Renungan Harian Virtue Notes, 15 Juni 2010
Memberi Pertanggungjawaban
Bacaan : Matius 12 : 33–37
12:33 Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.
12:34 Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.
12:35 Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.
12:36 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.
12:37 Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."
Salah satu aliran pemikiran dunia modern yang memandang masalah kehendak bebas adalah filsafat determinisme. Aliran ini berpendapat bahwa sikap dan tingkah laku manusia, pemikiran dan cita-citanya pun seluruhnya sudah ditentukan. Menurut aliran ini, tindakan manusia ditentukan oleh warisan genetika, struktur sistem syaraf, proses-proses kimia dalam otak dan sebagainya. Manusia tidak dapat menghindar sama sekali. Manusia telah terkurung dalam kodrat yang sudah membelenggunya. Paham determinisme keturunan yang dianut oleh para penulis seperti Henrik Ibsen dan para psikiater ternama seperti Ernst Kretschmer menyatakan, bahwa manusia itu ditakdirkan oleh bakat dan keturunannya. Dengan kata lain, tidak ada kebebasan sama sekali.
Dalam Kekristenan, ada pandangan teologia yang melihat kebebasan manusia dari segi negatif. Pandangan ini menganggap kebebasan manusia menggiring manusia ke dalam pelanggaran, sehingga supaya tidak ada manusia yang melanggar, tindakannya ditentukan oleh ALLAH. Determinisme teologis ini sangat timpang dan tidak sesuai dengan apa yang dapat diamati mengenai kelakuan manusia. Mereka merasa tidak perlu melakukan perjuangan apa-apa, karena semuanya sudah ditentukan ALLAH dari semula. Tanpa sadar sikap ini membuat orang menjadi tidak bertanggung jawab dalam hidup
Perlu diketahui bahwa konsep takdir ala determinisme teologis ini adalah konsep agama non-Kristen yang tidak banyak membicarakan tentang kebebasan, sebab mereka hanya mengakui perbuatan-perbuatan yang disiapkan TUHAN di dalamnya. Konsep takdir ini mengingkari adanya kebebasan yang sungguh-sungguh, selanjutnya peranan etika disia-siakan. Bila konsep ini diterima, berarti kejatuhan manusia ke dalam dosa di Taman Eden adalah akibat keputusan dan rencana ALLAH sendiri. Dengan demikian TUHAN harus diakui sebagai biang penyebab dari segala kenyataan hidup, termasuk terperosoknya manusia ke dalam lembah dosa, kejahatan dan kebinasaan. Masih bisakah kita mengatakan TUHAN yang seperti ini sebagai BAPA yang Mahabaik? Yang sebenarnya adalah hanya TUHAN yang mengetahui secara lengkap kehidupan kita, masa depan kita, pribadi-pribadi yang menjadi pilihan-NYA. Kita sama sekali tidak mengetahuinya. Namun yang menjadi bagian kita adalah menjalani kehidupan ini detik demi detik sesuai dengan kehendak TUHAN, sekalipun itu berarti berada dalam kesulitan jasmani dan kesengsaraan. Sehingga sampai pada akhirnya nanti kita dapat berkata bahwa: Saya adalah pribadi pilihan TUHAN. Namun kalau suatu ketika seorang anak TUHAN melakukan kejahatan, sesungguhnya itu bukanlah kehendak TUHAN. Tapi sang pelaku memilih untuk tidak melakukan kehendak TUHAN. Kehendak TUHAN adalah kebaikan yang murni, kebaikan yang sesungguhnya; karena hanya Satu Yang Baik yaitu BAPA saja.
Sesungguhnya, kehidupan bukanlah nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan suatu tantangan yang menuntut keberanian dan tanggung jawab. Tanggung jawab berarti tidak mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa setiap orang harus memberi pertanggungjawaban kepada ALLAH (ay. 36).
Memberi Pertanggungjawaban
Bacaan : Matius 12 : 33–37
12:33 Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.
12:34 Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.
12:35 Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.
12:36 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.
12:37 Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."
Salah satu aliran pemikiran dunia modern yang memandang masalah kehendak bebas adalah filsafat determinisme. Aliran ini berpendapat bahwa sikap dan tingkah laku manusia, pemikiran dan cita-citanya pun seluruhnya sudah ditentukan. Menurut aliran ini, tindakan manusia ditentukan oleh warisan genetika, struktur sistem syaraf, proses-proses kimia dalam otak dan sebagainya. Manusia tidak dapat menghindar sama sekali. Manusia telah terkurung dalam kodrat yang sudah membelenggunya. Paham determinisme keturunan yang dianut oleh para penulis seperti Henrik Ibsen dan para psikiater ternama seperti Ernst Kretschmer menyatakan, bahwa manusia itu ditakdirkan oleh bakat dan keturunannya. Dengan kata lain, tidak ada kebebasan sama sekali.
Dalam Kekristenan, ada pandangan teologia yang melihat kebebasan manusia dari segi negatif. Pandangan ini menganggap kebebasan manusia menggiring manusia ke dalam pelanggaran, sehingga supaya tidak ada manusia yang melanggar, tindakannya ditentukan oleh ALLAH. Determinisme teologis ini sangat timpang dan tidak sesuai dengan apa yang dapat diamati mengenai kelakuan manusia. Mereka merasa tidak perlu melakukan perjuangan apa-apa, karena semuanya sudah ditentukan ALLAH dari semula. Tanpa sadar sikap ini membuat orang menjadi tidak bertanggung jawab dalam hidup
Perlu diketahui bahwa konsep takdir ala determinisme teologis ini adalah konsep agama non-Kristen yang tidak banyak membicarakan tentang kebebasan, sebab mereka hanya mengakui perbuatan-perbuatan yang disiapkan TUHAN di dalamnya. Konsep takdir ini mengingkari adanya kebebasan yang sungguh-sungguh, selanjutnya peranan etika disia-siakan. Bila konsep ini diterima, berarti kejatuhan manusia ke dalam dosa di Taman Eden adalah akibat keputusan dan rencana ALLAH sendiri. Dengan demikian TUHAN harus diakui sebagai biang penyebab dari segala kenyataan hidup, termasuk terperosoknya manusia ke dalam lembah dosa, kejahatan dan kebinasaan. Masih bisakah kita mengatakan TUHAN yang seperti ini sebagai BAPA yang Mahabaik? Yang sebenarnya adalah hanya TUHAN yang mengetahui secara lengkap kehidupan kita, masa depan kita, pribadi-pribadi yang menjadi pilihan-NYA. Kita sama sekali tidak mengetahuinya. Namun yang menjadi bagian kita adalah menjalani kehidupan ini detik demi detik sesuai dengan kehendak TUHAN, sekalipun itu berarti berada dalam kesulitan jasmani dan kesengsaraan. Sehingga sampai pada akhirnya nanti kita dapat berkata bahwa: Saya adalah pribadi pilihan TUHAN. Namun kalau suatu ketika seorang anak TUHAN melakukan kejahatan, sesungguhnya itu bukanlah kehendak TUHAN. Tapi sang pelaku memilih untuk tidak melakukan kehendak TUHAN. Kehendak TUHAN adalah kebaikan yang murni, kebaikan yang sesungguhnya; karena hanya Satu Yang Baik yaitu BAPA saja.
Sesungguhnya, kehidupan bukanlah nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan suatu tantangan yang menuntut keberanian dan tanggung jawab. Tanggung jawab berarti tidak mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa setiap orang harus memberi pertanggungjawaban kepada ALLAH (ay. 36).
0 komentar:
Posting Komentar