RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Suara TUHAN Secara Khusus

Renungan Harian Virtue Notes, 21 Juni 2010
Suara TUHAN Secara Khusus

Bacaan : 1 Samuel 3 : 2–14

3:2 Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya.
3:3 Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah.
3:4 Lalu TUHAN memanggil: "Samuel! Samuel!", dan ia menjawab: "Ya, bapa."
3:5 Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil; tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur.
3:6 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi. Samuelpun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta berkata: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali."
3:7 Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya.
3:8 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Iapun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Lalu mengertilah Eli, bahwa Tuhanlah yang memanggil anak itu.
3:9 Sebab itu berkatalah Eli kepada Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya.
3:10 Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."
3:11. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Ketahuilah, Aku akan melakukan sesuatu di Israel, sehingga setiap orang yang mendengarnya, akan bising kedua telinganya.
3:12 Pada waktu itu Aku akan menepati kepada Eli segala yang telah Kufirmankan tentang keluarganya, dari mula sampai akhir.
3:13 Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!
3:14 Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau dengan korban sajian untuk selamanya."


Samuel, semasa masih bocah dan menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Imam Eli, dipakai TUHAN untuk berbicara kepada Imam Eli, karena Eli sudah terlalu lama hidup tanpa persekutuan yang benar dengan TUHAN. TUHAN lebih memercayai Samuel yang dengan setia melayani TUHAN di Silo.

Suara TUHAN yang didengar oleh Samuel secara audible (terdengar di telinga) ini adalah suara TUHAN secara khusus. Untuk rencana-rencana khusus-NYA yang harus kita lakukan, IA secara ajaib dapat menggunakan sarana spektakuler seperti mimpi, penglihatan, nubuatan dan lain sebagainya. Kadang-kadang suara ini berisi pesan-pesan khusus baik bagi kita maupun orang lain.

Biasanya yang menerima suara khusus TUHAN adalah orang-orang yang dipilih TUHAN karena dapat dipercayai-NYA—seperti Samuel—atau yang sudah dewasa rohani, seperti Barnabas dan Saulus yang diutus TUHAN dari Antiokhia untuk menjadi rasul bagi orang-orang bukan Yahudi (Kis.13:2). Maka berhati-hatilah terhadap orang-orang yang mengatakan dirinya menyampaikan pesan TUHAN. Bila tidak sangat mendesak, TUHAN tidak akan memakai orang lain untuk berbicara kepada kita.

Samuel dipercaya TUHAN karena dari kecil ia belajar melayani TUHAN dan mempelajari Firman-NYA. Jadi patut kita perhatikan bahwa seseorang tidak akan dipercayai mendengar suara TUHAN secara khusus ini kalau ia tidak memiliki landasan Firman-NYA. Kalau ada seseorang yang mengaku sebagai hamba TUHAN dan menyampaikan suara TUHAN secara khusus, padahal ia tidak mengerti Firman TUHAN dengan benar, maka dia pasti nabi palsu.

Kalau kita mendengar suara yang spektakuler itu, bagaimana kita memastikan bahwa itu suara TUHAN? Ada beberapa kriteria yang dapat kita gunakan. Pertama, hal yang paling prinsip ialah, suara TUHAN tidak mungkin bertentangan dengan Firman-NYA. Kedua, suara TUHAN pasti mendatangkan damai sejahtera bagi suasana jiwa kita. Kalau suara yang kita dengar membuat kita tidak damai, haruslah kita mengujinya lebih teliti. Ketiga, suara TUHAN menjadi berkat bagi orang yang menerimanya. Pasti mendatangkan keuntungan bagi pertumbuhan iman dan harmonisasi hubungan kita dengan TUHAN. Keempat, suara TUHAN mendorong hati kita memuliakan TUHAN. Hati kita akan bergemar, memuji dan menyembah-NYA.

Iman kita akan bersaksi apabila suara yang kita dengar sungguh-sungguh adalah suara TUHAN. Tetapi apabila ada keragu-raguan, jangan takut menyelidiki Alkitab dengan teliti untuk memastikannya.
Read more
0

Suara TUHAN Dalam Batin

Renungan Harian Virtue Notes, 20 Juni 2010
Suara TUHAN Dalam Batin

Bacaan : Yohanes 10 : 1–5


10:1. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok;
10:2 tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.
10:3 Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.
10:4 Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.
10:5 Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal."


TUHAN berbicara kepada kita melalui berbagai sarana. Di antaranya melalui hati atau batin kita, atau yang sering disebut sebagai hati nurani. Biasanya suara ini kita dengar bertalian dengan masalah yang sedang kita hadapi, atau pada saat kita harus mengambil keputusan untuk mengatasi masalah. Masalah di sini maksudnya bukan hanya masalah-masalah besar, tetapi juga dalam segala hal yang membutuhkan tindakan tepat. Suara ini tidak harus kita dengar secara audible (terdengar di telinga).

Hati nurani kita adalah sebuah instrumen yang dapat dipakai TUHAN untuk berbicara kepada kita. Ibarat piranti elektronik, suara hati kita ini adalah amplifier atau penguat suara. Walaupun ada suara tetapi kalau tidak ada amplifier, maka suara itu tidak akan terdengar. Maka bagi kita betapa pentingnya menjaga hati nurani, agar dapat sungguh-sungguh menjadi amplifier suara TUHAN. Inilah kekayaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.

Firman TUHAN mengatakan, sebagai domba kita mendengar suara sang Gembala Agung (ay. 3). Kita pasti mengenal suara-NYA (ay. 4), sehingga seharusnya mendengar suara TUHAN bukanlah sesuatu yang luar biasa. Ini harus menjadi hal yang biasa di lingkungan anak-anak TUHAN. Hal ini harus kita alami setiap hari, sebab TUHAN pasti berbicara kepada kita setiap hari dengan aktifnya. Tanpa mendengar suara TUHAN kita dapat menjadi mangsa empuk kuasa kegelapan dan bisa dibinasakannya. TUHAN Yesus sendiri mengatakan IA selalu melakukan kehendak BAPA karena IA selalu mendengar suara BAPA (Yoh. 5:30).

Jika mendengar suara TUHAN demikian penting, bagaimana caranya agar hati nurani kita menyuarakan suara TUHAN? Caranya, kita harus senantiasa mengisi bejana pikiran kita dengan Firman TUHAN. Firman TUHAN dapat memperbarui pikiran kita (Rm. 12:2). Dengan demikian, hati nurani kita dapat didewasakan atau dimurnikan dan dapat berfungsi sebagai instrumen Ilahi untuk menyampaikan pesan-pesan TUHAN kepada kita.

Kemudian, kita mungkin bertanya, bagaimana membedakan suara TUHAN dan suara lain (suara kita sendiri) dalam hati kita? Dari kekayaan Firman TUHAN yang kita serap, kita akan memiliki kepekaan untuk mengerti kehendak TUHAN yang harus kita lakukan : apa yang baik, yang berkenan kepada ALLAH, dan yang sempurna. Kepekaan mengerti apa yang dikehendaki-NYA disebut kecerdasan roh atau kecerdasan spiritual. TUHAN menghendaki anak-anak-NYA memiliki kecerdasan ini.
Read more
0

Berjiwa Musafir

Renungan Harian Virtue Notes, 19 Juni 2010
Berjiwa Musafir

Bacaan : Ibrani 11 : 8–16


11:8 Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.
11:9 Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.
11:10 Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
11:11 Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.
11:12 Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya.
11:13 Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.
11:14 Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air.
11:15 Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ.
11:16 Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.


Untuk panggilan mewarisi langit baru dan bumi baru, orang percaya harus belajar melepaskan diri dari segala ikatan (Ibr. 12:1).

Pertama, ikatan dosa. Ini menyangkut karakter kita yang belum seperti yang dikehendaki TUHAN; padahal DIA menginginkan kita sempurna.

Kedua, ikatan dengan keindahan dunia, yang tidak lain adalah percintaan dunia, yaitu keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (1Yoh. 2:15-17). Semua ini bukan berasal dari BAPA tetapi berasal dari kuasa jahat. Menanggalkan semua ikatan ini membuat seseorang berjiwa musafir.

Orang pertama yang dipanggil untuk menempati langit baru dan bumi baru ialah Abraham. Ia taat ketika ALLAH memanggilnya keluar dari Ur-kasdim ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya. Ketika ia tiba di tanah Kanaan yang merupakan tanah yang dijanjikan bagi keturunannya, menarik sekali bahwa ia tidak membangun kediaman permanen (ay. 9). Ia hanya mendirikan kemah. Padahal Abraham yang sangat kaya tentu sangat mampu membangun rumah yang megah. Mengapa ia tinggal di kemah, yang merupakan tempat tinggal sementara? Karena yang dinantikannya bukanlah Kanaan, melainkan tempat tinggal permanen di kota kekal, Yerusalem baru (ay. 10).

Meskipun sampai akhir hidupnya Abraham tidak pernah menemukan kota kekal yang dijanjikan itu, ia tetap percaya kepada ALLAH (ay. 13). Ia tidak pernah berniat kembali ke negeri asalnya, Ur-Kasdim. Ia tetap hidup sebagai musafir, karena ia menantikan langit baru dan bumi baru, tanah air surgawi yang lebih baik (ay. 16).

Dunia dengan segala keindahannya memang diciptakan TUHAN untuk manusia. Kita harus dapat menikmatinya, tetapi tidak boleh diperbudak olehnya. Kita harus meneladani Abraham, hidup sebagai musafir di bumi ini. Sebagai musafir, kita menyangkal diri, yaitu menanggalkan filosofi hidup manusia pada umumnya dan mengenakan filosofi kehidupan anak-anak ALLAH (1 Ptr. 1:18–19). Filosofi hidup manusia pada umumnya adalah menganggap hidup hanya satu kali, jadi menikmati hidup dan bersenang-senang di dunia ini adalah hal yang utama. Jika kita mengenakan filosofi demikian, kita tidak pernah dapat puas terhadap dunia yang diciptakan TUHAN, karena hasrat kedagingan kita tidak akan pernah bisa dipuaskan, sehingga kita tidak dapat menikmatinya. Tetapi sebaliknya ketika kita melepaskan diri dari belenggu mengutamakan dunia, justru kita dapat menikmati dunia ini dengan benar. Dengan gaya hidup musafir, kita menjadi bagaikan wisatawan dari surga yang berlibur di bumi. Kita menikmati dunia ini, tetapi tidak terikat sama sekali.
Read more
0

Langit Baru Dan Bumi Baru

Renungan Harian Virtue Notes, 18 Juni 2010
Langit Baru Dan Bumi Baru

Bacaan : Yohanes 14 : 1–3; 2 Petrus 3 : 7–13


Yohanes 14 : 1–3
14:1. "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.
14:2 Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.
14:3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.

2 Petrus 3 : 7–13
3:7 Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik.
3:8. Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.
3:9. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.
3:10 Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.
3:11. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup
3:12 yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya.
3:13 Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran.


Maksud rencana agung TUHAN menciptakan dunia yang indah ialah menempatkan manusia sebagai pengelolanya. Inilah sebenarnya kehendak Sang Khalik langit dan bumi, TUHAN Semesta Alam. IA adalah seniman agung yang menikmati hasil karya-NYA. Maka IA dapat menilai ciptaan-NYA sungguh amat baik (Kej. 1:31). Tidak mungkin IA mengatakan “baik”, kalau IA tidak menikmatinya. Dalam hal ini ternyata TUHAN juga pribadi penikmat yang memiliki nilai-nilai estetika.

Kejatuhan manusia dalam dosa merusak rencana TUHAN dan keindahan ciptaan-NYA. Manusia terpisah dari TUHAN dan bumi terhukum (Rm. 3:23). Manusia binasa dan bumi mengalami penurunan grafik kemakmuran, kenyamanan dan keindahan yang akhirnya nanti akan hancur (2Ptr. 3:10–11). Bumi yang kita diami ini, atau mungkin tata surya Matahari, atau bahkan mungkin galaksi Bimasakti di mana planet Bumi berada, akan menjadi lautan api.

Dalam hal ini bukan berarti rencana ALLAH gagal. ALLAH tidak pernah gagal dengan apa yang direncanakan-NYA (Ayb. 42:2). Rencana ALLAH sebetulnya belum selesai. TUHAN tetap masih melaksanakan rencana dan kehendak-NYA ini. Ia bermaksud menciptakan dunia lain, yaitu langit baru dan bumi yang baru (Yoh. 14:1–3). Inilah proyek akbar dan kekal yang dimiliki oleh TUHAN Semesta Alam, yang harus dipahami setiap umat pilihan-NYA.

TUHAN memilih orang-orang yang menerima anugerah-NYA untuk menempati dunia baru itu dan memerintah masyarakatnya (Luk. 22:28–30). Jadi pada intinya, panggilan sebagai umat pilihan adalah panggilan untuk menempati langit baru dan bumi baru itu. Kekristenan adalah perjalanan untuk belajar menjadi umat TUHAN yang layak bagi DIA agar dapat menerima warisan langit baru dan bumi baru tersebut. Itulah sebabnya setiap orang percaya harus mengalami pemuridan. Pemuridan ini sama dengan pendewasaan rohani yang membuat umat hidup tidak bercacat dan tidak bercela.

Oleh sebab itu mari kita renungkan betapa berharganya panggilan yang TUHAN berikan. Panggilan ini tidak dimiliki oleh orang-orang sebelum jaman Yesus, padahal mereka merindukannya (Luk. 10:23–24). Panggilan ini pasti bukan sesuatu yang sederhana. Yang pasti, ini lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan jasmani, sebab kalau mengenai pemenuhan kebutuhan jasmani, umat Perjanjian Lama kenyataannya lebih makmur daripada umat Perjanjian Baru.
Read more
0

Belajar Dari Kesulitan Ekonomi

Renungan Harian Virtue Notes, 17 Juni 2010
Belajar Dari Kesulitan Ekonomi

Bacaan : Amsal 10 : 2–5


10:2. Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut.
10:3 TUHAN tidak membiarkan orang benar menderita kelaparan, tetapi keinginan orang fasik ditolak-Nya.
10:4. Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya.
10:5. Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi; siapa tidur pada waktu panen membuat malu.


Ketika seseorang mengalami kesulitan ekonomi, kita harus melihatnya dari berbagai penyebab. Penyebab-penyebabnya bisa berbagai hal. Mungkin saja ia tidak bersekolah atau tidak belajar rajin, sehingga tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan masyarakat. Mungkin ia berkarakter buruk, sehingga tidak bisa diterima orang lain. Karakter buruk tersebut antara lain malas bekerja sehingga tidak produktif, tidak jujur, temperamental atau suka marah sehingga sering konflik atau berkelahi dengan orang lain, tidak setia, suka berkhianat, tidak mau mengalah, egois, suka memanfaatkan orang lain, sakit-sakitan karena tidak menjaga kesehatan, dan lain sebagainya. Kemiskinan juga disebabkan oleh karena pola belanja yang tidak terkontrol, tidak hemat, suka pamer, suka berjudi, dan lain sebagainya.

Kalau orang semacam itu jatuh miskin atau mengalami kesulitan keuangan, hendaknya jangan mudah kita membantu mereka atau mendoakan mereka untuk diberkati TUHAN. Sebab percuma membantu orang yang tidak akan bisa menghargai berkat TUHAN, dan percuma mendoakan orang yang tidak pantas diberkati. Mereka harus diberi pengertian bagaimana hidup bertanggung jawab dan bisa dipercayai TUHAN dalam mengelola milik-NYA. Ketika mendoakan mereka, bunyi doa kita harus benar : Bukan bagaimana TUHAN membuka jalan untuk masalah keuangannya, tetapi bagaimana TUHAN menuntunnya untuk mengerti kehendak-NYA.

Bagi orang yang baru mengenal Kristus, atau orang yang belum mengerti kebenaran, memang terkadang TUHAN menyatakan kemuliaan-NYA dengan memberi pertolongan sembari mengabaikan kesalahannya. Hal itu dimaksudkan-NYA agar orang tersebut mengenal TUHAN dan bertobat supaya digiring menuju keselamatan dalam Kristus. Tetapi bagi orang Kristen yang mestinya sudah memahami tanggung jawab, TUHAN tidak mudah memberi pertolongan seperti yang dikehendaki. Keadaan sulit yang dialami akibat kesalahannya tersebut sering sengaja dibiarkan-NYA berlarut-larut agar ia belajar dari kesalahannya, agar ia tidak ceroboh dalam hidup.

Maka jika kita menasihati orang-orang yang mengalami hal itu, janganlah menyuruh mereka berdoa, berpuasa, doa semalam suntuk atau pergi ke bukit doa untuk menyepi atau retreat. Lebih parah lagi jika kita menuduh mereka dihukum TUHAN akibat tidak memberi persepuluhan. Itu semua nasihat yang salah. Nasihat yang benar adalah membangkitkan motivasi orang tersebut untuk merebut kembali hidupnya dengan menemukan tujuan hidup yang benar yaitu : TUHAN dan Kerajaan-NYA saja, dan melakukan apa yang menjadi bagiannya yaitu : Mengoptimalkan potensi yang ada dan bekerja keras.
Read more
0

Menghalau Kutuk Kemiskinan

Renungan Harian Virtue Notes, 16 Juni 2010
Menghalau Kutuk Kemiskinan

Bacaan : 1 Samuel 2 : 6–8


2:6 TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana.
2:7 TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga.
2:8 Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur, untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, dan membuat dia memiliki kursi kehormatan. Sebab TUHAN mempunyai alas bumi; dan di atasnya Ia menaruh daratan.


Tak dapat disangkal, masih terdapat praktik-praktik pelayanan yang menjurus secara langsung maupun tidak langsung pada perusakan pola berpikir orang percaya. Hal ini umumnya terjadi di kelompok Kristen yang terlalu menekankan karunia Roh, mukjizat dan tanda-tanda ajaib dengan tidak proporsional.

Contohnya, seseorang datang ke pendeta karena mengalami kesulitan ekonomi. Dengan mudahnya sang pendeta mengusir “roh kemiskinan atau kutuk kemiskinan”. Dengan pengusiran roh kemiskinan tersebut, seakan-akan orang itu sudah mendapat jalan keluarnya. Untuk mendukung doa ini, digunakan ayat dalam doa Hana (ay. 7), yang dalam syair sebuah lagu dikalimatkan sebagai “TUHAN mengubah miskin dan menjadikan kaya”. Dari ayat ini dibuat seolah-olah dalam kedaulatan-NYA yang mutlak, tanpa alasan apapun TUHAN mengubah orang yang miskin menjadi kaya. Diajarkan bahwa dengan berbekal status sebagai anak TUHAN yang diperbolehkan meminta kepada BAPA dan menggunakan kuasa-NYA, maka kemiskinan dapat dihalau dengan doa secara mudah. Di sini pikiran diarahkan untuk bertindak, bagaimana memengaruhi TUHAN untuk mengubah kemiskinan menjadi kelimpahan materi. Tak ayal, ini sama saja dengan praktik perdukunan atau sugesti ala New Age. Sedikit mengenai New Age, gerakan yang melanda segala sisi kehidupan ini (termasuk Gereja) mengajarkan manusia untuk mengarahkan kehendak bebasnya guna memilih dan melakukan kehendak/keinginannya sendiri -seperti kekayaan, jodoh, kesehatan, dan hal-hal jasmani lainnya- dan bukan kehendak/keinginan ALLAH. Padahal sebagai anak TUHAN adalah bagian kita untuk mengarahkan kehendak bebas kita guna memilih dan melakukan kehendak/keinginan TUHAN.

Pernyataan ini bukan berarti kita tidak percaya terhadap kuasa TUHAN yang mampu membuat orang miskin menjadi kaya. Tetapi hendaknya kita tidak membutakan mata orang dalam memahami arti tanggung jawab dan hukum tabur tuai. TUHAN memang bisa melakukan tindakan-tindakan yang khusus untuk mereka yang dipandang perlu untuk diperlakukan khusus atau istimewa berhubung ketidakdewasaannya atau kebutuhan tanda bahwa TUHAN adalah ALLAH yang hidup. Tetapi bagi orang Kristen yang dewasa atau memang diajar TUHAN untuk dewasa, “pola gampangan” itu tidak akan terjadi. TUHAN tidak gampangan; mukjizat tidak terjadi setiap saat.

Kutuk kemiskinan niscaya akan terhalau, kalau orang percaya bekerja keras, jujur, hemat dan tekun serta hidup dalam kesucian TUHAN. Namun kalau kita melakukan semua itu, fokusnya bukan karena ingin kaya atau ogah miskin; tetapi semata-mata karena kita mengasihi TUHAN, karena memang itulah bagian yang harus kita kerjakan. Tanpa meminta pertolongan TUHAN pun IA selalu menyertai anak-anak-NYA dan menolong dalam bahaya atau ancaman yang terjadi di luar kemampuan kita. Yang perlu kita lakukan adalah berserah sepenuhnya kepada TUHAN. Percaya bahwa keadaan dan situasi sesulit apapun yang terjadi di luar kemampuan kita diijinkan TUHAN untuk kebaikan kita. Ishak berkata kepada Esau yang telah kehilangan kesempatan untuk menikmati berkat kesulungannya, “Tetapi akan terjadi kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu” (Kej. 27:40). Pesan ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita, bahwa kuk atau beban dapat dihalau dengan usaha yang sungguh-sungguh melalui kerja keras.
Read more
0

Memberi Pertanggungjawaban

Renungan Harian Virtue Notes, 15 Juni 2010
Memberi Pertanggungjawaban

Bacaan : Matius
12 : 33–37

12:33 Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.
12:34 Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.
12:35 Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.
12:36 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.
12:37 Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."

Salah satu aliran pemikiran dunia modern yang memandang masalah kehendak bebas adalah filsafat determinisme. Aliran ini berpendapat bahwa sikap dan tingkah laku manusia, pemikiran dan cita-citanya pun seluruhnya sudah ditentukan. Menurut aliran ini, tindakan manusia ditentukan oleh warisan genetika, struktur sistem syaraf, proses-proses kimia dalam otak dan sebagainya. Manusia tidak dapat menghindar sama sekali. Manusia telah terkurung dalam kodrat yang sudah membelenggunya. Paham determinisme keturunan yang dianut oleh para penulis seperti Henrik Ibsen dan para psikiater ternama seperti Ernst Kretschmer menyatakan, bahwa manusia itu ditakdirkan oleh bakat dan keturunannya. Dengan kata lain, tidak ada kebebasan sama sekali.

Dalam Kekristenan, ada pandangan teologia yang melihat kebebasan manusia dari segi negatif. Pandangan ini menganggap kebebasan manusia menggiring manusia ke dalam pelanggaran, sehingga supaya tidak ada manusia yang melanggar, tindakannya ditentukan oleh ALLAH. Determinisme teologis ini sangat timpang dan tidak sesuai dengan apa yang dapat diamati mengenai kelakuan manusia. Mereka merasa tidak perlu melakukan perjuangan apa-apa, karena semuanya sudah ditentukan ALLAH dari semula. Tanpa sadar sikap ini membuat orang menjadi tidak bertanggung jawab dalam hidup

Perlu diketahui bahwa konsep takdir ala determinisme teologis ini adalah konsep agama non-Kristen yang tidak banyak membicarakan tentang kebebasan, sebab mereka hanya mengakui perbuatan-perbuatan yang disiapkan TUHAN di dalamnya. Konsep takdir ini mengingkari adanya kebebasan yang sungguh-sungguh, selanjutnya peranan etika disia-siakan. Bila konsep ini diterima, berarti kejatuhan manusia ke dalam dosa di Taman Eden adalah akibat keputusan dan rencana ALLAH sendiri. Dengan demikian TUHAN harus diakui sebagai biang penyebab dari segala kenyataan hidup, termasuk terperosoknya manusia ke dalam lembah dosa, kejahatan dan kebinasaan. Masih bisakah kita mengatakan TUHAN yang seperti ini sebagai BAPA yang Mahabaik? Yang sebenarnya adalah hanya TUHAN yang mengetahui secara lengkap kehidupan kita, masa depan kita, pribadi-pribadi yang menjadi pilihan-NYA. Kita sama sekali tidak mengetahuinya. Namun yang menjadi bagian kita adalah menjalani kehidupan ini detik demi detik sesuai dengan kehendak TUHAN, sekalipun itu berarti berada dalam kesulitan jasmani dan kesengsaraan. Sehingga sampai pada akhirnya nanti kita dapat berkata bahwa: Saya adalah pribadi pilihan TUHAN. Namun kalau suatu ketika seorang anak TUHAN melakukan kejahatan, sesungguhnya itu bukanlah kehendak TUHAN. Tapi sang pelaku memilih untuk tidak melakukan kehendak TUHAN. Kehendak TUHAN adalah kebaikan yang murni, kebaikan yang sesungguhnya; karena hanya Satu Yang Baik yaitu BAPA saja.

Sesungguhnya, kehidupan bukanlah nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan suatu tantangan yang menuntut keberanian dan tanggung jawab. Tanggung jawab berarti tidak mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa setiap orang harus memberi pertanggungjawaban kepada ALLAH (ay. 36).
Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger