Renungan Harian Virtue Notes, 17 Januari 2011
Allah Tidak Membedakan Orang
Bacaan: Kisah Para Rasul 10: 34-36
10:34. Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang.
10:35 Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya.
10:36 Itulah firman yang Ia suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dari semua orang.
Allah kita tidak memandang muka, dan tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya (ay. 35). Kesimpulan ini diambil Rasul Petrus setelah melihat bahwa Kornelius, seorang Romawi, ternyata juga dapat memperoleh perkenanan dari Allah; sesuatu yang bertentangan dengan konsep orang Yahudi, bahwa hanya orang Yahudilah yang dapat memperoleh perkenanan Allah.
Dengan demikian kita harus percaya bahwa setiap manusia menerima anugerah yang sama untuk mengalami Tuhan. Bukan hanya tidak harus berasal dari bangsa tertentu; kita juga tidak membutuhkan karunia khusus untuk mengalami Tuhan. Kita tidak boleh tertipu dengan suara-suara yang berkata bahwa hanya orang-orang tertentulah yang diperlakukan khusus oleh Tuhan.
Dewasa ini ada ajaran-ajaran di lingkungan Kristen yang memberi kesan bahwa hanya orang-orang tertentu yang memiliki nilai khusus atau tempat khusus di hadapan Tuhan, sehingga mereka boleh mengalami Tuhan secara khusus pula melalui pengalaman spektakuler. Ajaran seperti ini sangat berbahaya.
Ada lima bahayanya. Pertama, melemahkan gairah jemaat untuk mengalami Tuhan secara pribadi. Kedua, membuat jemaat menuduh Tuhan pilih kasih dan berlaku tidak adil. Ketiga, menipu jemaat dengan tidak memberi kesaksian yang apa adanya, sebab pengalaman-pengalaman pribadi yang diceritakan banyak unsur subjektif, sehingga dengan ditambah keinginan untuk dielu-elukan, jadilah pengalaman yang spektakuler. Keempat, mengakibatkan orang percaya terkotak-kotak, seolah-olah dalam Kekristenan ada kasta—seperti dalam agama Hindu. Dianggap para pendeta termasuk golongan brahmana; aktivis jemaat atau majelis termasuk golongan kesatria; jemaat yang kaya golongan waisya; dan yang miskin, sudra. Kelima, membangkitkan kesombongan bagi orang-orang yang memiliki pengalaman spektakuler itu, bahkan sampai ke tingkat kultus individu.
Tuhan Yesus telah mati bagi kita, karena itu setiap kita harus merasa berharga di mata Tuhan. Janganlah kita merasa tidak berharga di mata-Nya apabila kita tidak memperoleh pengalaman yang spektakuler dengan-Nya; apabila ada suara seperti itu dalam hati kita, usirlah keluar dalam nama Yesus, sebab itu suara setan. Siapa pun kita, kita bisa mengalami Tuhan. Ingat perkataan Yesus, bahwa yang berbahagia adalah yang tidak melihat namun percaya. Justru kalau seseorang membutuhkan bukti fisik atau emosional baru percaya, itu menunjukkan kemiskinan imannya.
Setiap manusia menerima anugerah yang sama untuk mengalami Tuhan, sebab Ia tidak membedakan orang.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar