Renungan Harian Virtue Notes, 23 April 2012
Tidak Harus Spektakuler
Bacaan: Yohanes 20:29
20:29 Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya.
Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."
Menjadi pengertian dan konsep yang mengakar
dalam pikiran orang Timur, bahwa mengalami Tuhan harus secara spektakuler,
karena Allah adalah Allah yang spektakuler; yang dahsyat dan luar biasa. Hal
ini dipicu oleh konsep agama-agama kafir yang selalu menghubungkan pengalaman
mereka dengan Allah mereka yang hampir selalu secara spektakuler, secara khusus
melalui ritual atau upacara agama mereka. Untuk hal-hal yang spektakuler yang
bisa atau diharapkan terjadi dalam ritual tersebut biasanya harus ada pemimpin
atau tokoh agama yang menjadi pemandunya atau mediator antara umat dan dewa
atau allah yang disembah. Hal-hal spektakuler menjadi sebuah keharusan untuk
dapat terjadi bagi sebagian mereka. Itulah sebabnya tidak sedikit ritual mereka
disertai demonstrasi untuk menunjukkan kekuatan Allah mereka.
Konsep kafir ini rupanya “diimport” oleh orang-orang Kristen yang tidak
mengenal kebenaran dalam gereja Tuhan. Itulah sebabnya dalam acara-acara kebaktian
di beberapa gereja, diharapkan terjadi mukjizat atau hal-hal yang dahsyat.
Sehingga terjadi proses pemaksaan diri untuk mengalami Tuhan. Di sebagian gereja,
emosilah yang dipompa sedemikian rupa, seakan-akan mereka mengalami Tuhan.
Akhirnya terjadi penipuan atau pemalsuan hadirat Tuhan. Liturgi gereja atau
misa dibuat sedemikian rupa agar jemaat sakan-akan merasakan hadirat Tuhan dan
bertemu dengan Tuhan. Sejatinya hal ini adalah penipuan terhadap jemaat. Tetapi
hal ini telah berlangsung selama bertahun-tahun sehingga menjadi irama wajar
dan standar. Tidak mungkin dalam suatu kebaktian pemimpin puji-pujian dan
pendeta serta jemaat benar-benar bisa mengalami Tuhan kalau memang setiap
harinya mereka tidak berurusan dengan Tuhan secara normal dan natural. Normal
artinya sebagaimana mestinya, natural artinya tidak dibuat-buat atau wajar
saja.
Mengalami Tuhan bukan berarti harus mengalami kejadian-kejadian yang
spektakuler. Sebagaimana bila kita berurusan dengan seseorang secara utuh,
demikian pula jika kita berurusan secara utuh dengan Tuhan. Secara utuh artinya
dalam segala keadaan kita berurusan dengan Tuhan. Baik pada waktu keadaan
ekstrim, misalnya masalah berat, juga dalam masalah ringan. Pada waktu suka maupun
duka. Pada waktu membutuhkan mukjizat maupun tidak. Dalam hal ini perlu
ditambahkan bahwa tidak semua orang yang mengalami mukjizat takut akan Allah.
Tetapi orang yang bergaul dengan Tuhan atau mengalami Tuhan setiap hari pasti
ia membangun sikap takut akan Allah secara benar.
Alami Tuhan secara normal dan natural, dalam segala
keadaan, baik suka maupun duka, itulah hidup bersama Tuhan yang benar.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment,dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar