Renungan Harian Virtue Notes, 2 September 2011
Jendela Hati Bapa
Bacaan: Roma 8: 18
8:18 Sebab aku yakin, bahwa penderitaan
zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang
akan dinyatakan kepada kita.
Memuaskan hati Bapa adalah hal yang sangat
rumit, karena ukurannya sangat tidak jelas. Ukurannya bukanlah pada rasa puas
dalam diri kita atas prestasi “rohani” kita, seperti rajin ke gereja, mengambil
bagian dalam pelayanan gereja, melakukan kegiatan sosial, memberi dukungan
untuk pekerjaan misi, bahkan menjadi pendeta. Apalagi seperti yang dipandang
banyak orang hari ini. Mereka berpikir, memuaskan hati Bapa itu mudah; sebab
Bapa senang kalau kita memujimuji-Nya dengan musik yang indah. Apalagi kalau
kita menari, bertepuk tangan dan melompat-lompat sekuat tenaga. Betapa naifnya
dan dangkalnya pengertian ini.
Kalau begitu, bagaimanakah
caranya kita bisa mencapai kehidupan yang memuaskan hati Bapa? Untuk itu kita
harus memperhatikan sejarah. Orang-orang Kristen abad mula-mula mempertaruhkan
segenap hidupnya tanpa batas demi memuaskan hati Bapa. Mereka tidak ragu-ragu
untuk kehilangan apapun, sebab pada akhirnya mereka melihat kemuliaan Tuhan di
Kerajaan-Nya dalam kekekalan. Seperti kata Rasul Paulus, penderitaan yang kita
alami sekarang ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang kita akan peroleh
nanti.
Orang-orang Kristen
mula-mula menganggap memuaskan hati Bapa adalah pencapaian paling tinggi dalam
kehidupan ini, sehingga mereka berani menginvestasikan segala sesuatu yang ada
pada mereka. Bukankah kalau mau memperoleh keuntungan besar dalam bisnis, maka
modalnya juga harus besar? Kalau kita mau bertaruh untuk bisnis di bumi,
beranikah kita bertaruh untuk bisnis kerajaan surga?
Untuk memuaskan
hati Bapa, kita harus bisa menengok ke dalam jendela hati dan pikiran-Nya. Untuk hal ini kita harus mengerti
“selera Bapa” dalam segala keadaan. Agar dapat mengerti selera Bapa, kita harus
mengerti hakikat-Nya. Agar dapat mengerti hakikatnya, kita harus menggalinya
dalam seluruh Alkitab, yang sarat dengan kisah mengenai Tuhan dan umat-Nya.
Tidak ada yang bisa disebut
sebagai keberhasilan, selain memuaskan hati Bapa. Di singkatnya umur hidup kita
ini, kita harus berusaha mencapainya. Kegagalan demi kegagalan sering membuat
seseorang menjadi kecut hati dan pesimis. Iblis memanfaatkannya untuk melakukan
intimidasi, bahwa kita tidak akan pernah bisa melakukannya. Jangan percaya
kepada Iblis. Kita harus terus mencoba dan mencoba; tidak ada kata menyerah.
Asal kita berani menginvestasikan hidup kita, tenaga kita dan segala sesuatu
yang ada pada kita, kita akan mampu memahami selera Bapa dengan melihat melalui
jendela hati-Nya.
Tidak ada yang bisa disebut sebagai keberhasilan,
selain memuaskan hati Bapa.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar