Renungan Harian Virtue Notes, 2 Juli 2010
Musafir Yang Melayani
Bacaan : 1 Korintus 10 : 31–33
10:31 Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
10:32 Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah.
10:33 Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat.
Alasan berikutnya mengapa kita harus berjiwa musafir adalah supaya kita melayani TUHAN, maksudnya turut menggenapi rencana TUHAN di bumi ini. Untuk itu kita harus mengerti apa yang dimaksud dengan pelayanan pekerjaan TUHAN itu? Pelayanan pekerjaan TUHAN sebenarnya adalah semua kegiatan hidup yang dampaknya atau hasilnya membuat orang mengenal TUHAN yang benar dan didewasakan, atau membuat hidup orang menjadi benar. Kualitas ini tidak diukur seberapa banyak kita memberi sumbangan atau mendoakan orang, tetapi seberapa kuat kita memberi pengaruh kepada orang lain sehingga mereka juga bisa berjiwa musafir dan dilayakkan masuk Kerajaan Surga.
Kalau di Perjanjian Lama hanya keturunan Harun yang disebut pelayan TUHAN, tetapi dalam kehidupan anak-anak TUHAN, semua kita adalah pelayan-pelayan-NYA. Kitalah imamat yang rajani (1Ptr. 2:9). Begitu membuka mata pada pagi hari, kita sudah memulai sebuah pelayanan pekerjaan TUHAN. Segala sesuatu yang kita lakukan untuk kemuliaan TUHAN (ay. 31). Setiap detak jantung dan denyut nadi kita adalah irama melayani TUHAN.
Dalam hal ini, kita tidak boleh membagi hidup dalam dua bagian yaitu bagian rohani (melayani TUHAN) dan bagian duniawi atau sekuler (tidak melayani TUHAN). Contohnya, kalau di gereja, kita melayani TUHAN; sementara di kantor tidak. Itu salah! Sebagai anak TUHAN, tidak ada wilayah dalam hidup kita di mana kita tidak sedang melayani TUHAN; demikian pula tidak ada wilayah dalam hidup kita di mana kita merasa lebih melayani TUHAN. Di mana pun, porsi melayani TUHAN harus sama yaitu sepenuhnya maksimal. Pembagian dua wilayah hidup ini membuat banyak orang Kristen tidak melayani TUHAN dan sekelompok orang tertentu memanipulasi untuk kepentingan diri sendiri. Membagi hidup menjadi dua wilayah (dualisme) ini akan membuat kita bermuka dua, di suatu tempat atau di waktu-waktu tertentu berwajah seperti anak TUHAN, tetapi di tempat lain dan di waktu yang berbeda berwajah layaknya anak dunia atau anak setan. Akibatnya, bukannya melayani TUHAN, akhirnya kita melayani diri sendiri dan melakukan tindakan yang dapat melukai hati TUHAN.
Oleh karena itulah kita harus berjiwa musafir, karena seorang musafir akan mengorbankan apa pun yang ada demi tujuan akhirnya yaitu Kerajaan Surga. Seorang musafir sadar bahwa dunia ini hanya tempat tinggal sementara. Dengan demikian kita akan mengawal Kerajaan Surga tanpa batas. Kita membela kepentingan TUHAN sesuai dengan kehendak TUHAN. Inilah pelayanan yang sesungguhnya.
Musafir Yang Melayani
Bacaan : 1 Korintus 10 : 31–33
10:31 Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
10:32 Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah.
10:33 Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat.
Alasan berikutnya mengapa kita harus berjiwa musafir adalah supaya kita melayani TUHAN, maksudnya turut menggenapi rencana TUHAN di bumi ini. Untuk itu kita harus mengerti apa yang dimaksud dengan pelayanan pekerjaan TUHAN itu? Pelayanan pekerjaan TUHAN sebenarnya adalah semua kegiatan hidup yang dampaknya atau hasilnya membuat orang mengenal TUHAN yang benar dan didewasakan, atau membuat hidup orang menjadi benar. Kualitas ini tidak diukur seberapa banyak kita memberi sumbangan atau mendoakan orang, tetapi seberapa kuat kita memberi pengaruh kepada orang lain sehingga mereka juga bisa berjiwa musafir dan dilayakkan masuk Kerajaan Surga.
Kalau di Perjanjian Lama hanya keturunan Harun yang disebut pelayan TUHAN, tetapi dalam kehidupan anak-anak TUHAN, semua kita adalah pelayan-pelayan-NYA. Kitalah imamat yang rajani (1Ptr. 2:9). Begitu membuka mata pada pagi hari, kita sudah memulai sebuah pelayanan pekerjaan TUHAN. Segala sesuatu yang kita lakukan untuk kemuliaan TUHAN (ay. 31). Setiap detak jantung dan denyut nadi kita adalah irama melayani TUHAN.
Dalam hal ini, kita tidak boleh membagi hidup dalam dua bagian yaitu bagian rohani (melayani TUHAN) dan bagian duniawi atau sekuler (tidak melayani TUHAN). Contohnya, kalau di gereja, kita melayani TUHAN; sementara di kantor tidak. Itu salah! Sebagai anak TUHAN, tidak ada wilayah dalam hidup kita di mana kita tidak sedang melayani TUHAN; demikian pula tidak ada wilayah dalam hidup kita di mana kita merasa lebih melayani TUHAN. Di mana pun, porsi melayani TUHAN harus sama yaitu sepenuhnya maksimal. Pembagian dua wilayah hidup ini membuat banyak orang Kristen tidak melayani TUHAN dan sekelompok orang tertentu memanipulasi untuk kepentingan diri sendiri. Membagi hidup menjadi dua wilayah (dualisme) ini akan membuat kita bermuka dua, di suatu tempat atau di waktu-waktu tertentu berwajah seperti anak TUHAN, tetapi di tempat lain dan di waktu yang berbeda berwajah layaknya anak dunia atau anak setan. Akibatnya, bukannya melayani TUHAN, akhirnya kita melayani diri sendiri dan melakukan tindakan yang dapat melukai hati TUHAN.
Oleh karena itulah kita harus berjiwa musafir, karena seorang musafir akan mengorbankan apa pun yang ada demi tujuan akhirnya yaitu Kerajaan Surga. Seorang musafir sadar bahwa dunia ini hanya tempat tinggal sementara. Dengan demikian kita akan mengawal Kerajaan Surga tanpa batas. Kita membela kepentingan TUHAN sesuai dengan kehendak TUHAN. Inilah pelayanan yang sesungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar