RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Merasa Merdeka Di Dalam Penjara

Renungan Harian Virtue Notes, 4 September 2011

Merasa Merdeka Di Dalam Penjara



Bacaan: Yohanes 8: 31-34


8:31. Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

8:32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."

8:33 Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"

8:34 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.



Kalau suatu pengertian yang salah mengenai bagaimana hidup sebagai orang yang ber-Tuhan sudah telanjur mengakar dalam diri seseorang, itu akan menjadi belenggu yang sangat kuat. Apalagi jika pengertian-pengertian tersebut diyakininya sesuai dengan standar kebenaran Alkitab, itu akan menjadi penjara yang sangat kokoh. Ya, penjara itu akan menawannya dan belenggu itu akan mengikatnya selamanya. Ironisnya, mereka merasa sebagai orang-orang yang merdeka.


Kondisi ini sama seperti para pemimpin agama Yahudi yang merasa sebagai orang-orang yang merdeka, padahal mereka adalah orang-orang yang hidup dalam perbudakan (ay. 33). Mereka terbelenggu tapi merasa bebas; terpenjara tetapi merasa merdeka.


Banyak orang Kristen yang dipandang sebagai orang baik namun terpenjara. Penjara yang paling dominan menawan mereka adalah ketidakmampuan untuk mencapai standar yang diingini oleh Tuhan, sebab banyak pengertian rohani yang selama ini mereka anggap benar dan kebaikan yang mereka anggap sebagai standar Tuhan sejatinya tidak sesuai dengan dosis yang dikehendaki oleh Tuhan. Mereka terpenjara sebab dengan merasa sudah memiliki sesuatu yang baik, mereka merasa tidak perlu belajar kebenaran lagi.


Misalnya, orang Kristen yang tidak pernah terlibat skandal korupsi, pembunuhan dan kejahatan umum lainnya, serta berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan gereja akan mudah diakui sebagai umat pilihan. Orang itu pun merasa sudah berada di tempat yang benar di hadapan Allah. Hidupnya sudah sesuai standar agamanya. Kondisi hidup seperti ini menciptakan suatu sistem kerohanian yang membelenggu; sebab orang yang merasa sudah pada rel yang benar akan menjadi kaku, dan tidak merasa perlu untuk berubah.


Manakala dihadapkan dengan standar Kekristenan yang murni, biasanya mereka mencoba untuk menentangnya dengan berbagai argumentasi. Kalau sampai tidak bisa mengelak karena argumentasinya ternyata lemah, umumnya mereka beralasan belum sanggup sampai taraf itu. Pada dasarnya argumentasi tersebut adalah sikap penolakan terhadap kebenaran Tuhan sebab mereka merasa ketenangan hidup mereka terganggu. Memang, kebenaran Firman yang murni akan mengganggu kesejahteraan hidup menurut pola manusia pada umumnya, sebab Kekristenan yang sejati akan merenggut hidup kita untuk bergumul guna memahami apa yang diingini oleh Bapa, dan sepenuhnya hidup di dalamnya secara absolut.



Standar Kekristenan yang murni memang mengganggu kesejahteraan hidup menurut pola manusia pada umumnya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Tradisi Kekristenan

Renungan Harian Virtue Notes, 3 September 2011

Tradisi Kekristenan



Bacaan: 1 Timotius 4: 7


4:7 Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah.



BANYAK orang Kristen yang setia dengan tradisi Kekristenan yang sudah mengakar dari generasi ke generasi. Begitu kokohnya tradisi tersebut, sampai-sampai mereka tidak bisa keluar darinya sekalipun kehidupan Kekristenan tradisional tersebut sudah tidak bisa lagi dipertahankan, sebab tidak akan mampu membendung pengaruh dunia yang jahat.


Tradisi yang dimaksud sesungguhnya tidak tampak sebagai sesuatu yang salah. Irama hidup mereka dipandang sebagai standar kehidupan orang beragama yang baik. Tradisi mende!nisikan pola hidup permanen yang mengatur gerak-gerik mereka dengan ketat. Biasanya mereka menikmati pola tersebut, dan betah dengannya.


Orang-orang yang pola hidupnya berbeda mereka pandang orang asing, dan cenderung dicurigai sebagai melanggar tatanan. Di mata orang-orang beragama seperti mereka, Tuhan terus menjadi objek diskusi; mereka telah memiliki segudang penjelasan mengenai Tuhan serta etika kehidupan yang harus dijalani sebagai umat. Namun mereka tidak akan terbuka terhadap teologi yang tidak sejalan dengan teologi yang mereka telah miliki. Mereka menganggap teologinya yang telah berumur ratusan tahun adalah yang paling benar, bahkan disejajarkan dengan Firman Tuhan sendiri. Orang Kristen yang teologinya berbeda dicap sesat. Tidak mungkin ada penyingkapan kebenaran baru yang diberikan Roh Kudus kepada gereja-Nya.


Tanpa sadar, mereka terbelenggu. Ternyata belenggu tidak hanya berbentuk perbuatan-perbuatan yang nyata-nyata melanggar norma, tetapi juga berupa cara berpikir yang tidak sesuai dengan pikiran Tuhan, yang telanjur membentuk suatu tradisi Kekristenan yang kelihatannya baik, tetapi tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Contohnya, mereka tidak diajar untuk all-out; mereka tidak siap melawan alat Iblis yaitu materialisme yang merajalela dewasa ini. Sebagai orang Kristen yang sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan Kristen, penulis sudah melihat kenyataan ini dengan sangat jelas. Kekristenan terkubur di tradisi mati ini.


Untuk memiliki kehidupan rohani yang normal di mata Tuhan, kita tidak boleh lagi terikat dengan sistem kehidupan rohani yang dirancang oleh manusia seperti ini. Memang yang mereka buat adalah pengertian-pengertian mengenai Tuhan dan bagaimana menjalani kehidupan dengan segala tata etikanya yang dianggap sesuai dengan kebenaran Alkitab. Namun tanpa sikap keterbukaan dengan rendah hati membuka diri kepada kebenaran Alkitab yang benar-benar murni, sistem akan menjadi belenggu yang membuat kita tidak bisa bertumbuh secara wajar.



Kita tidak boleh terikat dengan tradisi kehidupan rohani rancangan manusia, sebab kita harus terbuka terhadap kebenaran agar dapat bertumbuh.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Jendela Hati Bapa


Renungan Harian Virtue Notes, 2 September 2011
Jendela Hati Bapa


Bacaan: Roma 8: 18

8:18 Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.



Memuaskan hati Bapa adalah hal yang sangat rumit, karena ukurannya sangat tidak jelas. Ukurannya bukanlah pada rasa puas dalam diri kita atas prestasi “rohani” kita, seperti rajin ke gereja, mengambil bagian dalam pelayanan gereja, melakukan kegiatan sosial, memberi dukungan untuk pekerjaan misi, bahkan menjadi pendeta. Apalagi seperti yang dipandang banyak orang hari ini. Mereka berpikir, memuaskan hati Bapa itu mudah; sebab Bapa senang kalau kita memujimuji-Nya dengan musik yang indah. Apalagi kalau kita menari, bertepuk tangan dan melompat-lompat sekuat tenaga. Betapa naifnya dan dangkalnya pengertian ini.

Kalau begitu, bagaimanakah caranya kita bisa mencapai kehidupan yang memuaskan hati Bapa? Untuk itu kita harus memperhatikan sejarah. Orang-orang Kristen abad mula-mula mempertaruhkan segenap hidupnya tanpa batas demi memuaskan hati Bapa. Mereka tidak ragu-ragu untuk kehilangan apapun, sebab pada akhirnya mereka melihat kemuliaan Tuhan di Kerajaan-Nya dalam kekekalan. Seperti kata Rasul Paulus, penderitaan yang kita alami sekarang ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang kita akan peroleh nanti.

Orang-orang Kristen mula-mula menganggap memuaskan hati Bapa adalah pencapaian paling tinggi dalam kehidupan ini, sehingga mereka berani menginvestasikan segala sesuatu yang ada pada mereka. Bukankah kalau mau memperoleh keuntungan besar dalam bisnis, maka modalnya juga harus besar? Kalau kita mau bertaruh untuk bisnis di bumi, beranikah kita bertaruh untuk bisnis kerajaan surga?

Untuk memuaskan hati Bapa, kita harus bisa menengok ke dalam jendela hati dan pikiran-Nya. Untuk hal ini kita harus mengerti “selera Bapa” dalam segala keadaan. Agar dapat mengerti selera Bapa, kita harus mengerti hakikat-Nya. Agar dapat mengerti hakikatnya, kita harus menggalinya dalam seluruh Alkitab, yang sarat dengan kisah mengenai Tuhan dan umat-Nya.

Tidak ada yang bisa disebut sebagai keberhasilan, selain memuaskan hati Bapa. Di singkatnya umur hidup kita ini, kita harus berusaha mencapainya. Kegagalan demi kegagalan sering membuat seseorang menjadi kecut hati dan pesimis. Iblis memanfaatkannya untuk melakukan intimidasi, bahwa kita tidak akan pernah bisa melakukannya. Jangan percaya kepada Iblis. Kita harus terus mencoba dan mencoba; tidak ada kata menyerah. Asal kita berani menginvestasikan hidup kita, tenaga kita dan segala sesuatu yang ada pada kita, kita akan mampu memahami selera Bapa dengan melihat melalui jendela hati-Nya.


Tidak ada yang bisa disebut sebagai keberhasilan, selain memuaskan hati Bapa.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mendahulukan Kerajaan Allah

Renungan Harian Virtue Notes, 1 September 2011

Mendahulukan Kerajaan Allah



Bacaan: Matius 6: 33


6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.



Dalam hidup ini kita harus bergumul mengejar target, namun jangan sembarang target. Target yang diinginkan Bapa untuk kita canangkan dan kejar untuk kita penuhi hanyalah satu, yaitu memuaskan hati Bapa. Memuaskan hati Bapa artinya mengerti kehendak Tuhan dengan tepat, dan melakukannya dengan rela dan sukacita.


Tidak ada hal yang bisa kita anggap memuaskan hati kita selain memuaskan hati Bapa. Bagi kita, memuaskan hati Bapa harus menjadi suatu kebutuhan yang selalu mendesak dan penting, sehingga akhirnya hidup kita ditenggelamkan dalam pergumulan memuaskan hati Bapa. Ini adalah pergumulan atau perjuangan yang kudus. Inilah sebenarnya yang dimaksud Tuhan Yesus sebagai “mendahulukan kerajaan Allah dan kebenarannya”. Orang yang masih mencari kepuasan hatinya sendiri belum bisa dikatakan mendahulukan Kerajaan Allah.


Apabila jiwa seseorang yang masih dipenuhi dengan keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup, ia tidak akan pernah memiliki kerinduan untuk memuaskan hati Bapa. Hidupnya akan ditenggelamkan dengan mencari dunia dan mengumpulkan harta di dunia. Targetnya adalah target dunia yang terus bermunculan, dari pakaian baru, ponsel baru, mobil baru, rumah baru, perhiasan baru. Belum lagi jika ia terobsesi dengan kehormatan, maka targetnya adalah kedudukan, pangkat dan hal-hal lain yang dianggapnya memberi nilai diri. Sampai pada level tertentu, mereka sudah menjadi mempelai Iblis, bukan mempelai Kristus. Ya, cara inilah yang digunakan Lucifer untuk mempersiapkan mempelai-mempelainya.


Ironisnya, banyak orang yang sedang dipersiapkan Iblis menjadi mempelainya, namun tidak menyadarinya. Mereka merasa hidup wajar, sebab tidak melanggar hukum atau merugikan sesama. Bahkan tak jarang mereka merasa telah mendahulukan kerajaan Allah, sebab mereka menyumbang kegiatan gereja dan kegiatan sosial dalam jumlah besar. Anggapan mereka, mereka telah berkorban untuk Allah, telah memuaskan hati-Nya. Pengertian “mendahulukan kerajaan Allah” telah diisi dengan target yang lain, sebab mereka menganggap, dengan pengorbanan itu maka Allah akan memberikan semua yang mereka targetkan, yang mereka inginkan.


Intinya, mendahulukan kerajaan Allah atau memuaskan hati Bapa bukanlah pada kegiatannya sendiri, sebab manusia yang licik bisa melakukan kegiatan yang tampak rohani dengan tujuan memuaskan keinginannya sendiri. Yang memuaskan hati Bapa adalah bila kita melakukan kehendak-Nya dengan tepat



Tidak ada hal yang bisa kita anggap memuaskan hati kita, selain bila kita bisa memuaskan hati Bapa.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Belenggu Keangkuhan Hidup

Renungan Harian Virtue Notes, 31 Agustus 2011

Belenggu Keangkuhan Hidup



Bacaan: Yakobus 4: 6


4:6 Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."



Keangkuhan hidup adalah belenggu jiwa yang bertalian dengan kehormatan dan kebanggaan atas sesuatu yang membuat diri merasa bernilai. Banyak hal yang bisa membuat orang merasa bernilai, misalnya pendidikan, harta kekayaan, pangkat dan kekuasaan, keberhasilan karier, penampilan !sik—cantik atau ganteng, perhiasan, keberhasilan putra-putrinya, sampai pada kesuksesan dan popularitas dalam pelayanan—jumlah jemaat banyak, gedung gereja besar dan megah, aset gereja berlimpah.


Harus dengan jujur kita akui bahwa di dalam diri kita mengalir hasrat untuk dianggap bernilai di mata orang lain. Hampir semua manusia menjalankan roda kehidupan agar berkehidupan layak di mata orang lain; bahkan kalau bisa juga menjadi terhormat. Keinginan inilah yang menyebabkan seseorang menjadi congkak, seperti Lucifer yang tergerak untuk memberontak kepada Sang Pencipta. Manusia yang sudah jatuh pun memiliki warisan dosa ini.


Jika jiwa kita terbelenggu oleh keangkuhan hidup, tak akan mungkin kita memiliki kecanduan rohani yang benar. Orang yang congkak tidak akan haus akan Allah dengan benar; karena itulah dikatakan bahwa Allah menentang orang yang congkak. Karena itu sebagai anak-anak Tuhan kita harus memiliki kesungguhan untuk keluar dari kubangan keangkuhan hidup ini.


Dalam kehidupan orang-orang non-Kristen, ada yang menekankan nilai batin dan kehidupan di balik kubur. Mereka berusaha menampilkan gaya hidup orang yang tidak mencari nilai diri; ada dari mereka yang sengaja menjadi orang yang tidak bernilai, bahkan diajar untuk menjadi pengemis. Dengan praktik itu mereka berusaha merendahkan diri. Gereja Tuhan pada abad kegelapan pun pernah terjerumus pada pola kesalehan seperti ini. Kita tidak harus memiliki fanatisme seperti itu; kita harus belajar merasa bernilai karena dikasihi Tuhan, namun tidak angkuh. Memang tidak mudah, tetapi kalau orang non-Kristen bisa, apalagi kita.


Seperti kedua belenggu lainnya, jika kita menyerah kepada belenggu keangkuhan hidup, kita tidak akan dapat terlepas sampai selama-lamanya. Tetapi dengan mengerti kebenaran Firman Tuhan, kita dapat melepaskannya secara bertahap sampai kita bisa berkata, “I am nothing.” Aku ini tidak ada apa-apanya. Sampai tingkat ini, barulah kita dapat mengabdi kepada Tuhan dan memuliakan Tuhan secara benar.



Dengan mengerti kebenaran Firman Tuhan, kita akhirnya bisa berkata, “I am nothing.”



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Belenggu Keinginan Mata

Renungan Harian Virtue Notes, 30 Agustus 2011

Belenggu Keinginan Mata



Bacaan: Yakobus 4: 1-4


4:1. Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?

4:2 Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa.

4:3 Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.

4:4 Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.



Keinginan mata adalah belenggu jiwa yang bertalian dengan hasrat untuk memiliki fasilitas hidup yang dimiliki orang lain. Hal ini biasanya dianggap wajar. Hasrat ini akan menciptakan standar yang disebut sebagai kebutuhan, sampai orang tidak bisa lagi membedakan antara kebutuhan dan keinginan.


Yang seharusnya bukan kebutuhan pokok kini telah dirasa sebagai kebutuhan pokok, sebab dunia sekitar telah menetapkan standar hidupnya. Inilah dosa yang sekarang sangat kuat mencengkeram banyak orang. Dosa ini merupakan bagian penyakit jiwa a!uenza, yakni hasrat konsumerisme tanpa batas. Hari ini virus afluenza ditularkan oleh berbagai iklan dengan segala pesonanya.


Keinginan mata tidak hanya membelenggu orang non-Kristen. Banyak orang Kristen juga terbelenggu olehnya. Akibat dorongan keinginan mata, mereka pergi ke gereja dan mencari Tuhan bukan karena haus akan Tuhan atau untuk meneguk air kehidupan, melainkan untuk mencari kuasa supranatural yang sanggup memenuhi kebutuhan jasmani dan ambisinya.


Belenggu keinginan mata sangat kuat, bagai penjara yang mengurung orang Kristen. Bila sudah terjerat olehnya, sangat sulit bagi seseorang untuk bisa keluar. Sementara dosa-dosa yang berhubungan dengan kesusilaan sanksi hukumnya tinggi dan sanksi sosialnya nyata, tetapi dosa keinginan mata tidak ada sanksi sosial dan sanksi hukumnya. Itulah sebabnya banyak orang nyaman berkubang di dalamnya.


Belenggu jiwa ini tidak akan bisa membuat seseorang memiliki kecanduan rohani. Dosa yang bertalian dengan keinginan mata yang membelenggu jiwa ini akan memadamkan gairah surgawi, yaitu kehausan akan Allah. Sesungguhnya Firman Tuhan menunjukkan bahwa ibadah itu harus disertai rasa cukup (1Tim. 6:6) dan asal ada makanan dan pakaian, cukuplah (1Tim. 6:8). Oleh sebab itu kebutuhan hidup harus kita buat sebagai sesuatu yang relatif.


Sebagai anak Tuhan, kita harus memiliki kesungguhan untuk beranjak keluar dari kubangan afluenza ini. Kalau orang-orang non-Kristen bisa meninggalkan keterikatan dengan materi demi memperoleh ketenangan jiwa, anak-anak Tuhan harus lebih bisa melakukannya. Tidak perlu kita membiara atau menjadi pertapa. Sekalipun kita hidup di tengah masyarakat seperti orang lain, tetapi kita harus bisa melepaskan keterikatan ini. Jangan menyerah. Bulatkan tekad, sebab dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita pasti mampu melepaskannya.



Kebutuhan hidup harus dibuat relatif, dan lepaskan diri dari belenggu keinginan mata.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Belenggu Keinginan Daging

Renungan Harian Virtue Notes, 29 Agustus 2011

Belenggu Keinginan Daging



Bacaan: Roma 13: 14


13:14 Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.



Manusia pada umumnya merawat tubuh untuk memuaskan keinginannya, sebab ia terjebak belenggu keinginan daging yang cenderung pada nafsu yang tidak proporsional, terutama pada nafsu makan dan nafsu seksual. Yang dimaksud tidak proporsional artinya menyimpang dari penyelenggaraan yang semestinya.


Keinginan untuk makan memang telah ada di dalam diri manusia sejak manusia diciptakan. Tuhan memberikan keinginan ini, agar manusia bisa menikmati makanan yang disediakan-Nya, berupa biji-bijian dan buah-buahan (Kej. 1:29). Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, mereka melakukan kesalahan terus-menerus, yaitu mengonsumsi makanan secara tidak benar, sehingga mengurangi efektivitasnya melayani Tuhan. Lebih rusak lagi kalau manusia mengonsumsi racun yang membunuh tubuh, mulai dari rokok, alkohol, sampai narkoba yang merusak jaringan saraf dan cepat atau lambat akan membunuhnya. Sering diajarkan bahayanya narkoba dan rokok, namun orang sering lupa bahwa pola makan yang tidak baik, seperti terlalu banyak lemak dan karbohidrat, kurang sayur dan buah juga tak kalah berbahaya. Kalau seseorang mengasihi dan menghormati Tuhan, maka ia pasti merawat tubuhnya secara bertanggung jawab.


Nafsu kedua yang perlu dijaga adalah seks. Seks memang ditaruh Tuhan dalam diri manusia sejak sebelum manusia jatuh ke dalam dosa (Kej. 1:28). Jadi, seks adalah sesuatu yang kudus dan sangat terhormat. Juga setelah kejatuhan manusia terjadilah banyak pelanggaran atas hal ini, berupa poligami atau poliandri, prostitusi, seks bebas, homoseksualitas dan berbagai penyimpangan seks lainnya.


Keterikatan dengan dosa-dosa ini membuat seseorang tidak bisa memiliki kecanduan rohani yang benar. Kalaupun kelihatannya melakukan kegiatan rohani, bahkan pelayanan, tetapi kehausannya hanyalah pada kegiatannya, bukan kepada Allah. Jadi perlu kita ingat bahwa dosa yang bertalian dengan kedagingan akan memadamkan gairah surgawi, yaitu kehausan akan Allah.


Untuk itu sebagai anak Tuhan kita harus memiliki keberanian untuk keluar dari kubangan kedagingan ini. Kalau orang non-Kristen saja bisa melakukannya, kita pasti lebih bisa melakukannya. Kalau kita merasa tidak bisa lantas menyerah pada keinginan daging, maka dosa-dosa tersebut bahkan menjadi belenggu yang semakin kuat. Maka hendaknya kita tidak memandang dosa ini terlalu sulit untuk dilepaskan. Dengan doa, tekad yang kuat dan hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita akan dimampukan untuk melepaskannya dan merdeka selamanya.



Lepaskan diri dari belenggu keinginan daging, agar kita bisa mengobarkan gairah surgawi.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger