Renungan Harian Virtue Notes, 11 Maret 2012
Dimensi Pandangan Hidup Yang Baru
Bacaan: Roma 1:16-17
1:16 Sebab aku mempunyai keyakinan yang
kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang
Yahudi, tetapi juga orang Yunani.
1:17 Sebab di dalamnya nyata
kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman,
seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman."
Dalam bahasa aslinya yaitu bahasa Yunani,
Injil adalah evangjélion. Artinya “kabar baik”. Tentu banyak orang Kristen
mengerti secara kata dan makna sempitnya, tetapi tahukah kita apa yang
terkandung dalam Injil itu? Alkitab jelas menyatakan bahwa Injil adalah kuasa
Allah yang menyelamatkan (ay. 16). Pernyataan ini harus dibedah dengan teliti
dan cermat, sehingga kita memahami mekanismenya, bagaimana Injil berperan
sebagai kuasa Allah menyelamatkan. Untuk ini kita harus memahami secara memadai
apa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus sepanjang hidup-Nya—ketika Ia mengenakan
tubuh daging seperti kita—dan mengerti secara memadai pula apa yang
diajarkan-Nya.
Dengan
memahami yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dan mengerti apa yang diajarkannya,
kita pasti memiliki dimensi pandangan hidup yang baru, yang benar-benar berbeda
dengan dimensi pandangan hidup manusia pada umumnya. Jadi Injil merupakan kuasa Allah
yang membawa kehidupan kita kepada dimensi hidup yang baru. Inilah mekanisme
penyelamatan melalui Injil. Dimensi baru di sini maksudnya adalah cara
memandang dunia ini: harta, cita-cita, keluarga, pasangan hidup, hidup di balik
kematian dan sebagainya.
Agar dapat memiliki
dimensi yang baru, kita harus benar-benar menyerap apa yang tertulis dalam
Kitab Perjanjian Baru.
Ini merupakan kemutlakan yang tidak bisa ditawar sama sekali; hukumnya adalah
wajib. Gereja harus sungguh-sungguh menyediakan pengajaran secara memadai
berkenaan dengan apa yang dilakukan dan diajarkan oleh Tuhan Yesus. Jemaat
harus terus didorong untuk belajar, belajar dan belajar. Jika ternyata jemaat
tidak bersedia untuk belajar, itu sudah di luar tanggung jawab gereja lagi,
sebab masing-masing orang harus mempertanggung jawabkan hidupnya sendiri (Rm.
14:12).
Saat mendengarkan hamba Tuhan
atau pembicara yang berdiri di belakang mimbar, kita harus selalu
memperhatikan, apakah mereka menggali Injil Perjanjian Baru secara benar.
Seorang pembicara tidak boleh menafsirkan ayat-ayat Perjanjian Lama sesukanya
sendiri. Penafsirannya tidak boleh bertentangan dengan kebenaran Perjanjian
Baru. Jadi sebagai jemaat kita harus mau belajar sendiri, agar tidak terkecoh
oleh khotbah-khotbah yang bukan memberitakan Firman Tuhan, melainkan pikiran
manusia yang disesuaikan dengan semangat zaman atau filsafat modern yang fasik.
Jika Anda seorang pembicara, sadarlah bahwa khotbah Anda harus membawa jemaat
kepada keselamatan yang sejati, bukan sebaliknya membinasakan mereka.
Injil menyelamatkan dengan menjadi kuasa Allah yang
membawa kehidupan kita kepada dimensi hidup yang baru.
0 komentar:
Posting Komentar