Renungan Harian Virtue Notes, 5 Januari 2012
Menyadari Siapakah Manusia
Bacaan: Pengkhotbah 12:7
12:7 dan debu kembali menjadi
tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang
mengaruniakannya.
Selain dengan menyadari siapakah Allah,
pola berpikir yang realistis juga dibangun dari kesadaran siapakah manusia.
Dalam kitab Kejadian, dinyatakan bahwa manusia diciptakan dari debu tanah (Kej.
2:7). Itulah sebabnya manusia disebut Adam, yang artinya “tanah liat” atau
“debu tanah”.
Catatan ini menjadi tidak
sederhana, manakala kita sungguh-sungguh merenungkan bahwa manusia yang
ganteng, cantik molek atau tampak gagah ini ternyata hanya debu tanah. Firman
Tuhan menyatakan, bahwa dengan berpeluh manusia akan mencari makanannya, sampai
ia kembali lagi menjadi tanah, karena dari sanalah manusia diambil; sebab
manusia adalah debu, dan akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19).
Kenyataan ini seharusnya
menggetarkan kita: betapa
tidak bernilainya tubuh kita ini. Sejatinya yang bernilai adalah roh dan jiwa
manusia yang abadi. Seperti kata Pengkhotbah, debu kembali
menjadi tanah seperti semula, dan roh kembali kepada Allah yang
mengaruniakannya. Jadi kalau kita melihat rata-rata orang hari ini, kita
dicelikkan, betapa bodohnya manusia itu, sebab demi tubuh fana ini, orang
sering mengabaikan nasib atau keadaan kekal roh dan jiwanya. Mereka tidak
menyadari, apalagi menerima bahwa tubuhnya hanyalah debu semata-mata. Tetap
saja mereka menghiasinya dengan berbagai perhiasan, yang menurut mereka memberi
nilai di mata orang lain dan membangkitkan kesenangan dalam jiwanya. Mereka
tidak menyadari bahwa kesenangan seperti itu adalah berhala yang membinasakan.
Tidak sedikit orang yang
mengejar harta benda yang dipandangnya berharga. Misalnya, semua uang yang
diterimanya dikumpulkannya demi bisa membeli mobil bagus. Ia melihat anak
tetangganya meratap sebab ingin kuliah tetapi tidak sanggup membayarnya, tetapi
ia cuek saja tanpa menunjukkan keinginan membantu, sebab mobil itu sudah
menjadi impiannya sejak beberapa waktu yang lalu. Banyak orang yang sudah
berduit juga giat memperkaya diri dan tekun bermewah-mewah, sementara
membiarkan orang miskin di sekitarnya mati kelaparan. Betapa egoisnya. Apa
bedanya mereka dengan orang kaya yang mengabaikan Lazarus (Luk.16:23–24)?
Kebenaran ini disampaikan
kepada kita agar kita tidak senasib dengan orang kaya yang dikisahkan Tuhan
Yesus itu. Sebenarnya kekayaan tidak membinasakan; sikap yang salah terhadap
kekayaan itulah yang membinasakan. Maka marilah kita berpikir realistis, dengan
mengenal siapakah manusia itu sehingga selagi masih hidup dengan tubuh fana
ini, kita harus menggunakannya untuk kemuliaan-Nya.
Manusia yang bodoh adalah manusia yang
mengabaikan nasib kekal roh dan jiwanya demi
mendandani tubuh fana.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar