RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Allah Membangun Keluarga


Renungan Harian Virtue Notes, 7 Januari 2012
Allah Membangun Keluarga


Bacaan: Yohanes 17:20-26

17:20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;
17:21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
17:22 Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu:
17:23 Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.
17:24 Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.
17:25 Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku;
17:26 dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka."


Allah Bapa berkehendak membangun suatu keluarga dan menikmati kehidupan bersama-sama dengan keluarga yang dibangun-Nya tersebut. Ia telah memiliki Putra Tunggal, yang telah bersama-sama dengan Dia sebelum dunia dijadikan. Bapa sudah bersama-sama dengan Sang Putra dalam kebahagiaan sempurna bahkan sebelum waktu ada.

Kebahagiaan itu bisa terganggu oleh karena pemberontakan malaikat yang dikenal sebagai Lucifer. Lucifer berkehendak untuk berkuasa melampaui kewenangannya dan berniat mengungguli segala “bintang”. Tentu di antara yang ingin diunggulinya itu adalah Bintang di atas segala bintang, yaitu Anak Tunggal Bapa yang telah memiliki kemuliaan sebelum dunia dijadikan (ay. 24).

Untuk menyelesaikan masalah pemberontakan Lucifer, Allah menciptakan anak yang lain yaitu manusia. Manusia diciptakan keluar dari Diri-Nya sendiri, atau bisa dikatakan dilahirkan oleh Allah sendiri (Kej. 2:7). Sulit dibantah bahwa proses ini seperti proses “kloning roh”. Itulah sebabnya dikatakan bahwa manusia diciptakan segambar dengan Allah (Kej 1:26–27).

Anak-anak-Nya yang lain ini diciptakan untuk bersama-sama hidup bersama dengan Diri-Nya dan Putra Tunggal-Nya menikmati kemuliaan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan kemuliaan yang disediakan sebelum dunia dijadikan. Inilah keinginan Bapa segala roh, Tuhan Semesta Alam, yaitu agar manusia menjadi keluarga Kerajaan-Nya.

Ada maksud tertentu Allah menciptakan manusia, yaitu untuk berkembang biak memenuhi bumi dan menaklukkannya. Tentu di dalamnya juga diberi mandat untuk mengalahkan malaikat yang jatuh (Lucifer) yang dibuang di bumi. Dalam hal ini kita menemukan tidak ada sesuatu yang gratis. Allah menciptakan manusia bukan tanpa tujuan, bukan tanpa misi serta tanggung jawab yang harus diembannya. Manusia dipanggil untuk membela kepentingan Bapa. Kalau Anak Tunggal-nya yaitu Sang Logos bersama-sama dengan Bapa menciptakan dunia ini (Yoh 1:1–10), tetapi anak-anak Allah yang lain yaitu Adam dan Hawa di persiapkan untuk mengalahkan iblis agar “Nama Bapa dimuliakan, Kerajaan-Nya atau pemerintahan-Nya datang dan kehendak-Nya dijunjung tinggi secara mutlak di bumi ini. Namun ternyata manusia pertama telah gagal untuk melaksanakan kehendak Bapa. Maka Allah mengutus Putra Tunggalnya untuk mengalahkan Iblis serta menyelamatkan manusia, agar kembali dapat menjadi keluarga Kerajaan-Nya.


Manusia diciptakan hanya untuk membela kepentingan Bapa, Sang Kepala Keluarga Kerajaan Allah.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Kemuliaan Bagi Kita


Renungan Harian Virtue Notes, 6 Januari 2012
Kemuliaan Bagi Kita


Bacaan: 1 Korintus 2:6-8

2:6 Sungguhpun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang, yaitu hikmat yang bukan dari dunia ini, dan yang bukan dari penguasa-penguasa dunia ini, yaitu penguasa-penguasa yang akan ditiadakan.
2:7 Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita.
2:8 Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia.


Rasul Paulus berbicara mengenai hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan-Nya bagi kemuliaan orang percaya (ay. 6–7). Kemuliaan orang percaya menunjuk kemuliaan yang akan diterima bersama-sama dengan Tuhan Yesus dalam Kerajaan-Nya nanti (Rm. 8:17).

Kemuliaan di sini artinya sesuatu yang bernilai tinggi, yang melebihi segala kemuliaan atau sesuatu yang bernilai lebih dari segala sesuatu. Kemuliaan tersebut dikatakan sebagai kemuliaan yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kita. Ternyata sebelum dunia dijadikan ada sesuatu yang Allah Bapa sediakan bagi manusia yang terpilih, sesuatu yang tidak akan bisa kita mengerti. Ternyata manusia diciptakan Allah Bapa untuk dimuliakan, artinya diberi sesuatu yang sangat bernilai dan membahagiakan. Manusia diciptakan untuk memiliki kehidupan yang berkualitas sangat tinggi. Seperti Bapa telah memuliakan Anak-Nya yaitu Tuhan Yesus Kristus, Bapa juga menciptakan atau melahirkan anak-anak yang lain untuk dimuliakan, seperti Ia memuliakan Putra Tunggal-Nya.

Namun manusia menyalibkan Tuhan Yesus (ay. 8) sebab tidak mengerti kebenaran yang tersembunyi dari pengertian banyak orang ini. Mereka yang menyalibkan Yesus adalah para penguasa, yaitu pemimpin agama atau para pemimpin politik di zaman Romawi. Jejak kebodohan mereka diikuti manusia hari ini yang tidak mau mengerti kemuliaan yang Allah Bapa sediakan. Paulus mengatakan bahwa mereka hidup sebagai seteru salib Kristus , artinya tidak mengerti apa maksud kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini (Flp. 3:18–20). Pikiran mereka tertuju kepada perkara-perkara duniawi. Mereka tidak memahami bahwa sebagai orang percaya, kewargaan kita ada di dalam Surga; kita menantikan Tuhan yang akan membawa kita kepada kemuliaan-Nya.

Dengan kenyataan ini, seharusnya kita tidak lagi meragukan kasih Tuhan sama sekali. Jangankan memikirkan masalah makan-minum, kesehatan, jodoh, dan segala pemenuhan kebutuhan jasmani, lebih dari ini pun Allah Bapa telah menyediakannya bagi kita. Ada berkat yang jauh lebih berharga daripada semua yang dipandang sebagai kebutuhan oleh manusia pada umumnya, yaitu kemuliaan dari Tuhan untuk makhluk ciptaan-Nya yang disebut manusia.


Bapa telah menyediakan kemuliaan yang melebihi segala sesuatu bagi kita, maka jangan lagi kita meragukan kasih-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Menyadari Siapakah Manusia



Renungan Harian Virtue Notes, 5 Januari 2012
Menyadari Siapakah Manusia


Bacaan: Pengkhotbah 12:7

12:7 dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.


Selain dengan menyadari siapakah Allah, pola berpikir yang realistis juga dibangun dari kesadaran siapakah manusia. Dalam kitab Kejadian, dinyatakan bahwa manusia diciptakan dari debu tanah (Kej. 2:7). Itulah sebabnya manusia disebut Adam, yang artinya “tanah liat” atau “debu tanah”.

Catatan ini menjadi tidak sederhana, manakala kita sungguh-sungguh merenungkan bahwa manusia yang ganteng, cantik molek atau tampak gagah ini ternyata hanya debu tanah. Firman Tuhan menyatakan, bahwa dengan berpeluh manusia akan mencari makanannya, sampai ia kembali lagi menjadi tanah, karena dari sanalah manusia diambil; sebab manusia adalah debu, dan akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19).

Kenyataan ini seharusnya menggetarkan kita: betapa tidak bernilainya tubuh kita ini. Sejatinya yang bernilai adalah roh dan jiwa manusia yang abadi. Seperti kata Pengkhotbah, debu kembali menjadi tanah seperti semula, dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya. Jadi kalau kita melihat rata-rata orang hari ini, kita dicelikkan, betapa bodohnya manusia itu, sebab demi tubuh fana ini, orang sering mengabaikan nasib atau keadaan kekal roh dan jiwanya. Mereka tidak menyadari, apalagi menerima bahwa tubuhnya hanyalah debu semata-mata. Tetap saja mereka menghiasinya dengan berbagai perhiasan, yang menurut mereka memberi nilai di mata orang lain dan membangkitkan kesenangan dalam jiwanya. Mereka tidak menyadari bahwa kesenangan seperti itu adalah berhala yang membinasakan.

Tidak sedikit orang yang mengejar harta benda yang dipandangnya berharga. Misalnya, semua uang yang diterimanya dikumpulkannya demi bisa membeli mobil bagus. Ia melihat anak tetangganya meratap sebab ingin kuliah tetapi tidak sanggup membayarnya, tetapi ia cuek saja tanpa menunjukkan keinginan membantu, sebab mobil itu sudah menjadi impiannya sejak beberapa waktu yang lalu. Banyak orang yang sudah berduit juga giat memperkaya diri dan tekun bermewah-mewah, sementara membiarkan orang miskin di sekitarnya mati kelaparan. Betapa egoisnya. Apa bedanya mereka dengan orang kaya yang mengabaikan Lazarus (Luk.16:23–24)?

Kebenaran ini disampaikan kepada kita agar kita tidak senasib dengan orang kaya yang dikisahkan Tuhan Yesus itu. Sebenarnya kekayaan tidak membinasakan; sikap yang salah terhadap kekayaan itulah yang membinasakan. Maka marilah kita berpikir realistis, dengan mengenal siapakah manusia itu sehingga selagi masih hidup dengan tubuh fana ini, kita harus menggunakannya untuk kemuliaan-Nya.


Manusia yang bodoh adalah manusia yang mengabaikan nasib kekal roh dan jiwanya demi mendandani tubuh fana.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.


Read more
0

Menyadari Siapakah Allah


Renungan Harian Virtue Notes, 4 Januari 2012
Menyadari Siapakah Allah


Bacaan: Mazmur 14:1-7

14:1 Untuk pemimpin biduan. Dari Daud. Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik.
14:2 TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah.
14:3 Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.
14:4 Tidak sadarkah semua orang yang melakukan kejahatan, yang memakan habis umat-Ku seperti memakan roti, dan yang tidak berseru kepada TUHAN?
14:5 Di sanalah mereka ditimpa kekejutan yang besar, sebab Allah menyertai angkatan yang benar.
14:6 Kamu dapat mengolok-olok maksud orang yang tertindas, tetapi TUHAN adalah tempat perlindungannya.
14:7 Ya, datanglah kiranya dari Sion keselamatan bagi Israel! Apabila TUHAN memulihkan keadaan umat-Nya, maka Yakub akan bersorak-sorak, Israel akan bersukacita.


Pola berpikir yang realistis dibangun dari kesadaran mengenai siapakah Allah dan siapakah manusia serta seluruh kebenaran yang Alkitab nyatakan. Jika kita sadar siapakah Allah, pasti kita juga sadar bahwa kita hidup di alam semesta yang bukan milik kita, melainkan diciptakan oleh Pribadi yang Mahakudus, Penguasa jagad raya yang mahaluas ini. Pribadi ini, yaitu Allah, menyimpan rahasia yang tidak terbatas, tetapi berkenan dikenal dan menjadi Bapa bagi manusia, karena memang manusia diciptakan keluar dari diri-Nya, melalui hembusan nafas-Nya. Karena itu Ia menghendaki agar ciptaan-Nya menjalankan hidup sesuai dengan keinginan-Nya. Untuk itu mau tidak mau setiap makhluk ciptaan harus berusaha mengenal-Nya dan melakukan apapun yang diingini-Nya.

Berhubung manusia sudah jatuh ke dalam dosa, manusia harus menemukan kembali tempatnya di hadapan Allah. Bapa sudah menyediakan jalan keluar untuk itu, yaitu keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Namun janganlah kita terlampau menyederhanakan tentang keselamatan ini. Keselamatan dalam Kristus harus dipahami dengan benar dan setepat-tepatnya; untuk itu Injil harus dipahami dengan benar. Ini merupakan hal paling utama dalam hidup ini: pengembaraan hidup di dunia ini haruslah hanya digunakan untuk menerima keselamatan yang disediakan Allah Bapa melalui Tuhan Yesus Kristus.

Dengan menyadari bahwa Allah ingin manusia mengenal-Nya dan melakukan kehendak-Nya, orang yang realistis adalah orang yang berusaha mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya. Orang seperti ini ingin membuktikan bahwa ia mengasihi Allah dengan mempertaruhkan segenap hidup, baik waktu, tenaga dan semua potensi dalam dirinya. Maka Allah pun akan memberikan hikmat-hikmat-Nya yang tersembunyi dan rahasia yang telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita (1Kor 2:7-8).

Dengan demikian, orang yang tidak mengasihi Tuhan berarti tidak berpikir realistis. Tentu mengasihi Tuhan disini bukan hanya dalam emosi tetapi dalam tindakan konkret. Oleh sebab itu mengasihi Tuhan harus memiliki fondasi. Fondasi pertama adalah komitmen untuk menerima diri sebagai pribadi yang tidak bermilik. Fondasi kedua adalah pengenalan akan Tuhan, sebab pengenalan akan Tuhan yang benar membangun hati yang mengasihi-Nya secara benar dan menghormati-Nya sebagaimana seharusnya.


Orang yang realistis adalah orang yang berusaha mengenal Tuhan dan melakukan kehendak-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Fantasi Belaka


Renungan Harian Virtue Notes, 3 Januari 2012
Fantasi Belaka


Bacaan: Yesaya 22:13

22:13 tetapi lihat, di tengah-tengah mereka ada kegirangan dan sukacita, membantai lembu dan menyembelih domba, makan daging dan minum anggur, sambil berseru: "Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati!"


Hari ini banyak orang sedang tertidur atau seakan-akan terhipnosis oleh keindahan dunia ini. Mereka telah dibujuk oleh kuasa kegelapan untuk berfantasi ria dengan kehidupan hari ini tanpa memperdulikan kenyataan kekekalan. Mereka merasa bahwa dunia yang dimiliki sekarang ini adalah satu-satunya dunia yang bisa mereka nikmati, oleh sebab itu tidak perlu ada dunia lain yang dinantikan. Tentu orang-orang seperti ini sukar untuk tidak menjadi serakah dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang penuh kasih. Semakin berumur, maka mereka semakin nyenyak tertidur sampai tidak bisa dibangunkan kembali. Saat terbangun di kekekalan, ternyata mereka hina di mata Allah.

Orang-orang seperti ini harus disadarkan; masalahnya, tidak mudah membuka mata orang yang telah berpuluh-puluh tahun mengenakan pola berpikir yang dianggap wajar oleh manusia pada umumnya. Tidak mudah mengubah cara hidup yang telah diwarisi dari nenek moyang mereka secara turun-temurun. Mereka berpikiran, “Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati!” Maksudnya, “Hidup ini singkat, nikmatilah, sebab tidak akan ada hidup seperti ini lagi!”

Tidak heran kalau orang yang berfalsafah seperti ini sering memandang orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam Tuhan sebagai orang yang berlebihan, fanatik dan tidak logis. Bukannya mereka mengabaikan Tuhan. Mereka juga bisa jadi rajin ke gereja, tetapi tentu lebih menyukai gereja yang ikut melestarikan fantasinya itu. Mereka tambah yakin bahwa ber-Tuhan artinya memperoleh keselamatan di dunia ini, artinya disembuhkan dari penyakit, diberkati secara finansial, dibebaskan dari masalah rumah tangga dan lain sebagainya, dan kalau mati langsung masuk surga. Mereka yakin di jalur yang benar, sebab mereka percaya Tuhan adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan jasmani di dunia ini.

Bagi kita yang memahami kebenaran yang sejati, semestinyalah kita bersuara senyaring-nyaringnya untuk menyadarkan mereka. Suara itu bukan kerasnya secara lahiriah, melainkan ketegasan yang mendemonstrasikan hidup menurut perspektif Allah dan bagaimana seharusnya seseorang menjalani hidup sesuai dengan sudut pandang-Nya. Memang kebenaran yang sejati tidak populer dan tidak disukai banyak orang, sebab seakan-akan memberikan beban baru kepada jemaat. Tetapi di antara orang-orang itu pasti masih ada yang akan terpanggil kepada jalan yang benar setelah melihat cara hidup sebagai seorang Kristen yang benar. Berbahagialah kita jika boleh dipakai Allah sebagai saksi-Nya dalam menyelamatkan yang terhilang.


Banyak orang yang berfantasi hari ini. Mari kita menyadarkan mereka.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit. 
Read more
0

Tselem Yang Terlantar


Renungan Harian Virtue Notes, 2 Januari 2012
Tselem Yang Terlantar


Bacaan: Mazmur 73:18-20

73:18 Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur.
73:19 Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan!
73:20 Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina.


Tujuh puluh tahun usia hidup manusia sangatlah singkat bila dibandingkan dengan kekekalan. Dalam tulisannya, Pemazmur menyatakan, “Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina” (ay. 20). Suatu hari nanti, ketika seseorang terjaga di kekekalan, sadarlah mereka bahwa hidup ini seperti mimpi belaka. Tetapi terlambat sudah; rupa mereka dipandang hina oleh Tuhan. Artinya keadaan rohani mereka tidak indah di mata Tuhan.

Kata rupa dalam teks ini dalam bahasa aslinya adalah צֶּלֶם (tsélém) yang juga merupakan kata yang digunakan untuk menggambarkan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dalam Kej. 1:26, atau aslinya צֶּלֶם (tsélém) dan דְּמוּת (demûth). Tsélém hendak menunjuk gambar dalam arti unsur-unsur dasar yang dimiliki Allah juga dimiliki manusia—yaitu pikiran, perasaan, kehendak, kekekalan dan hakikat kerja. Sementara demûth menunjuk keserupaan, dalam arti kualitas unsur-unsur tersebut.

Eloknya wajah kita di kekekalan diukur dari kualitas tsélém kita, yaitu apa yang ada di dalam jiwa kita—pikiran, perasaan dan kehendak kita. Jadi kalau selama hidup di dunia ini kita tidak memedulikan wajah batiniah kita tersebut, jangan heran jika setelah meninggal rupa kita tidaklah elok di mata Tuhan.

Seperti apakah sikap dan perbuatan yang menelantarkan tsélém atau wajah batiniah itu? Misalnya, sibuk mendandani wajah lahiriah dengan segala perhiasan fisik tetapi abai bahwa wajah batiniah juga harus didandani. Atau, sibuk memperkaya diri dengan segala fasilitas duniawi, namun lalai mengumpulkan harta di surga, yaitu keindahan manusia batiniahnya.

Contoh orang yang menelantarkan tsélém-nya adalah orang kaya dalam kisah orang kaya dan Lazarus di Luk. 16:19–31. Setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Tidak bisa dibayangkan, saat hidup di dunia ini berakhir, betapa menyesal hatinya karena kedatangan Lazarus ke rumahnya sebenarnya merupakan kesempatan supaya ia dapat menghiasi jiwanya dengan perhiasan yang berharga di mata Allah. Ia telah menyia-nyiakan kesempatan itu; tidak ada lagi kesempatan yang lain. Selama hidup, ia berpikir wajar seperti orang lain umumnya. Ia merasa dirinya sangat realistis, tetapi saat menyaksikan kekekalan, barulah ia celik bahwa sesungguhnya ia tidak berpikir realistis. Ia baru sadar bahwa selama di dunia hidupnya hanya fantasi. Akhirnya semua yang dimilikinya lenyap dan rupanya dipandang hina.


Utamakan mendandani wajah batiniah kita selama masih ada kesempatan.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Realistis


Renungan Harian Virtue Notes, 1 Januari 2012
Realistis


Bacaan: 2 Petrus 3:1-7

3:1 Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan,
3:2 supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.
3:3 Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya.
3:4 Kata mereka: "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan."
3:5 Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit telah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air,
3:6 dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah.
3:7 Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik.


Realistis artinya bersifat nyata atau bersifat wajar. Seseorang disebut realistis apabila ia berpikir dan bersikap secara nyata; artinya, berpijak kepada sesuatu yang sudah, sedang dan akan pasti terjadi dalam kenyataan hidup ini. Inilah cara berpikir yang wajar. Secara umum, orang menganggap yang realistis adalah orang-orang yang memiliki pola berpikir seperti kebanyakan orang lainnya. Bila pola berpikir seseorang tidak sama dengan orang rata-rata, maka biasanya dikategorikan tidak atau kurang realistis. Itulah yang dinilai oleh khalayak umum; dalam hal ini ukuran realistisnya ditentukan oleh cara pandang kebanyakan orang.

Orang-orang yang memercayai Tuhan akan sungguh-sungguh berusaha untuk mengenal Tuhan dan hidup sesuai kehendak-Nya untuk menyukakan hati-Nya serta menujukan fokusnya ke langit baru dan bumi baru. Tidaklah heran apabila orang-orang dunia ini memandang hidup semacam ini tidak realistis. Tidaklah heran apabila orang-orang yang sungguh-sungguh percaya ini dianggap memiliki kehidupan yang tidak wajar. Sebaliknya, orang-orang yang hari ini dalam dunia menggelar hidupnya hanya untuk pemenuhan kesenangan diri sendiri, meraih cita-cita, memburu fasilitas kebutuhan jasmani dan hidup wajar seperti kebanyakan orang, dipandang realistis. Orang-orang dunia ini tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang diperjuangkan hari ini akhirnya akan lenyap, tidak bisa menjadi harta abadi. Tetapi anehnya mereka merasa bahwa merekalah yang hidup realistis dan wajar.

Mari kita pandang hal ini dengan jujur. Kehidupan di dunia ini yang hanya 70-80 tahunan tidak ada artinya apa-apa dibandingkan kekekalan. Jadi yang manakah yang realistis, yang memperjuangkan hidup selama 70 tahun dan mengabaikan kekekalan sesudah itu, atau memperjuangkan kekekalan dengan kerelaan mengorbankan hidup selama 70 tahun?

Tuhan Semesta Alam itu nyata, dan Ialah pencipta langit dan bumi. Demikian juga dengan surga dan neraka. Jadi kalau orang yang berpikir realistis tentu tidak akan menganggap surga dan neraka sebagai sekadar fantasi orang beragama yang digunakan sebagai alat untuk memperdaya orang. Justru hidup hari inilah yang seperti fantasi, seperti mimpi yang singkat, sebab bumi yang sekarang ini dipersiapkan untuk dihancurkan oleh api pada hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik. Kalau kita percaya akan hal itu, maka lebih realistis jika kita mengarahkan hidup kita untuk mengenal Tuhan dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.


Hidup realistis sesuai kehendak Tuhan akan dianggap tidak realistis oleh orang-orang dunia.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger