Renungan Harian Virtue Notes, 4 Juni 2011
Ekspresi Perasaan Yang Sehat
Bacaan: 2 Timotius 1: 7
1:7 Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.
Tentu saat berurusan dengan Tuhan kita harus melibatkan seluruh keberadaan diri kita. Ini mencakup pikiran dan juga perasaan. Oleh sebab itu berhubungan dengan Tuhan dalam bentuk doa, nyanyian dan berbagai kegiatan liturgi juga harus menggunakan perasaan. Kita tidak perlu takut dan ragu-ragu mengekspresikan perasaan kita kepada Tuhan melalui liturgi, dan kita juga tidak boleh mencemooh jika melihat orang lain mengungkapkan perasaannya melalui tangisan dan ekspresi lainnya, sementara ekspresi kita tidak demikian. Namun penggunaan emosi harus tetap terkendali dengan baik. Akal pikiran, kejujuran dan ketulusan harus tetap menjadi panglima yang mengawal seluruh tindakan kita.
Banyak orang Kristen—terutama di beberapa aliran yang mengeksploitasi perasaan secara berlebihan—tidak mengunakan akal dengan baik dalam mengekspresikan perasaannya. Akibatnya adalah membutakan kejujuran dan ketulusan seraya mengumbar emosi. Kita melihat liturgi kelompok yang mengeksploitasi perasaan ini selalu diwarnai dengan ledakan emosi, sampai terkadang bak ritual penyembahan agama suku primitif. Mereka menganggap tidak bisa menyembah dengan baik pada suasana yang kondusif bagi umat untuk menggunakan pikiran dan perasaan; atau menganggap Tuhan baru hadir jika dirasakan dalam emosi yang meledak-ledak.
Contoh terjelas adalah mengenai bahasa lidah (“bahasa roh”). Ada kalangan tertentu yang mengharuskan umat berbahasa lidah dalam ibadah sebebas-bebasnya, bahkan mengakibatkan ibadah menjadi tidak tertib. Padahal roh dari Allah memberikan ketertiban, maksudnya jemaat harus bisa menguasai diri dengan tertib. Ketidaktertiban ini menimbulkan kecaman dan pandangan miring dari banyak pihak, terutama mereka yang berada di luar gereja, seolah-olah Kekristenan hanyalah konsumsi orang-orang yang perasaannya kurang sehat dan pikirannya terganggu.
Kita harus belajar mengekspresikan perasaan kita kepada Tuhan dengan sehat. Yang penting adalah ketulusan, bukan sekadar formalitas agamawi. Ekspresi yang berlebihan mengakibatkan orang-orang yang biasa menggunakan nalarnya dengan baik tidak mau mencari Tuhan. Mereka lebih memilih New Age Movement yang dipandang lebih masuk akal, atau humanisme yang bahkan lebih dianggap tulus dan mendarat. Memang, bagaimanapun kalau orang sudah tidak mau menerima Injil maka ia akan menggunakan banyak alasan untuk menolaknya; tetapi bagi kita yang mengenal kebenaran ini, jangan sampai kita mengakibatkan orang menolak Injil gara-gara kebodohan kita. Itu suatu dosa di hadapan Tuhan.
Ekspresi perasaan yang sehat kepada Tuhan adalah perasaan yang tulus dan bukan sekadar formalitas agamawi.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar