.


Karena itu gunakanlah kesempatan kita dalam hidup ini untuk dibentuk Tuhan menjadi pribadi yang istimewa untuk menggenapi rencana-Nya, sebab Ia juga menginginkan kita menjadi mulia seperti Anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus di kekekalan nanti (Rm. 8:28–30).



Pemahaman bahwa kita berharga di hadapan Tuhan membuat kita menghargai kehidupan ini secara benar.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kerendahan Hati Yang Benar

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Januari 2011

Kerendahan Hati Yang Benar



Bacaan:Kolose 2: 20-23


2:20 Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia:

2:21 jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini;

2:22 semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia.

2:23 Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.



Dengan keberagamaannya, manusia bisa pura-pura rendah hati. Banyak orang merasa beribadah dengan melakukan hal-hal yang seolah-olah merendahkan dirinya, tetapi sesungguhnya itu tidak didasari kerendahan hati yang benar. Tidak semua sikap rendah hati yang ditampilkan orang memiliki kebenaran yang sesuai dengan iman Kristen. Perlu diketahui bahwa yang ditulis Alkitab sebagai “merendahkan diri” sesungguhnya berhubungan dengan kerendahan hati, bukan minder. Ada beberapa kesadaran yang harus menggerakkan kita untuk memiliki sikap rendah hati yang benar.


Pertama, kesadaran bahwa ada Allah yang hidup, yang merupakan sumber segala sesuatu (Rm. 11:36). Ini berarti kita harus terus dalam kesadaran, bahwa kita ada sebagaimana kita ada hanya oleh karena anugerah-Nya; dengan demikian kita tidak dapat memegahkan diri dan menjadi sombong.


Kedua, kesadaran bahwa ada Allah yang hidup, yang menguasai kehidupan setiap individu. Kita bukan hidup di daerah tidak bertuan, melainkan di daerah yang dikuasai oleh Tuhan Semesta Alam. Tidak ada sesuatu atau seorang pun yang disamakan dengan Dia. Sebagai orang percaya, kita juga sadar bahwa kita bukan milik kita sendiri, tetapi sudah dibeli oleh Tuhan (1Kor. 6:19–20). Dengan menyadari hal ini, seharusnya kita menerima bahwa melakukan kehendak Tuhan bukanlah kewajiban, melainkan kebutuhan.


Ketiga, kesadaran bahwa ada Allah yang hidup yang menjadi obyek pemujaan dan penyembahan. Dengan memiliki kerendahan hati yang dalam, berangkat dari penerimaan bahwa kita adalah hamba dan Dialah Tuhan, kita dapat menaikkan pujian dan penyembahan yang benar, bukan semata-mata mengenai kesanggupan menyanyikan lagu rohani, atau mengucapkan kalimat penyembahan yang diberi nada (Yoh. 4:24).


Maka jelaslah bahwa kerendahan hati yang benar adalah sikap hati, sesuatu yang bersifat batiniah. Sikap hati yang benar akan membuat kerendahan hati tampak secara otomatis dari perbuatan kita. Seseorang yang rendah hati tidak perlu menunjukkan kerendahan hatinya; sebaliknya seseorang yang berusaha menunjukkan kerendahan hatinya pasti tidak rendah hati, sebab kerendahan hatinya pasti palsu. Ia berusaha dianggap rendah hati agar memperoleh pujian, penghargaan dan keuntungan lainnya. Seseorang yang rendah hati tidak akan mengharapkan pujian dan sanjungan, sebab ia sadar betul bahwa hanya Tuhan yang layak dipuji.



Kerendahan hati yang benar adalah sikap hati, sesuatu yang bersifat batiniah.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kerendahan Hati Yesus

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Januari 2011

Kerendahan Hati Yesus



Bacaan: Filipi 2: 5-11


2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,

2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,

2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,

2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!



Tuhan Yesus telah memberikan contoh kerendahan hati yang paling sempurna ketika Ia disalibkan. Paulus menulis, Yesus mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Wujud kerendahan hati seperti yang ditampilkan Yesus ini merupakan kerendahan hati yang paling ekstrem bagi Anak Allah.


Inilah yang benar-benar dikatakan dalam naskah Perjanjian Baru Yunani. Yesus telah mengesampingkan kemuliaan, artinya Ia memiliki kemuliaan, tetapi menanggalkan-Nya (Yoh. 17:4), Ia melepaskan kedudukan sebagai Anak Allah (Ibr. 5:8), kekayaan yang tak terbatas (2Kor. 8:9), segala hak surgawi sebagai Yang Mahatinggi (Mat. 20:28), dan penggunaan sifat-sifat ilahi-Nya (Yoh. 14:10).


Ketika Alkitab mengatakan Yesus mengosongkan diri-Nya, tidak sekadar berarti Ia secara sukarela menahan diri untuk menggunakan kemampuan dan hak istimewa ilahi-Nya, tetapi juga dengan sangat rela menerima penderitaan, perlakuan buruk, kebencian, dan kematian keji dengan dianggap kutuk di kayu salib.


Untuk memahami sikap rendah hati yang ditampilkan Yesus, kita perlu menggali lebih dalam Flp. 2:7b–8. Dalam teks aslinya, ditulis κα σχήματι ερεθες ς νθρωπος, ταπείνωσεν αυτν γενόμενος πήκοος μέχρι θανάτου, θανάτου δ σταυρο (kaí skhémati hevrethís hos anthrōpos, etapīnōsen heaftón yenómenos hypékoos mékhri thanátu, thanátu dé stavrú).


Kata σχήματι (skhémati) berarti “figur” atau “tampilan luar”. Maksudnya, Tuhan Yesus benar-benar mempunyai tubuh fisik jasmani, dan tubuh jasmani itulah yang disalib. Karenanya Ia benar-benar merasakan penderitaan fisik yang hebat demi memikul dosa umat manusia. Kata lain yang penting dalam teks ini adalah ταπείνωσεν (etapīnōsen). Ini berasal dari akar kata ταπεινόω (tapīnoō) yang berarti “merendahkan diri”. Ini menunjukkan kesediaan-Nya merendahkan diri-Nya sendiri dengan kerelaan.


Sekalipun Ia adalah Allah, Tuhan Yesus bersedia menjadi manusia dengan segala pencobaan, kehinaan, dan kelemahannya. Dari penyaliban-Nya, Yesus Kristus telah memberi teladan kerendahan hati yang paling ekstrem, radikal, dan sempurna bagi kita semua yang menjadi pengikut-Nya. Dan seperti janji-Nya bahwa siapa yang rendah hati akan ditinggikan, Ia pun membuktikannya, sebab Allah Bapa telah meninggikan-Nya dengan luar biasa, dan menganugerahkan kepada-Nya nama di atas segala nama, yang berarti otoritas tertinggi di atas segalanya.



Yesus Kristus telah memberi teladan kerendahan hati yang paling ekstrem, radikal dan sempurna.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Makna Rendah Hati

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Januari 2011

Makna Rendah Hati



Bacaan: Amsal 18: 12


18:12. Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan.



Banyak penjelasan yang dapat diberikan mengenai makna kerendahan hati, tetapi mana yang dapat kita terima? Kita harus memahaminya dengan benar, karena Tuhan Yesus mengundang kita untuk belajar dari-Nya yang rendah hati (Mat. 11:29). kerendahan hati bukanlah fenomena lahiriah melainkan sikap batiniah.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “rendah hati” berarti “tidak sombong atau tidak angkuh”. Sedangkan angkuh itu sendiri berarti “suka memandang rendah kepada orang lain”, bersinonim dengan “tinggi hati”, “sombong”, “congkak”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rendah hati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sikap yang tidak merendahkan orang lain. Namun deskripsi ini tidak dapat menjadi pijakan untuk menganalisis kerendahan hati menurut Alkitab.


Dalam Ams. 18:12 dikatakan bahwa kerendahan hati mendahului kehormatan. Kata yang digunakan di sini adalah עֲנָוָה (`ănâvâh) yang menggambarkan kesederhanaan, kesabaran, dan kelembutan. Dalam bahasa Yunani, digunakan kata ταπεινός (tapīnós) yang berarti “berbaring di tempat yang rendah”, dan secara metafora menggambarkan kesederhanaan, kelembutan, dan juga kesedihan dan depresi. Kata ini digunakan di ayat yang sama dalam Septuaginta (Perjanjian Lama Yunani) dan juga digunakan di Perjanjian Baru.


Memang tidak mudah membuat deskripsi mengenai kerendahan hati, tetapi dari berbagai pelajaran di Alkitab, pada hakikatnya kerendahan hati menunjuk mengenai sikap kesederhanaan. Kesederhanaan ini menyangkut pengakuan bahwa keberadaan kita hanya karena anugerah Allah semata-mata. Lawan katanya adalah tinggi hati, yang berarti menganggap dirinya penting dan patut dibanggakan, sehingga dengan kata lain tidak mengakui keberadaannya karena anugerah Allah, tetapi karena usahanya sendiri.


Tuhan Yesus merupakan teladan kita yang sempurna untuk pribadi yang rendah hati. Ia menjadi manusia yang rendah hati, dan setelahnya Ia pun memperoleh kehormatan dan kemuliaan. Ia sendiri mengajarkan bahwa siapa saja yang meninggikan diri akan direndahkan, dan siapa saja yang merendahkan diri akan ditinggikan (Luk. 14:11).


Kerendahan hati harus berpangkal pada kesadaran bahwa tidak ada sesuatu yang baik dari dalam hidup kita dan mengakui diri sebagai manusia berdosa. Inilah jalan kepada pertobatan yang benar (Luk 18:9–14), sebab manusia diselamatkan bukan karena perbuatan baiknya.



Kerendahan hati menunjuk sikap kesederhanaan, yaitu mengakui keberadaan kita hanya karena anugerah Allah semata-mata.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kelemahlembutan

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Januari 2011

Kelemahlembutan



Bacaan: Matius 5: 5

5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Tuhan Yesus adalah seorang yang lemah lembut. Menyambung undangan kelegaan-Nya, Ia menyatakan diri-Nya sebagai pribadi yang lemah lembut dan rendah hati (Mat. 11:29). Dan dalam khotbah-Nya di bukit, Tuhan mengatakan, “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” Apakah kelemahlembutan itu?

Seorang yang lemah lembut bukanlah seorang yang lemah. Kata “lemah lembut” dalam bahasa Yunani adalah πραΰς (pra’ís) yang sering dipakai bagi kuda jantan dewasa yang sudah dijinakkan dan dapat ditunggangi. Itulah gambaran kelemahlembutan: kuat tetapi taat kepada kekang, dan menggunakan kekuatannya sesuai dengan perintah penunggangnya.

Ciri-ciri orang yang lemah lembut didemonstrasikan oleh Tuhan Yesus. Pertama, Ia rela diperlakukan tidak adil, bahkan dilukai karena Allah menghendakinya. Saat menjadi tawanan, Tuhan Yesus diperlakukan tidak adil oleh kelompok orang yang memusuhi-Nya, baik dari pihak Yahudi maupun tentara Romawi. Namun Ia menerimanya tanpa membalas. Bahkan dari mulutnya mengalir doa “Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk. 23:34). Tidak heran Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita agar kita memberi pipi kiri juga bila pipi kanan kita ditampar (Mat. 5:39).

Kedua, Ia menerima keberadaan orang lain sebagaimana adanya. Ia tidak keberatan berada di sekitar pemungut cukai dan orang berdosa. Tuhan Yesus berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit” (Mat. 9:12). Berkenaan dengan ini Rasul Paulus menasihati orang percaya untuk saling menerima satu dengan yang lain, seperti Kristus telah menerima kita (Rm. 15:7).

Ketiga, Ia bisa marah, tetapi tidak berdosa. Tuhan Yesus tidak marah bila orang berusaha memancing kemarahan-Nya, tetapi Ia marah melihat ketidakadilan dan berbagai kejahatan lainnya yang dilakukan orang. Ketika Ia menyucikan bait Allah, kemarahan-Nya terkendali. Buktinya, Ia masih sempat membuat cambuk dari tali (Yoh. 2:15), berarti Ia mengambil waktu untuk memikirkan apa yang harus dilakukan-Nya.

Memang sulit kedengarannya menjadi seorang yang lemah lembut seperti Yesus. Bahkan beberapa orang menganggapnya nasihat gila yang mustahil dilakukan, tetapi dengan kekuatan kuasa Roh Kudus oleh benih Ilahi dalam diri kita, Tuhan akan menyanggupkan kita dapat melakukan segala kehendakNya. Maka dengan pertolongan-Nya, kita percaya kita dapat lemah lembut seperti Tuhan Yesus.

Orang yang lemah lembut adalah orang yang kuat tetapi menggunakan kekuatannya itu sesuai kehendak Allah saja.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Hati Anak Kecil

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Januari 2011

Hati Anak Kecil



Bacaan: Matius 18: 1-6


18:1. Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?"

18:2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka

18:3 lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

18:4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.

18:5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku."

18:6 "Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.



Beberapa orang Kristen menyederhanakan keselamatan hanya sebagai masuk surga sesudah mati kelak. Rajanya Yesus, semua orang yang selamat menjadi rakyat yang memuji Dia sepanjang hari, selesai. Namun sebenarnya keselamatan tidak sesederhana itu. Tuhan menyelamatkan kita untuk mengembalikan kita kepada rencana-Nya yang semula, sebab Ia ingin kita ikut memerintah bersama-sama dengan Tuhan Yesus di kerajaan-Nya. Menyederhanakan keselamatan membuat orang tidak giat untuk mengejar target kesempurnaan yang diinginkan Tuhan, sehingga akan merugikan orang itu sendiri kelak saat ia tidak memperoleh mahkota.


Sebetulnya bukan ide baru bahwa di surga nanti ada pemerintahan yang berjenjang seperti di dunia ini. Tuhan Yesus sendiri mengatakannya (Mat. 19:28; Luk. 19:11–27). Murid-murid Yesus pun sudah tahu tentang hal itu, dan karenanya mereka bertanya tentang siapa yang terbesar dalam kerajaan Surga (Mat. 18:1)—tentu maksudnya sesudah Tuhan sendiri. Beberapa kali juga terjadi perdebatan di antara mereka mengenai hal ini (Luk. 9:46, 22:24).


Untuk menjawab siapa yang terbesar, Tuhan Yesus memberi contoh seorang anak kecil. Bahkan Ia mengatakan, untuk masuk ke kerajaan itu pun seseorang harus menjadi seperti anak kecil. Kata “anak kecil” di sini adalah παιδίον (paidíon), yang lebih besar dari seorang νήπιος (népios). Tepatnya, anak-anak usia sekolah.


Dalam meruntuhkan hidup lama kita agar kita bisa mendirikan hidup baru, kita harus belajar menjadi seorang anak kecil (paidíon), dengan sifat-sifat sebagai berikut. Pertama, rendah hati, maksudnya sederhana dan tidak merasa dirinya penting. Kedua, bisa diajar. Seorang paidíon sangat efektif untuk diajar, karena belum memiliki konsep penghalang seperti di usia dewasa. Ketiga, jujur dan polos. Seorang paidíon tidak pandai berbohong; biasanya orang tuanya akan tahu kalau ia berusaha menutup-nutupi sesuatu. Keempat, tidak berbahaya, tidak mengancam orang lain dan tidak ditakuti. Kelima, mudah kagum dan antusias. Lihatlah respons seorang anak kecil ketika melihat atau mendengar sesuatu yang menarik baginya. Kita pun harus demikian antusiasnya saat menerima dan menikmati Firman Tuhan.


Tuhan Yesus telah memberi teladan dari diri-Nya sendiri, sebab kita tahu, Ialah yang terbesar dalam kerajaan Surga. Ia menghidupi prinsip-prinsip paidíon, dan memiliki hati seorang anak kecil. Apabila kita juga ingin menjadi bangsawan surgawi, dan dipercaya Tuhan untuk menerima tugas yang besar di kerajaan-Nya, kita juga harus memiliki hati seorang anak kecil.



Milikilah hati seorang anak kecil dalam hidup baru kita, agar kita layak disebut bangsawan surgawi.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Seperti Bayi

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Januari 2011

Seperti Bayi



Bacaan: 1 Petrus 2: 1-3


2:1. Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah.

2:2 Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan,

2:3 jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan.



Untuk membangun hidup baru di dalam Tuhan, kita harus meruntuhkan hidup lama kita. Rasul Petrus berkata, bahwa karena kita sudah dilahirkan kembali oleh benih yang tidak fana (1Ptr. 1:23), kita harus mau menjadi seperti bayi yang baru lahir, yang selalu mengingini susu yang murni dan rohani.


Menjadi seperti bayi yang baru lahir adalah wajib, bukan hanya bagi orang Kristen yang baru bertobat, melainkan bagi seluruh orang Kristen yang lahir baru. Jadi jangan menganggap ini hanya bagi petobat baru yang belum dewasa rohani, sebab menjadi seperti bayi yang baru lahir berarti mau mengosongkan dirinya dari hidup lamanya, merendahkan diri dan menganggap dirinya belum mengerti apa-apa, dan senantiasa merindukan susu.


Yang dimaksudkan dengan susu yang murni dan rohani adalah Firman Tuhan. Makanan apa lagi yang dapat menjadi nutrisi bagi hidup baru kita? Kata “murni” aslinya tertulis δολος (ádolos), yang artinya “jujur, tulus, tanpa tipuan” atau juga “tidak tercemar, tidak dicampur dengan bahan lain”. Seperti bayi yang memang merindukan air susu ibu yang murni, firman yang murnilah yang harus menjadi makanan jiwa kita. Bayi dapat sakit apabila susunya tercemar; demikian pula manusia baru kita akan dapat teracuni apabila firman yang kita peroleh tercemar. Waspadalah dengan firman yang sudah dicampur filosofi dunia dan pengaruh agama-agama lain.


Kata yang digunakan untuk menyatakan susu yang rohani adalah λογικός (loyikós). Artinya, “masuk akal” atau “logis”. Jelas artinya logika kita harus berperan, sehingga kita bisa mendeteksi apakah firman yang kita terima itu benar atau tidak; apakah itu Injil yang benar—yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dan para rasul—atau ternyata Injil yang lain.


Hanya Firman Tuhan yang murni dan logislah yang bisa membangun manusia baru kita, dan menyelamatkan kita. Jadi jangan heran mengapa banyak orang Kristen begitu sakit, lemah dan kerdil kerohaniannya. Itu karena mereka diracuni oleh makanan asing yang tidak sesuai bagi pertumbuhan kerohanian mereka. Bayangkan bila seorang bayi yang baru lahir diberi minum soda susu atau soda gembira. Sebanyak apa pun soda susu kita berikan kepada bayi yang baru lahir, ia tidak akan bertumbuh sebagaimana mestinya, bahkan bisa mati.



Hanya Firman yang murni dan logislah yang bisa membangun manusia baru kita.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger