RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Menyukakan Hati-Nya

Renungan Harian Virtue Notes, 7 Agustus 2011

Menyukakan Hati-Nya



Bacaan: Nehemia 2: 1-3


2:1. Pada bulan Nisan tahun kedua puluh pemerintahan raja Artahsasta, ketika menjadi tugasku untuk menyediakan anggur, aku mengangkat anggur dan menyampaikannya kepada raja. Karena aku kelihatan sedih, yang memang belum pernah terjadi di hadapan raja,

2:2 bertanyalah ia kepadaku: "Mengapa mukamu muram, walaupun engkau tidak sakit? Engkau tentu sedih hati." Lalu aku menjadi sangat takut.

2:3 Jawabku kepada raja: "Hiduplah raja untuk selamanya! Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?"



Nehemia adalah juru minuman Raja Artahsasta (Artaxerxes I, 465–424 sM). Pada zaman kerajaan Persia kuno, tidak ada orang yang boleh menghadap raja dengan wajah muram. Raja adalah pemimpin yang mulia, sehingga berada di dekatnya seharusnya membuat orang melupakan segala masalahnya. Saat Nehemia menghadap raja dengan terlihat sedih, itu merupakan kesalahan besar yang bisa membuatnya dihukum. Itulah sebabnya Nehemia sangat takut saat raja ternyata mengetahui kesedihannya.


Bila untuk raja dunia saja kita harus berbuat demikian, mengapa untuk Raja di atas segala raja kita tidak melakukannya? Kalau kita memandang bahwa Tuhan Semesta Alam layak menerima segala hormat, maka kita akan berusaha menyukakan hati Tuhan, walaupun untuk itu kita mengorbankan perasaan kita sendiri.


Betapa indahnya bila kita bisa menyukakan hati Tuhan. Kalau Nehemia seharusnya menyukakan hati raja, penguasa di bumi ini, betapa indahnya kalau bisa menyukakan hati Penguasa alam semesta ini, yaitu Allah Abaham, Ishak dan Yakub. Mari belajar mengatakan, “Saya mau menyukakan hati Tuhan. Apa pun yang terjadi, saya mau melakukan ini dengan segenap kekuatan saya.” Roh Kudus pasti menolong. Betapa beruntungnya kalau kita mengerti hal ini dan bisa melakukannya.


Tidak ada keindahan hidup yang lebih besar dibandingkan dengan bisa menyukakan hati Tuhan. Tentu kalau kita mau menyukakan hati Tuhan dasarnya bukan karena kita menghendaki berkat jasmani atau sesuatu yang bisa diberikan Tuhan kepada kita untuk memuaskan hati kita, tetapi kita melakukan semuanya untuk kepuasan hati Tuhan, karena memang kita diciptakan untuk itu. Bila kita hidup sesuai dengan maksud Tuhan menciptakan kita, itu suatu keberhasilan yang patut membuat kita bahagia.


Bila untuk raja dunia kita akan berusaha melakukannya, tidak boleh kita merasa sulit untuk melakukannya bagi Raja di atas segala raja. Jadikan ini suatu kesukaan, sebab kita sadar bahwa kita diciptakan untuk menyenangkan hati-Nya. Bila kita bisa melakukannya, maka persoalan-persoalan besar dalam hidup kita menjadi kecil. Jadi pergumulan terbesar dalam hidup ini adalah bagaimana kita menyukakan hati Tuhan setiap saat. Dengan demikian kita tidak lagi terfokus kepada keinginan-keinginan kita sendiri. Mari berdoa, “Bukalah mataku Tuhan, untuk mengerti apa pun yang kau inginkan serta memahami hati dan perasaan-Mu.”



Kita harus belajar menyukakan hati Allah dalam segenap hidup kita.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Berperasaan

Renungan Harian Virtue Notes, 6 Agustus 2011

Berperasaan



Bacaan: Kejadian 8: 21


8:21 Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan.



Setelah air bah surut, Nuh mempersembahkan kurban di mezbah bagi Tuhan, Tuhan mencium persembahan yang berbau harum itu. Persembahan yang berbau harum itu menunjukkan bahwa hati Tuhan disukakan atas apa yang dilakukan oleh Nuh. Ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi sebelum air bah. Saat itu segala perbuatan manusia memilukan hati Tuhan, sampai dikatakan bahwa Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej. 6:6).


Tuhan yang kita sembah adalah pribadi yang berperasaan. Ia seperti kita yang adalah gambar-Nya, bisa didukakan atau disukakan. Namun fakta ini sering kita lupakan. Karena keegoisan kita, maka kita tidak mempedulikan perasaan-Nya. Kita menganggap Ia ada untuk kepentingan kita, karenanya kita berhak meminta, menuntut, mengklaim apa saja yang kita inginkan dari-Nya. Di mulut kita katakan “Aku ingin menyenangkan-Mu Tuhan,” tetapi hati kita berkata, “Agar Engkau menyenangkanku lebih banyak lagi melalui memberikan apa yang aku minta.”


Memang manusia yang egois lebih memperhatikan perasaannya sendiri. Ia mudah tenggelam oleh kegalauan yang mencekam jiwanya. Bukankah kalau kita sedang menghadapi suatu masalah, biasanya kita hanya memedulikan perasaan kita sendiri? Boro-boro perasaan Tuhan, perasaan orang lain pun tidak kita indahkan. Tetapi sebagai orang Kristen yang dewasa, tidak boleh kita pelihara kecerobohan itu.


Tuhan tidak boleh dan memang tidak bisa diperlakukan seperti kita memperlakukan sesama kita. Jika kita datang kepada Tuhan dengan membawa persoalan yang membuat hati kita tertekan, janganlah kita hanya memperhatikan kesediaan-Nya menolong kita, tanpa memperdulikan perasaan-Nya.


Jika fokus kita saat datang kepada Tuhan hanyalah pertolongan-Nya, berarti kita curang sebab kita ingin Tuhan memperhatikan hati kita, tetapi kita tidak perlu mempedulikan hati-Nya. Inilah kebiasaan hidup orang beragama pada umumnya, yang melayani dewa-dewa agar mereka memelihara dan menyenangkan umatnya.


Allah kita tidak sama dengan dewa-dewa agama pada umumnya. Ia Sang Mahatahu yang mampu meneropong setiap hati; Ia tahu apa motif hati kita pada waktu berurusan dengan-Nya. Ia justru menghendaki agar orang percaya lebih mempedulikan perasaan Tuhan dan tidak mempedulikan perasaannya sendiri. Ini menunjukkan rasa hormat kita kepada Tuhan dan pengakuan bahwa kita memang diciptakan untuk kepentingan-Nya, termasuk memuaskan hati dan perasaan-Nya. Sebagai Sang Khalik dan Allah yang Mahatinggi, Ia layak menerimanya



Mempedulikan perasaan Allah lebih penting daripada mempedulikan perasaan kita, sebab kita memang diciptakan untuk kepentingan-Nya.


Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment,dengan ijin penerbit.

Read more
0

Mujizat Yang DIbutuhkan Pada Masanya

Renungan Harian Virtue Notes, 5 Agustus 2011

Mujizat Yang Dibutuhkan Pada Masanya



Bacaan: Keluaran 3: 13-16


3:13 Lalu Musa berkata kepada Allah: "Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? --apakah yang harus kujawab kepada mereka?"

3:14 Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu."

3:15 Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun.

3:16. Pergilah, kumpulkanlah para tua-tua Israel dan katakanlah kepada mereka: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, telah menampakkan diri kepadaku, serta berfirman: Aku sudah mengindahkan kamu, juga apa yang dilakukan kepadamu di Mesir.



Saat Tuhan hendak membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, Ia membombardir Mesir dengan beraneka tulah sampai akhirnya Firaun menyerah dan mengizinkan bangsa Israel meninggalkan Mesir. Di perjalanan menuju Mesir, Tuhan membombardir bangsa Israel dengan mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Lembaran perjalanan bangsa Israel ke Mesir adalah lembaran mukjizat.


Pertanyaan bagi kita adalah, apakah mukjizat dan hal-hal spektakuler seperti yang dialami bangsa Israel itu juga bisa kita tuntut untuk dapat kita alami? Bukankah banyak diajarkan dewasa ini, agar orang Kristen mengklaim mukjizat setiap hari? Sejujurnya mukjizat yang diinginkan banyak orang adalah dalam bentuk kemudahan-kemudahan yang diberikan Tuhan agar mereka bisa lebih mudah menjalani hidup sebab tidak dirundung masalah, lebih sukses dalam segala bidang hidup dan berlimpah berkat materi.


Sebetulnya Tuhan mempertunjukkan mukjizat yang luar biasa bagi Israel, sebab bangsa itu adalah bangsa yang telah 430 tahun hidup dalam perbudakan. Mereka tidak mengenal Allah Abraham, Ishak dan Yakub, itulah sebabnya Musa bertanya kepada Allah, apa yang harus dijawabnya jika orang Israel bertanya siapa nama Allah yang akan melepaskan mereka (ay. 13). Ini menunjukkan mereka belum mengenal YHWH. Sebagai budak mereka tidak berpendidikan, mengikuti penyembahan orang Mesir, dan buta kebenaran. Untuk memperkenalkan diri-Nya, Tuhan harus membuat hal-hal yang spektakuler agar bangsa budak yang bodoh itu percaya kepada-Nya. Itu dibutuhkan pada masanya, tetapi tidak harus dikenakan dalam hidup kita sekarang, yang sudah mengenal kebenaran.


Oleh sebab itu sejatinya anak Tuhan tidak perlu mengharapkan mukjizat. Yang penting bagi kita adalah memenuhi bagian kita, yaitu rajin bekerja dan bertanggung jawab atas tugas yang dipercayakan Tuhan. Kalau ada hal-hal yang melampaui kemampuan kita, Ia pasti menolong dan menopang. Kalau kita sudah tidak berdaya mengatasi suatu masalah, Tuhan akan turut campur mengatasinya, dan dengan kedaulatan-Nya, Ia bisa memberikan mukjizat-Nya.


Dengan uraian ini bukan berarti tidak percaya mukjizat masih terjadi, tetapi kita harus memikul bagian kita terlebih dahulu. Urusan mukjizat biarlah terjadi sesuai dengan yang dipandang baik oleh Allah, dan tidak perlu kita klaim-klaim. Sebagai orang percaya yang dewasa rohani kita tidak akan memaksa Allah membuat mukjizat, sebab kita tahu Allah adalah Bapa yang Mahabijaksana.



Penuhi bagian kita dengan tanggung jawab, dan bila kita tidak sanggup lagi, kita percaya Tuhan pasti menolong dan menopang.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Diliciki Dirinya Sendiri

Renungan Harian Virtue Notes, 4 Agustus 2011

Diliciki Dirinya Sendiri



Bacaan: Yeremia 17: 9


17: 9 Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?



Suatu hari penulis mengunjungi kakak ipar seorang sahabat yang dirawat di rumah sakit. Saya melihat sosok pria yang mengerang kesakitan dan lemah karena hatinya membatu (sirosis) dan tidak bisa diobati lagi. Dokter yang merawat mengatakan, seandainya gejala pengerasan hati ini sudah diketahui dua puluh tahun lampau, maka ia bisa diselamatkan; tetapi sekarang sudah terlambat.


Kalau hati (liver) manusia secara fisik pada tahap tertentu tidak bisa diselamatkan, maka hati secara rohani juga bisa mengalami hal yang sama. Nabi Yeremia menulis, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” Hati manusia bisa sangat licik; bahkan oleh kelicikannya, seseorang tidak menyadari bahwa hatinya licik. Ia tidak mampu mengenali hatinya sendiri. Dari teks ini tersirat jelas bahwa ada stadium penyakit tertentu saat seseorang sudah tidak bisa lagi dikoreksi oleh siapa pun, bahkan oleh Roh Kudus sendiri, karena hatinya sudah membatu.


Manakala suara Roh Kudus selalu ditolak oleh hati seseorang, dan orang itu sudah tidak bisa berubah oleh koreksi Roh Kudus, berarti ia sudah menghujat Roh Kudus. Oleh sebab itu sebelum hati kita membatu dan tidak bisa diperbaiki lagi, maka kita harus teliti memeriksa hati kita oleh pertolongan Roh Kudus dengan tekun.


Setiap kita membutuhkan intervensi Tuhan untuk membuka mata hati kita guna mengenal diri sendiri (Mzm. 139:23–24). Namun tentu dari pihak kita juga harus ada usaha sungguh-sungguh untuk mengenali diri. Allah yang mengenal kita lebih lengkap daripada kita mengenal diri kita sendiri akan menolong melihat diri kita sendiri seperti Allah melihat. Koreksi tersebut bisa melalui suara Roh Kudus yang berbicara kepada kita, atau melalui suara manusia dan kejadian di sekitar kita. Dari pergumulan itu kita mengembangkan kecerdasan roh. Inilah yang dapat menghindarkan kita dari penyesatan (2Kor. 11:2-3).


Meminta Roh Kudus menolong kita memeriksa hati harus dilakukan terus menerus. Tanpanya, siapa pun dapat diliciki oleh hatinya sendiri, termasuk hamba Tuhan. Contohnya, hamba Tuhan yang mulanya ingin menggunakan mukjizat untuk membawa orang kepada Kristus dapat diliciki oleh hatinya sendiri yang haus kehormatan dan materi. Roh Kudus berkali-kali menegurnya, namun suara-Nya yang lembut itu tidak dihiraukannya; ia lebih memperhatikan ingar-bingar suara orang yang mengelukan dirinya. Bertobatlah, sebelum hati rohani kita mengeras sampai sirosis rohani dan tidak dapat diselamatkan lagi.



Kita harus memeriksa hati kita terus-menerus dengan pertolongan Roh Kudus, agar kita senantiasa berjalan di jalan Tuhan yang kekal.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Membuat Orang Lain Berbalik

Renungan Harian Virtue Notes, 3 Agustus 2011

Membuat Orang Lain Berbalik



Bacaan: 2 Korintus 3: 1-3


3:1 Adakah kami mulai lagi memujikan diri kami? Atau perlukah kami seperti orang-orang lain menunjukkan surat pujian kepada kamu atau dari kamu?

3:2 Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang.

3:3 Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.



Terang yang menakjubkan dalam 1Ptr. 2:9 (τὸ θαυμαστὸν αὐτοῦ φῶς, to thavmastón aftú fós) hendak menunjukkan bahwa anak-anak Tuhan harus menunjukkan kehidupan yang luar biasa, yang tidak ditemukan dalam kehidupan umat di ajaran dan agama mana pun.


Anak-anak Tuhan menjadi orang yang memancarkan terang yang menakjubkan artinya, di tengah-tengah kehidupan wajar yang dimiliki di masyarakat, mereka menunjukkan satu gaya hidup yang sangat agung dan mulia. Maksudnya bukan supaya dihargai orang atau mendapat kehormatan, tetapi supaya orang melihat “kota yang terletak di atas bukit”, yaitu Kerajaan-Nya (Mat. 5:14). Jadi mereka menjadi surat Kristus yang terbuka dan dapat dibaca oleh semua orang, yang mengarahkan agar orang dapat melihat dunia yang akan datang.


Pernahkah saat mengendarai kendaraan kita melihat banyak kendaraan lain berbalik arah? Dengan melihat mereka yang berbalik arah, kita pun ikut berbalik arah sebab kita berpikir pasti ada bahaya di depan, dan kita berbalik untuk menghindari bahaya tersebut. Demikian pula kita harus berbalik arah dari dunia yang menuju api kekal ini, dan mengarahkan diri ke langit dan bumi baru. Dengan melihat kita, orang lain juga akan melihat bahaya api kekal dan ikut berbalik arah untuk menuju Yerusalem Baru.


Menjadi terang yang membuat orang berbalik arah tidak cukup hanya dengan melakukan suatu perbuatan baik yang dilihat banyak orang; misalnya memberikan sumbangan dalam jumlah besar. Itu belum cukup untuk membuat orang lain mengakui Allah kita baik, lalu berbalik dari jalan yang salah. Tetapi perbuatan baik yang harus kita lakukan adalah seluruh perilaku kita yang mengisi seluruh waktu dan wilayah hidup kita, kapan pun dan di mana pun. Itu harus dilakukan secara terusmenerus, untuk menunjukkan pengharapan kita ke langit dan bumi baru.


Dari kehidupan yang berbeda itu kita menunjukkan bahwa dunia ini bukan tempat yang nyaman untuk menjadi pelabuhan. Ada tempat lain yang harus menjadi tujuan hidup kita. Perbuatan-perbuatan baik kita dalam perubahan hidup kita merupakan bukti keselamatan kita yang meresponi perbuatan-perbuatan besar Allah. Ia menciptakan alam semesta dan bumi ini bagi manusia, mengorbankan Putra Tunggal-Nya agar manusia kembali kepada rancangan-Nya, sampai kepada janji langit dan bumi yang baru, yaitu dunia yang dipulihkan.



Sebagai surat Kristus yang dapat dibaca oleh semua orang, kita harus menjadi terang yang membuat orang berbalik ke arah Yerusalem Baru.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kerugian Berkompetisi

Renungan Harian Virtue Notes, 2 Agustus 2011

Kerugian Berkompetisi



Bacaan: Matius 5: 14


5: 14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.



Kita tidak boleh terjebak dalam kubangan kompetisi dengan agama lain, melalui usaha untuk membuktikan bahwa Allah kita paling benar dengan menggunakan ukuran kuasa fisik. Pandangan bahwa Allah mana yang benar dilihat dari kekuatan kuasanya seperti menurut agama-agama pada umumnya adalah kebodohan yang mengarah kepada penyimpangan.


Orang Kristen yang berfokus hanya pada kekuatan kuasa fisik Allah akan terjebak dalam penyimpangan tersebut, sehingga perhatiannya teralih dari panggilan hidup yang seharusnya kepada kuasa fisik dan mukjizat. Padahal orang percaya dipanggil untuk menuju terang Ilahi yang ajaib (1Ptr. 2:9). Terang Ilahi yang ajaib itu adalah sebuah perilaku umat pilihan yang berkualitas sangat tinggi.


Kita juga mengingat sabda Tuhan Yesus, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” Kita dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang Kristus yang ajaib, dan kita membawa terang Kristus tersebut dalam kehidupan kita: dalam apa yang kita pikirkan, apa yang kita lakukan, dan apa yang kita katakan. Suatu perilaku menakjubkan yang memukau lingkungan kita.


Dengan hidup sebagai terang Kristus bagi dunia ini, kita memberikan kesaksian mengenai perbuatan besar dari-Nya. Kita menunjukkan bahwa kita yang dahulu orang berdosa kini telah diubahkan secara luar biasa. Ini jelas suatu perbuatan besar yang tidak bisa dilakukan oleh allah lain. Ini perbuatan dan mukjizat yang lebih besar daripada mukjizat fisik, yang sekalipun tampak spektakuler di mata manusia, tetapi bisa juga dilakukan oleh allah lain sehingga bukan ciri-ciri Allah yang benar.


Jadi kompetisi dengan agama lain berdasarkan ukuran kuasa fisik tidak menguntungkan bagi umat Tuhan. Pertama, umat memiliki kebanggaan yang kekanakkanakan, sebab hal yang dibanggakan itu juga bisa dilakukan oleh allah lain. Kedua, umat menjadi tidak bertanggung jawab, sebab segala sesuatu hendak diselesaikannya dengan keajaiban Tuhan. Ini merusak mental umat dan mendorong mereka tak mau mengembangkan diri untuk mengatasi kesulitan hidup. Ketiga, mukjizat bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau lembaga. Dan terakhir, yang paling parah adalah umat tidak terdorong untuk memiliki perilaku umat pilihan yang menakjubkan.


Sebagai ganti berkompetisi, marilah kita bersaksi melalui perbuatan baik yang tulus sesuai kehendak Allah, sehingga lingkungan kita melihat Kerajaan-Nya dan juga ingin mengenal Dia, satu-satunya Allah yang benar.



Tidak ada gunanya berkompetisi dengan agama lain menurut kuasa fisik; lebih penting mengembangkan perilaku umat pilihan yang menakjubkan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Bukan Pecundang

Renungan Harian Virtue Notes, 1 Agustus 2011

Bukan Pecundang



Bacaan: 1 Petrus 1: 7


1:7 Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.



Adalah kenyataan bahwa dalam kehidupan umat beragama sering terjadi suatu kompetisi dalam bentuk usaha menunjukkan bahwa Allahnyalah yang paling kuat, paling dahsyat dan paling memuaskan mereka. Tentu yang dimaksud dengan “memuaskan” adalah hasrat manusiawi. Ini bisa kita saksikan di berbagai media, apalagi ada kesempatan yang lebih besar bagi agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk untuk mempromosikan agama dan allahnya melalui media.


Jika ukuran kebenaran allah diukur dengan kekuatan fisik, maka orang bisa memandang Allahnya orang Kristen sebagai Allah yang keok. Mengapa? Di sepanjang sejarah gereja, kita melihat banyak orang Kristen dianiaya. Tidak sedikit orang yang terlahir Kristen menjadi manusia yang tidak pernah melihat hari baik. Yang mereka alami hanyalah aniaya dan sengsara. Gedung gereja mereka ditutup dan dibakar; mereka tidak bisa sekolah, tidak bisa bekerja, dihina, disiksa dan dibunuh sebab Kekristenannya. Namun Allah seakan-akan tidak berdaya melindungi umat-Nya; seakan-akan umat Kristen adalah umat pecundang.


Sesungguhnya Allah kita bukanlah Allah yang tidak berdaya, dan kita bukanlah umat pecundang. Allah sengaja mengizinkan dukacita dari berbagai pencobaan tersebut untuk menguji kemurnian iman kita. Di satu sisi memang keadaan itu menyakitkan, tetapi di sisi lain itu adalah anugerah. Kondisi sulit itu merupakan kesempatan yang diberikan-Nya agar orang Kristen mengalami pemurnian yang efektif.


Kalau hari ini Kekristenan tidak punah walau dihadapkan dengan tantangan yang hebat di sepanjang sejarah, itu bukti nyata bahwa Allahnya orang Kristen adalah Allah yang hidup; Allah yang menang; Allah yang tidak perlu dibela oleh manusia melalui organisasi tertentu. Menggunakan kekuatan fisik manusia untuk membela Allah sebetulnya merupakan penghinaan kepada Allah, sebab memandang-Nya sedemikian rendah sehingga tidak mampu membela diri-Nya sendiri.


Jika untuk sementara waktu kita dianggap sebagai umat pecundang yang lemah, itu tidak masalah sama sekali. Jika kita tidak membalas kekerasan dengan pedang, bukan berarti kita tidak menang. Walau kita memberikan pipi kiri saat ditampar pipi kanan, bukan berarti kita tidak berdaya. Kesetiaan kepada Tuhan Yesus merupakan kesaksian kemenangan yang indah. Suatu hari nanti akan terbukti, siapakah Allah yang benar, yang menyediakan kerajaan-Nya bagi manusia. Iman Kristen yang murni tidak perlu dinyatakan dalam kompetisi agama, apalagi kompetisi secara tidak adil melalui kekerasan, kekuatan sosial ekonomi dan politik.



Kita bukan umat pecundang, sebab kesetiaan kita kepada Kristus sekalipun dalam pencobaan merupakan kesaksian kemenangan yang indah



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger