RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Menyangkal Diri Adalah Paket Utama

Renungan Harian Virtue Notes, 14 Agustus 2011

Menyangkal Diri Adalah Paket Utama



Bacaan: Matius 16: 24


16:24. Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.



Tuhan Yesus tegas mengatakan, menyangkal diri merupakan syarat utama untuk mengikut-Nya, guna menerima keselamatan yang disediakan-Nya. Menyangkal diri bukan paket tambahan, tetapi paket utama. Namun banyak orang tidak memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan menyangkal diri itu. Kalau paket utama sudah salah dimengerti, bagaimana mungkin kita mengikut Tuhan Yesus dengan benar?


Oleh sebab itu setiap orang Kristen harus mempersoalkan dengan serius, apa yang dimaksud menyangkal diri itu, dan apakah kita sudah benar-benar melakukannya. Menyangkal diri adalah sebuah “harga” yang harus dibayar untuk mengikut Tuhan Yesus dengan benar. Kalau tidak berani membayar harganya, berarti tidak akan memperoleh keselamatan secara penuh; bahkan bisa-bisa tidak akan pernah mengerti dan memiliki keselamatan yang dikerjakan Tuhan Yesus di kayu salib. Amin bahwa keselamatan itu adalah anugerah Allah dan bukan usaha manusia, tetapi jika kita menafikan keharusan menyangkal diri, maka kita tidak akan pernah menjadi pengikut Yesus. Kuasa kegelapan terus berusaha untuk menutup-nutupi dan menggelapkan pengertian yang benar mengenai hal ini, agar orang tidak pernah mengikut Tuhan Yesus dengan benar.


Selama ini menyangkal diri dimengerti sebagai sekadar usaha untuk menolak dosa, yang dipahami sebagai segala perbuatan yang melanggar hukum atau melanggar etika. Menyangkal diri model ini memang akan menghasilkan orang-orang baik dan santun di kalangan orang Kristen dan di masyarakat, tetapi mereka belum memenuhi syarat sebagai warga Kerajaan Surga yang menyenangkan hati Tuhan. Orang-orang seperti ini akan merasa puas dengan Kekristenan yang telah mereka capai, dan akhirnya mereka mengalami stagnasi dalam pertumbuhan iman.


Sejatinya iman adalah penurutan terhadap kehendak Allah, dan kehendak Allah tidak bisa dan tidak cukup diwakili oleh hukum, peraturan atau nilai-nilai etika. Kehendak Allah adalah segala hal yang diingini oleh Tuhan dalam pikiran dan perasaan-Nya. Dengan memahami ini kita bisa mengerti bahwa menyangkal diri adalah kesediaan untuk melepaskan semua pola berpikir, filosofi dan cara hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pemahaman ini melampaui apa yang dimengerti sebagai melakukan hukum, peraturan atau memahami nilai-nilai etika serta kesantunan hidup. Dengan menyangkal diri, kita memahami pikiran dan perasaan Tuhan serta hidup di dalamnya dengan sukacita dan kerelaan.



Jika kita merasa diri kita pengikut Kristus, mari kita menyangkal diri.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Hamba Yang Benar

Renungan Harian Virtue Notes, 13 Agustus 2011

Hamba Yang Benar



Bacaan: Ibrani 13: 5-6


13:5 Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."

13:6 Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: "Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"



Sering Tuhan dipromosikan sebagai sumber perlindungan dan berkat yang sanggup mengatasi segala masalah kesehatan, rezeki, jodoh, keluarga. Tuhan dipandang sebagai supermarket mahabesar yang menyediakan semua perlengkapan. Sebenarnya tidak salah bahwa Tuhan sanggup melakukan semua itu, tetapi kelicikan hati manusia akan timbul jika ia berurusan dengan Tuhan hanya karena ingin memohon perlindungan dan berkat-berkat-Nya, sementara ia tidak mau mengerti kehendak-Nya untuk dilakukan.


Sikap hati ini menunjukkan bahwa manusia pada umumnya tidak menempatkan diri sebagai hamba yang melayani dan mengabdi kepada Tuhan. Ini juga berarti manusia pada umumnya menempatkan Tuhan sebagai pelayan, atau menempatkan dirinya sebagai tuannya Tuhan. Mulut menyebut-Nya Tuhan (Tuan Besar), tetapi sikap kepada-Nya seolah Dia tidak pantas menerima kehormatan sebagai Majikan.


Sungguh menyedihkan jika di kalangan jemaat umum dan juga orang-orang beragama pada umumnya, mulut orang dengan mudah mengaku dirinya hamba Tuhan, hanya karena menyadari ketidakberdayaannya atau karena merasa dirinya membutuhkan Tuhan. Sementara para hamba Tuhan sepenuh waktu di gereja, mengaku sebagai hamba Tuhan karena tidak mengerjakan pekerjaan sekuler atau karena menjadi aktivis gereja. Orang-orang seperti ini dengan percaya diri yang tinggi berani mengaku di depan umum, supaya banyak orang tahu mereka hamba Tuhan.


Pengakuan itu akan menjadi masalah besar bila disertai dengan promosi diri sebagai agen mukjizat dan kuasa Tuhan. Secara sadar ataupun tidak, jemaatnya berurusan dengan Tuhan hanya karena membutuhkan pemenuhan kebutuhan jasmani. Mereka tidak sungguh-sungguh bergumul untuk mengenal Tuhan, tidak peduli bagaimana menempatkan diri secara benar di hadapan Tuhan, dan tidak menempatkan Tuhan dalam hidupnya secara terhormat.


Bila diteropong dengan jujur, apakah seseorang sungguh-sungguh hamba Tuhan? Ternyata tidak sedikit yang seperti Yudas Iskariot, yang mengikut Tuhan Yesus tetapi mengejar sedikit keuntungan. Dari sedikit keuntungan ini sampai ia tega mengkhianati Majikan Agung-Nya. Ia bukan hamba Tuhan tetapi hamba uang. Semangat yang sama jahatnya dalam diri Yudas juga bisa merasuk kehidupan orang Kristen di zaman kita hari ini. Kita harus sadar akan bahaya hal ini, sehingga jika kita mengaku diri kita hamba Tuhan, seharusnya tidak lagi mempersoalkan kebutuhannya sendiri, tetapi yang dipersoalkan adalah kepentingan-Nya.



Bagi seorang hamba Tuhan, kepentingan Tuhanlah yang diutamakan, sekalipun itu berarti mengorbankan kebutuhannya sendiri.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kehinaan Kekal

Renungan Harian Virtue Notes, 12 Agustus 2011

Kehinaan Kekal



Bacaan: Daniel 12: 2


12:2 Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal.



Ada sebuah fakta yang tidak boleh kita tidak ketahui: bahwa dengan tubuh abadinya manusia akan dibawa ke hidup kekal atau kehinaan dan kengerian yang kekal. Dalam teks aslinya, kata “kehinaan” adalah חֶרפָּה (kherpâh) yang berarti “aib, tidak terhormat, keadaan memalukan”. Sedangkan kata “kengerian” ditulis דְּרָאוֹן (drâ’ôn) yang artinya “patut dibenci, tercela, terhina”.


Bertalian dengan hal ini, Tuhan Yesus memberi peringatan yang sangat jelas dalam Mat. 10:28, bahwa tubuh dan jiwa dapat dibuang ke dalam neraka. Tubuh yang dimaksud Yesus adalah tubuh kebangkitan, yaitu tubuh yang tidak dapat mati. Dengan tubuh yang tidak mati seseorang dibuang ke dalam lautan api. Tuhan Yesus menggambarkan tempat itu sebagai di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam (Mrk. 9:48).

Menyadari fakta ini, ternyata kehidupan kita sebagai manusia mengandung risiko yang sangat tinggi, sebab diperhadapkan pada kemuliaan kekal atau kehinaan kekal. Daripada mengalami kehinaan kekal, mungkin lebih baik menjadi binatang yang setelah mati tidak ada kelanjutannya lagi.


Kehidupan kekal artinya adalah kehidupan yang berkualitas, yaitu hidup bersama dengan Penciptanya. Dialah sumber kehidupan. Di sisi lain, kehinaan dan kengerian kekal juga merupakan kehidupan, tetapi kehidupan yang terpisah dari hadirat Tuhan selama-lamanya.


Kehidupan kekal atau kehinaan dan kengerian kekal sesungguhnya dipilih oleh manusia itu sendiri selagi masih hidup di dunia ini. Seperti kata C. S. Lewis, “Ada dua jenis manusia: mereka yang mengatakan kepada Allah, ‘Jadilah kehendak-Mu,’ dan mereka yang kepadanya Allah berkata, ‘Oke, kalau begitu jadilah kehendakmu.’” Kalau kita berjaga-jaga dengan selalu memperhitungkan bahwa setiap saat kematian bisa menjemput, kita akan berusaha dikenan Allah dengan melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Tetapi kalau kita ceroboh dengan mencari kehormatan dan kekayaan di bumi ini tetapi mengabaikan kehormatan di kekekalan, jangan heran kalau nanti Allah berkata, “Engkau tidak ingin hidup bersama-Ku, karena itu jadilah kehendakmu: enyahlah dari-Ku selama-lamanya.” Betapa ngerinya.


Jangan tujukan mata kita hanya kepada apa yang kelihatan hari ini. Mari memperhatikan apa yang tidak kelihatan, sebab itu bernilai kekal (2Kor. 4:18). Realitas kekekalan itu sungguh dahsyat, dan jangan sampai tertipu oleh Iblis yang memenuhi hidup dengan kesibukan dan kesenangan sampai melupakan kekekalan.



Setelah kematian menjemput, di manakah kita akan ditempatkan? Itu tergantung pilihan kita selagi masih hidup di bumi ini.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Berjaga-jaga Senantiasa

Renungan Harian Virtue Notes, 11 Agustus 2011

Berjaga-jaga Senantiasa



Bacaan: Matius 25: 1-13


25:1 "Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki.

25:2 Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana.

25:3 Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak,

25:4 sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka.

25:5 Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur.

25:6 Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia!

25:7 Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka.

25:8 Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam.

25:9 Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.

25:10 Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup.

25:11 Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu!

25:12 Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu.

25:13 Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."



Bila berbicara mengenai hidup dibalik kubur, banyak orang menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak realistis. Pada umumnya mereka berpikir bahwa kehidupan di balik kubur seyogyanya dipikirkan kalau sudah berusia lanjut, sebab itulah satu-satunya gejala mendekati kematian. Padahal kematian bisa menjemput setiap orang tanpa mengenal usia. Renungkanlah dengan serius: tidak ada seorang pun kebal terhadap realitas kematian.


Kita ada di dunia dimana kematian bisa terjadi selangkah ke depan. Memang kalau sudah terlalu lama tidak memikirkan hal-hal kekekalan, maka kita tidak akan sanggup memikirkannya, walau sudah ada di ujung maut. Jebakan Iblis ini telah menjatuhkan banyak orang. Jangan sampai hal ini menggiring kita ke pembantaian abadi.


Banyak orang berpikir, kalau mulai sekarang sudah memikirkan kekekalan, maka ia tidak akan bisa menikmati hidup di bumi sekarang ini. Karena itu lebih baik menikmati hidup dulu, tidak usah berpikir soal apa yang terjadi sesudah mati. Di lain pihak, orang berpikiran, tidak perlu memikirkan kekekalan, sebab nanti jadi tidak bersemangat mengembangkan diri, potensi dan talenta yang ada padanya. Juga ada yang takut menjadi aneh, tidak normal dan dianggap fanatik atau ekstrem, nanti bisa tidak diterima oleh masyarakat.


Itu semua tidak benar, sebab jikalau kita memikirkan fakta ini, justru kita akan menjadi sangat realistis. Kita bisa menikmati hidup ini dengan benar dan wajar. Kita juga bergairah untuk mengembangkan semua potensi yang dipercayakan Tuhan kepada kita, sebab di langit dan bumi yang baru nanti semua potensi tersebut akan dikembangkan dan digunakan untuk mengelola kehidupan yang akan datang.


Dengan pikiran yang salah ini, banyak orang seperti lima gadis bodoh yang tidak memiliki persediaan minyak. Mereka tidak memiliki sikap berjaga-jaga. Sebelum mempelai datang, mereka tenang saja, padahal itu ketenangan semu. Biasanya perumpamaan mengenai gadis yang bodoh dan bijaksana ini hanya digunakan untuk mengingatkan tentang akhir zaman, padahal kalau kita mati, itu sudah akhir zaman bagi kita. Setelah kematian, kita tidak akan memiliki kesempatan untuk bertobat dan mengubah nasib lagi. Kristus pasti datang kedua kalinya, atau kita keburu masuk ke liang kubur sebelum peristiwa itu. Oleh sebab itu kita harus terus-menerus bersikap berjaga-jaga, yaitu selalu mengusahakan hidup yang dikenan-Nya (2 Kor. 5:9–10).



Setelah kematian kita tidak memiliki kesempatan untuk bertobat dan mengubah nasib, karena itu berjaga-jagalah senantiasa.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Waktu Hidup Yang Berlangsung Terus

Renungan Harian Virtue Notes, 10 Agustus 2011

Waktu Hidup Yang Berlangsung Terus



Bacaan: Matius 6: 19-21


6:19. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.

6:20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.

6:21 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.



Iblis berusaha menutup mata pengertian manusia terhadap kenyataan bahwa manusia ada dalam perjalanan kekal. Manusia dibodohi dengan pikiran bahwa kematian menghentikan waktu baginya. Sebenarnya kematian hanya menghentikan perjalanan mengenakan tubuh fana, tetapi waktu tetap berjalan. Perjalanan waktu dalam kekekalan tetap ada. Berbicara mengenai kekekalan, tekanannya bukan pada perjalanan waktu, tetapi kenyataan tidak adanya perubahan lagi. Manusia dibawa kepada keadaan permanen di antara dua kemungkinan yaitu hidup kekal atau kehinaan kekal. Dengan demikian perjalanan waktu di balik kubur menjadi tidak berarti. Berbeda dengan kehidupan di bumi sekarang ini. Perjalanan waktu di bumi selama seseorang masih bernafas memiliki arti yang sangat penting. Tujuh puluh tahun adalah waktu yang sangat singkat sebagai satu-satunya kesempatan untuk menentukan keadaan seseorang di kekekalan.


Setelah kematian seseorang ditempatkan di Hades (penampungan sementara) untuk sementara waktu (Luk. 16:19–31). Pada hari kebangkitan yang ditentukan, maka jiwa dan roh orang mati akan diberi tubuh kekal. Semua orang dibangkitkan; sebagian masuk hidup kekal, dan sebagian lagi dibuang ke dalam kehinaan dan kengerian abadi. Orang yang berpikir bahwa perjalanan waktunya hanya di bumi ini dan setelah itu tidak ada kehidupan lagi, maka kehidupannya di bumi ini tidak memiliki pengharapan. Mereka berpikir kalau sudah mati, maka selesai sudah segala sesuatunya, padahal waktunya akan berlangsung terus tiada henti.


Bagi kita yang mengerti bagaimana mengisi hari hidup kita hari ini sebagai persiapan menyongsong kekekalan, hidup kita seharusnya sangat dinamis dan penuh gairah, sebab kita tahu bahwa waktu hidup kita tidak berakhir di pemakaman. Pemakaman hanya menghentikan tubuh fana kita, yang akan segera diganti dengan tubuh kemuliaan.


Jangan mau ditipu Iblis melalui segala kesibukan dan kesenangan hidup. Iblis berusaha menyuntikkan kebodohan ke pikiran banyak orang, bahwa hidup hari ini adalah untuk di bumi hari ini, bukan untuk waktu dan kehidupan yang lain. Kehidupan di balik kubur adalah kehidupan yang lain, yang tidak perlu dipikirkan sekarang. Padahal kehidupan hari ini berlanjut dengan kehidupan di balik kubur. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menasihati kita agar mengumpulkan harta di surga, bukan di bumi.



Waktu hidup kita di bumi menentukan tempat kita di kekekalan: kehidupan kekal atau kengerian kekal.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Perjalanan Kekal

Renungan Harian Virtue Notes, 9 Agustus 2011

Perjalanan Kekal



Bacaan: Kejadian 1: 31


1:31 Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.



Kita harus menganggap dan menjadikan perjalanan hidup hari ini bagian dari perjalanan kekal kita. Kita harus menganggap bahwa kita sudah memulainya dan sedang menjalaninya, karena memang demikianlah kenyataannya. Jangan berpikir bahwa perjalanan kekal baru dimulai ketika seseorang sudah mati. Orang yang berpikiran demikian pasti tidak mempersiapkan diri untuk hidup di kekekalan tersebut. Akibatnya fatal: mereka bisa binasa, terhilang untuk selamanya. Betapa mengerikan, padahal inilah pikiran sesat yang ada pada banyak orang hari ini.


Perjalanan kekal harus dimulai sekarang, di sini, di bumi ini. Ini terjadi karena manusia adalah makhluk kekal. Roh dan jiwanya adalah komponen abadi yang tidak bisa lenyap. Begitu kita lahir di bumi, maka kita sudah memulai perjalanan kekal kita. Itu terjadi baik kita mau maupun tidak mau.


Banyak orang berpikir bahwa manusia memiliki tubuh hanya sekarang di bumi ini. Padahal di dunia yang akan nanti manusia juga akan memiliki tubuh, yakni tubuh kebangkitan. Tubuh manusia di dunia yang akan kita kenakan kelak adalah seperti tubuh kita hari ini, bedanya tidak bisa binasa. Dan dunia yang akan kita miliki nanti adalah dunia seperti yang kita miliki hari ini, berkeadaan seperti Eden sebelum manusia jatuh dalam dosa.


Karena pengertian yang salah, maka banyak orang berpikir bahwa manusia memiliki kesempatan hidup hanya di bumi ini, sekarang ini dan tidak ada kehidupan lain. Kalau ada kehidupan lain maka itu adalah suatu kehidupan yang berbeda sama sekali dengan kehidupan yang dimiliki manusia hari ini di bumi ini. Untuk diingat, bahwa Tuhan menciptakan manusia dan segala keadaan alam fisik ini adalah ciptaan yang ideal, ciptaan yang terbaik, Tuhan tidak akan menggantikannya dengan jenis lain.


Alam semesta ini telah diciptakan Tuhan dalam keadaan yang sempurna, sungguh amat baik. Dunia yang akan datang adalah pengulangan dunia yang sudah pernah di rusak oleh manusia itu sendiri karena kejatuhannya dalam dosa. Oleh sebab itu kita harus menjalani hidup hari ini sebagai bagian dari perjalanan hidup di kekekalan nanti. Penghayatan hidup seperti ini harus melekat kuat dalam diri kita, sehingga kita selalu dalam kesadaran bahwa kita ada dalam perjalanan kekekalan. Hal ini akan membangun kehidupan iman yang benar untuk meraih perkenanan Bapa di Surga.



Bagaimana cara kita hidup hari ini akan berdampak pada kekekalan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Sikap Hati Yang Benar

Renungan Harian Virtue Notes, 8 Agustus 2011

Sikap Hati Yang Benar



Bacaan: Matius 5: 38-48


5:38 Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.

5:39 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.

5:40 Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.

5:41 Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.

5:42 Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.

5:43 Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.

5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

5:45 Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.

5:46 Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?

5:47 Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?

5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."



Bagaimana caranya menyukakan hati Tuhan? Kita menyukakan hati Tuhan dengan perbuatan nyata, yaitu bagaimana dalam seluruh langkah hidup kita memperoleh perkenanan Tuhan. Maksudnya, melakukan segala sesuatu dengan sikap hati yang benar. Di mana pun dan kapan pun dan melalui segala apa pun juga Tuhan menghendaki kita melakukan segala hal dengan sikap hati yang benar.


Sikap hati yang benar ini sejatinya bukan untuk kepentingan Tuhan, sebab Ia tidak membutuhkan apa-apa dari diri kita. Tetapi Ia menghendaki agar ciptaan-Nya yang juga adalah anak-anak keturunan-Nya memiliki karakter seperti diri-Nya. Bapa di surga adalah sempurna, maka kita pun harus sempurna (ay. 48).


Sebagai ilustrasi, ada orang tua-orang tua yang bijak, yang tidak menuntut anaknya memberi sesuatu apa pun kepadanya. Asal melihat anaknya sudah bisa menjadi dewasa, melakukan segala sesuatu sesuai dengan norma-norma kehidupan dan suatu hari bisa mandiri menyelenggarakan hidupnya, maka itu menjadi kesukaan hatinya. Orang tua yang terkesan cerewet dan mengatur, sesungguhnya hanya ingin anaknya suatu hari tidak salah melangkah dan menderita. Sayangnya sering si anak tidak tahu dan tidak mau tahu. Waktulah yang akan membuktikan, bila si anak tidak menurut nasihat orang tuanya, ia akan celaka dan menyesal. Tetapi sesal kemudian tidak berguna; maka berlaku ungkapan “Nasi sudah menjadi bubur”.


Demikian pula dengan Tuhan. Ia hanya ingin melihat kita bisa menjadi dewasa, melakukan segala sesuatu dengan sikap hati yang benar. Untuk itu Tuhan Yesus telah memberi teladan yang jelas. Dalam rangka membuktikan apakah sikap hati kita sungguh-sungguh benar di hadapan-Nya, Tuhan mengizinkan segala peristiwa terjadi dalam hidup kita. Dalam segala kejadian hidup yang kita alami tersebut Ia ingin menguji apakah kita benar-benar serius mau menyukakan hati Tuhan, artinya memiliki sikap hati seperti sikap hati Yesus.


Seperti apakah sikap hati yang menyenangkan hati-Nya itu? Sebelum berkata “Kamu harus sempurna,” Tuhan Yesus menasihati agar orang percaya tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi harus mengasihi musuh. Bila orang menampar pipi kanan, kita memberi pipi kiri; kita harus mendoakan orang yang menganiaya kita. Agar kita mempedulikan sesama kita yang membutuhkan pertolongan tanpa sikap diskriminatif, Ia mengatakan bahwa Bapa juga memberi hujan dan matahari kepada semua orang tanpa memandang muka. Itulah contoh perbuatan nyata yang memperoleh perkenanan Tuhan.



Tuhan ingin melihat kita bisa menjadi dewasa, melakukan segala sesuatu dengan sikap hati yang benar.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger