RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

Cukup Itu Relatif

Renungan Harian Virtue Notes, 4 Juli 2010
Cukup Itu Relatif

Bacaan : 1 Timotius 6 : 3–10


6:3 Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat--yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus--dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita,
6:4 ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga,
6:5 percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.
6:6. Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.
6:7 Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.
6:8 Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.
6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
6:10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.


Rasa cukup seseorang tidaklah sama dengan rasa cukup orang lain. Misalnya, yang seorang cukup satu piring saat makan, yang lain harus dua piring. Masing-masing kita telah memiliki bagian yang ditentukan TUHAN, dan IA telah merancang porsi bagi kita masing-masing.

Bagaimana seseorang dapat mengetahui apa yang menjadi bagiannya? Dengan memiliki pikiran dan perasaan Kristus, sebab hanya orang-orang yang mau bertumbuh dan menjadi dewasa rohanilah yang dapat merasa cukup menurut ukuran atau porsi yang TUHAN tetapkan kepada masing-masing kita.

Di balik kata “cukup” atau “secukupnya” ini, TUHAN mengajar orang percaya untuk tidak menuntut apa yang bukan menjadi bagiannya atau yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Bila seseorang menginginkan apa yang bukan menjadi bagiannya, sebenarnya itu hanya untuk memuaskan hawa nafsunya; dengan demikian ia telah menjadikan dirinya musuh TUHAN (Yak. 4:1–4). Ternyata kata “cukup” merupakan kata penyelamat kehidupan, selama kita mau mengerti, menerima dan mematuhinya. Karena itu untuk dapat menghayati ini, belajarlah untuk memercayai kebenaran ini dan kecaplah damai sejahtera surgawi.

Bila kita sudah mengecap sukacita surgawi, kita dapat belajar memahami apa yang dimaksud Rasul Paulus dengan tulisannya, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” (1Tim. 6:8). Kata “cukup” di sini dalam teks aslinya di sini adalah ἀρκεσθησόμεθα (arkesthēsómetha) dari akar kata ἀρκέω (arkēō) yang artinya “cukup, memuaskan, memadai”.

Bertalian dengan kata “cukup” dalam ay. 8 ini, ada juga istilah “rasa cukup” dalam ay. 6, “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” Kata “rasa cukup” dalam teks aslinya αὐταρκείας (aftarkías) yang juga berarti “kepuasan”. Kata “ibadah” di sini adalah εὐσέβεια (efsébīa) yang bisa juga diterjemahkan “hidup saleh”. Kehidupan saleh tanpa rasa cukup sia-sia. Kalau seseorang mau berlebihan, maka nafsu keserakahan ini akan membinasakan (ay. 9–10).

Dengan demikian rasa cukup merupakan pagar yang menjaga agar kita tidak menyimpang dari jalan yang TUHAN arahkan menuju ke kerajaan BAPA sebagai musafir. Bersedialah memasang pagar ini, sebab tanpa mengerti dan menerima hal ini secara benar, selama menumpang di bumi ini kita akan sulit memiliki jiwa musafir yang dibutuhkan untuk menumbuhkan hasrat menuju Kerajaan BAPA.

Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger