Renungan Harian Virtue Notes, 23 Juni 2010
Moral Agama Dan Kekristenan
Bacaan : Yeremia 31 : 31–34
31:31 Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,
31:32 bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.
31:33 Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.
31:34 Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka."
Sesungguhnya ALLAH memberi kesanggupan kepada kita untuk hidup menurut kehendak-NYA. IA memberi potensi pada manusia batiniah kita agar berkenan kepada-NYA (ay. 33). Karena batin ini yang menjadi sumbernya, maka ALLAH memberikan atau meletakkan potensi di dalam batin manusia. Potensi inilah yang memberi peluang kepada seseorang yang telah lahir baru untuk mengembangkan benih ilahi yang telah ditaruh ALLAH dalam diri manusia. Potensi ini jugalah yang akan membawa seseorang kepada kehidupan sebagai putra-putra ALLAH Yang Mahatinggi. Pertumbuhan benih ilahi ini tergantung respons kita setiap hari terhadap anugerah ALLAH, yaitu Firman-NYA dan pembentukan-NYA.
Sistem-sistem moral agama, yaitu pola kelakuan orang beragama pada umumnya, justru dapat membutakan mata pengertian kita terhadap kebenaran Injil. Sistem moral agama ini misalnya: menganggap kelakuan baik merupakan ukuran seseorang untuk berkenan kepada TUHAN; menganggap amal dan ibadah kepada TUHAN sebagai jasa; menggunakan ritual sebagai sarana untuk menjangkau TUHAN; berusaha menyenangkan hati TUHAN agar keamanan dirinya dijaga-NYA; menganggap pemimpin agama sebagai perantara untuk menjangkau TUHAN; dan lain sebagainya. Karena itu, TUHAN tidak menyukai sistem moral agama tersebut. Tidak boleh hal-hal tersebut mewarnai iman Kristiani kita.
Perjanjian Baru adalah soal batin, bukan soal ritual lahiriah. Hukum TUHAN telah ditaruh-NYA dalam batin kita, dan ditulis-NYA dalam hati kita. Karena itu kebaktian di Gereja pun harus merupakan ungkapan kasih kita kepada TUHAN. Kebaktian di Gereja bukan untuk sarana menyenangkan hati TUHAN guna mencari berkat jasmani. Untuk ini perlu dipertanyakan, apa motif kita selama ini dalam bergereja?
Bagi para rohaniwan, jangan sampai juga merasa bangga dianggap sebagai orang baik dari penampilan lahiriahnya. Itu adalah kesombongan rohani khas orang Farisi. Bagaimana mungkin Gereja yang dipimpin seorang yang memancarkan roh Farisiisme diberkati TUHAN secara benar?
Untuk itu dituntut hati yang tulus dan jujur. ALLAH lah yang mengenal kita secara lengkap dan sempurna lebih dari kita mengenal diri kita sendiri. IA akan membuka mata rohani kita untuk mengenal diri kita sendiri, seperti cara-NYA memandang kita. TUHAN pun tiada henti-hentinya menyelidiki diri kita untuk membawa kita kepada kesempurnaan-NYA.
Moral Agama Dan Kekristenan
Bacaan : Yeremia 31 : 31–34
31:31 Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,
31:32 bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.
31:33 Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.
31:34 Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka."
Sesungguhnya ALLAH memberi kesanggupan kepada kita untuk hidup menurut kehendak-NYA. IA memberi potensi pada manusia batiniah kita agar berkenan kepada-NYA (ay. 33). Karena batin ini yang menjadi sumbernya, maka ALLAH memberikan atau meletakkan potensi di dalam batin manusia. Potensi inilah yang memberi peluang kepada seseorang yang telah lahir baru untuk mengembangkan benih ilahi yang telah ditaruh ALLAH dalam diri manusia. Potensi ini jugalah yang akan membawa seseorang kepada kehidupan sebagai putra-putra ALLAH Yang Mahatinggi. Pertumbuhan benih ilahi ini tergantung respons kita setiap hari terhadap anugerah ALLAH, yaitu Firman-NYA dan pembentukan-NYA.
Sistem-sistem moral agama, yaitu pola kelakuan orang beragama pada umumnya, justru dapat membutakan mata pengertian kita terhadap kebenaran Injil. Sistem moral agama ini misalnya: menganggap kelakuan baik merupakan ukuran seseorang untuk berkenan kepada TUHAN; menganggap amal dan ibadah kepada TUHAN sebagai jasa; menggunakan ritual sebagai sarana untuk menjangkau TUHAN; berusaha menyenangkan hati TUHAN agar keamanan dirinya dijaga-NYA; menganggap pemimpin agama sebagai perantara untuk menjangkau TUHAN; dan lain sebagainya. Karena itu, TUHAN tidak menyukai sistem moral agama tersebut. Tidak boleh hal-hal tersebut mewarnai iman Kristiani kita.
Perjanjian Baru adalah soal batin, bukan soal ritual lahiriah. Hukum TUHAN telah ditaruh-NYA dalam batin kita, dan ditulis-NYA dalam hati kita. Karena itu kebaktian di Gereja pun harus merupakan ungkapan kasih kita kepada TUHAN. Kebaktian di Gereja bukan untuk sarana menyenangkan hati TUHAN guna mencari berkat jasmani. Untuk ini perlu dipertanyakan, apa motif kita selama ini dalam bergereja?
Bagi para rohaniwan, jangan sampai juga merasa bangga dianggap sebagai orang baik dari penampilan lahiriahnya. Itu adalah kesombongan rohani khas orang Farisi. Bagaimana mungkin Gereja yang dipimpin seorang yang memancarkan roh Farisiisme diberkati TUHAN secara benar?
Untuk itu dituntut hati yang tulus dan jujur. ALLAH lah yang mengenal kita secara lengkap dan sempurna lebih dari kita mengenal diri kita sendiri. IA akan membuka mata rohani kita untuk mengenal diri kita sendiri, seperti cara-NYA memandang kita. TUHAN pun tiada henti-hentinya menyelidiki diri kita untuk membawa kita kepada kesempurnaan-NYA.
0 komentar:
Posting Komentar