Renungan Harian Virtue Notes, 24 Maret 2012
Penduduk Asing
Bacaan: 1 Petrus 1:17
1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa,
yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang
menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan
selama kamu menumpang di dunia ini.
Alkitab menunjukkan bahwa kita adalah
orang-orang yang menumpang di bumi ini (1Ptr. 1:17). Dalam teks aslinya kata
menumpang disini adalah παροικία (parĪkÍa) yang artinya “penduduk asing” atau
“orang yang singgah sementara sebagai penduduk di tanah asing“; juga bisa
berarti ”tinggal di negeri asing”. Sebagian besar atau hampir semua orang
Kristen percaya mengenai hal ini. Tetapi masalahnya bukan sekadar percaya
tetapi harus menyerahkan diri kepada yang dipercayainya tersebut. Ini paralel
dengan hal iman. Kalau hanya percaya
bahwa Allah itu ada, setan-setan pun percaya dan mereka gemetar; tetapi mereka
tidak menyerahkan diri kepada Allah untuk tunduk dan melakukan kehendak-Nya. Sebaliknya,
mereka malahan memberontak melawan Allah.
Demikian pula dengan banyak
orang, yang mempercayai bahwa di dunia ini hanya menumpang atau singgah
sebentar, tetapi kehidupannya bertentangan dengan apa yang diyakininya
tersebut. Mereka tidak menyerahkan diri kepada apa yang menurut mereka telah
mereka percayai. Ini berarti mereka belum bisa dikatakan percaya. Kalau
seseorang tidak belajar menerima realitas ini, suatu saat mereka sampai pada
satu level kehidupan dimana mereka tidak sanggup lagi untuk mengangkatnya. Di
ujung maut mereka akan dipaksa pasrah menerima “nasib” yang sangat mengerikan,
yaitu terpisah dari hadirat Allah selama-selamanya.
Irama hidup manusia pada umumnya menunjukkan seakan-akan perjalanan hidup ini
tidak ada ujungnya. Hal ini nampak dari gejala-gejalanya. Pertama, mereka tidak bersungguh-sungguh menemukan tempatnya yang
benar di hadapan Tuhan. Mereka tidak berusaha maksimal untuk mengenal Tuhan dan
melakukan kehendak-Nya, sebab lebih banyak hal lain yang mereka anggap lebih
penting untuk diusahakan lebih maksimal. Kedua,
mereka berpikir bahwa untuk mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya bukan hal
yang sulit. Karenanya mereka merasa tidak perlu mengalokasikan waktu dan
perhatian untuk itu. Banyak kegiatan lain yang dianggap penting dan mendesak.
Sementara mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya dijadikan sebagai kegiatan
sambilan atau tambahan. Ketiga,
mereka berpikir bahwa yang penting tidak bermaksud mengkhianati Tuhan. Padahal
dengan gaya hidup tersebut mereka sedang mengembangkan hidup tidak setia kepada
Tuhan.
Bagaimana dengan kita? Apakah hari ini kita juga memelihara gejala-gejala seperti
itu? Jika ya, segeralah berkomitmen untuk bertobat, sebab gejala tersebut bisa
berujung pada pengkhianatan kepada Allah.
Hidup di dunia ini hanya menumpang sementara, dan itu akan tercermin dalam
kehidupan sehari-hari.
0 komentar:
Posting Komentar