Renungan Harian Virtue Notes, 18 Maret 2012
Satu Tahta
Bacaan: Matius 6:24
6:24 Tak seorangpun
dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang
seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan
tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada
Mamon."
Ketika Tuhan Yesus berkata bahwa seseorang
tidak bisa mengabdi kepada dua tuan, Tuhan Yesus menegaskan bahwa hanya ada
satu tahta dalam kehidupan setiap insan. Tahta disini maksudnya adalah penguasa
yang diakui sebagai majikan yang berdaulat, yang kepada-Nya segenap hidup
dipersembahkan untuk mengabdi. Ingat hanya satu tahta bukan dua, apalagi lebih.
Ini merupakan hukum kehidupan yang tidak bisa diubah. Hukum ini sama dengan
terang tidak bisa bersatu dengan gelap. Jangan coba menggabungkannya, tidak
akan pernah bisa. Seseorang harus menentukan siapakah yang duduk di tahta
kehidupannya. Apakah tahta tersebut diserahkan kepada Tuhan atau diserahkan
kepada musuhNya, tergantung masing-masing individu.
Dalam hal ini masing-masing
individu memiliki kebebasan untuk menentukan. Kuasa kegelapan berusaha untuk
mengaburkan fakta ini, sehingga banyak orang tidak mengambil sikap dengan
segera. Mereka merasa masih aman walau tidak menentukan sikap dengan tegas.
Kalau seseorang menunda mengambil sikap, itu berarti si jahat berhasil
menggiringnya menuju kegelapan abadi. Memang belum sampai pada kegelapan abadi,
tetapi itu adalah gejala menuju kegelapan tersebut.
Demikianlah kenyataannya,
banyak orang yang menunda untuk menentukan siapakah yang bertahta di tahta
kehidupannya. Keadaan berlarut-larut dimana seseorang tidak menentukan siapakah
yang bertahta di tahta kehidupannya berarti ia memilih untuk memberikan tempat
kepada si jahat untuk menjadi majikan dalam hidupnya. Kalau si jahat menjadi
majikan dalam hidupnya berarti orang itu memperoleh kemerdekaan untuk berbuat
apa saja yang sesuai dengan keinginan hatinya. Itulah bonus kehidupan orang
yang memilih si jahat menjadi majikan dalam hidupnya. Bahkan dia sendiri juga
boleh bertahta di tahta kehidupannya.
Berbeda kalau seseorang
memberikan tahta kehidupannya bagi Tuhan, maka ia harus bersedia terbelenggu.
Ia tidak bisa lagi merdeka melakukan segala sesuatu yang diingininya. Hidupnya
akan mulai dikontrol secara ketat. Ia tidak bisa suka-suka melangkah setiap
saat. Setiap kali melangkah harus dimulai dengan pernyataan “jika Tuhan
menghendaki”. Jika Tuhan tidak menghendaki berarti ia tidak boleh bergerak,
walau desakan hatinya kuat. Orang yang memberikan tahta hidupnya bagi Tuhan
akan berusaha mengenal Dia, mengerti isi hati-Nya untuk dilakukan. Ia akan
berhenti memanfaatkan Tuhan, tetapi akan mulai melakukan segala hal untuk
kepentingan-Nya.
Jangan pernah menunda menentukan siapa yang
bertahta dalam kehidupan kita
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar