Renungan Harian Virtue Notes, 16 Juli 2010
Menjadi Majikan Atau Hamba
Bacaan : Wahyu 4 : 9–11
4:9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya,
4:10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata:
4:11 "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan."
Oleh warisan dosa nenek moyang, pada hakikatnya hampir setiap insan memiliki gairah mau menjadi “seperti TUHAN”, artinya mau menjadi tuan atau majikan bagi orang lain. Ini gairah dari kuasa kegelapan yang tidak rela ALLAH, Sang Khalik Semesta Alam menjadi pribadi yang tak tertandingi siapa pun. Sebagaimana iblis mau menandingi ALLAH, demikian pula ia membujuk manusia untuk menandingi ALLAH.
Ternyata modus operandi Iblis menjatuhkan manusia masih tidak berubah, yaitu membujuk manusia menyangkali eksistensi ALLAH sebagai “Majikan” atau “Penguasa”. Sangat disayangkan, banyak orang tidak menyadari manuver kuasa kegelapan ini. Ketidaksadaran ini sangat berbahaya, khususnya bagi kehidupan anak-anak TUHAN yang merasa sudah ada di pihak yang benar dan merasa sebagai orang Kristen yang sudah benar. Mereka tidak menyadari bahwa di dalam dirinya masih terdapat spirit atau semangat hidup yang salah.
Orang yang menyatakan dirinya Kristen juga tanpa disadari melakukan kebodohan yang sama. Manakala seseorang meletakkan kepentingan dirinya sendiri lebih dari kepentingan TUHAN, berarti ia menjadikan dirinya sendiri sebagai tuan. Dengan memprioritaskan kepentingannya sendiri, orang cenderung memperdaya sesamanya, bahkan juga mencoba memperdaya TUHAN. Jika hal ini terjadi, maka manusia tidak berbakti kepada TUHAN, tetapi TUHAN lah yang diharapkannya untuk dapat berbakti kepada manusia. TUHAN lah yang dijadikan hamba. Memang tidak ada orang yang secara terbuka menyatakan hal ini, tetapi menggunakan kalimat “Harapkan pertolongan TUHAN dan campur tangan-NYA” sering tidak lain merupakan kamuflase usaha manusia untuk memperdayakan dan memanfaatkan TUHAN guna memenuhi kepentingan manusia itu sendiri.
Jadi dosa manusia bukan saja harta, wanita dan tahta, tetapi mahkota. Mahkota ialah keinginan menjadi terhormat, keinginan memperoleh hal-hal untuk dirinya sendiri. Bahkan mahkota TUHAN pun ingin direnggutnya. Dengan memprioritaskan dirinya sendiri, ia telah mendewakan (menuhankan) dirinya sendiri.
Satu-satunya cara untuk belajar tunduk menyembah kepada TUHAN adalah melemparkan mahkota kita. Ini berarti mengakui supremasi TUHAN sebagai Penguasa Agung. Perlu diakui bahwa sikap hati ini tidak mudah dicapai, tetapi kita harus belajar sungguh-sungguh untuk meraihnya. Mari belajar melemparkan mahkota kita, dan sadarlah bahwa kita adalah hamba, yang jika tanpa karunia ALLAH, sesungguhnya tidak layak untuk berdiri di hadapan ALLAH Yang Mahabesar, Majikan kita.
Menjadi Majikan Atau Hamba
Bacaan : Wahyu 4 : 9–11
4:9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya,
4:10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata:
4:11 "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan."
Oleh warisan dosa nenek moyang, pada hakikatnya hampir setiap insan memiliki gairah mau menjadi “seperti TUHAN”, artinya mau menjadi tuan atau majikan bagi orang lain. Ini gairah dari kuasa kegelapan yang tidak rela ALLAH, Sang Khalik Semesta Alam menjadi pribadi yang tak tertandingi siapa pun. Sebagaimana iblis mau menandingi ALLAH, demikian pula ia membujuk manusia untuk menandingi ALLAH.
Ternyata modus operandi Iblis menjatuhkan manusia masih tidak berubah, yaitu membujuk manusia menyangkali eksistensi ALLAH sebagai “Majikan” atau “Penguasa”. Sangat disayangkan, banyak orang tidak menyadari manuver kuasa kegelapan ini. Ketidaksadaran ini sangat berbahaya, khususnya bagi kehidupan anak-anak TUHAN yang merasa sudah ada di pihak yang benar dan merasa sebagai orang Kristen yang sudah benar. Mereka tidak menyadari bahwa di dalam dirinya masih terdapat spirit atau semangat hidup yang salah.
Orang yang menyatakan dirinya Kristen juga tanpa disadari melakukan kebodohan yang sama. Manakala seseorang meletakkan kepentingan dirinya sendiri lebih dari kepentingan TUHAN, berarti ia menjadikan dirinya sendiri sebagai tuan. Dengan memprioritaskan kepentingannya sendiri, orang cenderung memperdaya sesamanya, bahkan juga mencoba memperdaya TUHAN. Jika hal ini terjadi, maka manusia tidak berbakti kepada TUHAN, tetapi TUHAN lah yang diharapkannya untuk dapat berbakti kepada manusia. TUHAN lah yang dijadikan hamba. Memang tidak ada orang yang secara terbuka menyatakan hal ini, tetapi menggunakan kalimat “Harapkan pertolongan TUHAN dan campur tangan-NYA” sering tidak lain merupakan kamuflase usaha manusia untuk memperdayakan dan memanfaatkan TUHAN guna memenuhi kepentingan manusia itu sendiri.
Jadi dosa manusia bukan saja harta, wanita dan tahta, tetapi mahkota. Mahkota ialah keinginan menjadi terhormat, keinginan memperoleh hal-hal untuk dirinya sendiri. Bahkan mahkota TUHAN pun ingin direnggutnya. Dengan memprioritaskan dirinya sendiri, ia telah mendewakan (menuhankan) dirinya sendiri.
Satu-satunya cara untuk belajar tunduk menyembah kepada TUHAN adalah melemparkan mahkota kita. Ini berarti mengakui supremasi TUHAN sebagai Penguasa Agung. Perlu diakui bahwa sikap hati ini tidak mudah dicapai, tetapi kita harus belajar sungguh-sungguh untuk meraihnya. Mari belajar melemparkan mahkota kita, dan sadarlah bahwa kita adalah hamba, yang jika tanpa karunia ALLAH, sesungguhnya tidak layak untuk berdiri di hadapan ALLAH Yang Mahabesar, Majikan kita.
0 komentar:
Posting Komentar