Renungan Harian Virtue Notes, 10 Juni 2010
Kehendak Bebas
Bacaan : Kejadian 2 : 9, 15–17
2:9 Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
2:16. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,
2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Salah satu keistimewaan yang diberikan TUHAN kepada manusia adalah kehendak bebas. Ini adalah harta yang sangat berharga dan sangat istimewa yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun, bahkan oleh TUHAN sendiri. Apabila dinyatakan bahwa TUHAN sendiri tidak bisa mengintervensi kebebasan yang telah diterima manusia dari-NYA, ini sama sekali tidak bermaksud mengurangi hormat terhadap supremasi atau keunggulan TUHAN dalam kedaulatan-NYA. TUHAN sendiri dalam kedaulatan-NYA dengan rela memberikan kedaulatan kepada manusia untuk menentukan pilihannya sendiri. Sekecil apa pun, manusia telah diberi kedaulatan dalam wilayah hidupnya yang juga dihargai oleh TUHAN. Dengan menghargai kedaulatan manusia itu, berarti TUHAN menghargai kedaulatan-NYA sendiri. Dalam hal ini TUHAN menunjukkan konsekuensi-NYA dalam menciptakan manusia dengan kodrat kehendak bebasnya.
Ini tampak dari kisah manusia pertama. TUHAN menciptakan pohon pengetahuan baik dan jahat di Taman Eden, dan IA tidak memagarinya untuk mencegah manusia memakan buah terlarang tersebut. IA hanya memberi perintah agar manusia tidak memakan buah pohon tersebut (ay. 15). Mungkin kita bertanya, untuk apa Ia menciptakan pohon pengetahuan itu, jika buntutnya—seperti yang kita ketahui—manusia tetap memakannya, yang berarti manusia jatuh secara tragis?
Itulah bentuk pengakuan ALLAH terhadap kehendak bebas manusia. IA menginginkan manusia mencintai-NYA secara tulus dan sadar dengan kehendak bebasnya, tetapi itu hanya mungkin jika ada pilihan atau kemungkinan untuk tidak mencintai-NYA. IA memerintahkan manusia untuk patuh secara tulus dan sadar, tetapi itu hanya mungkin jika ada pilihan atau kemungkinan untuk tidak patuh. Pohon pengetahuan ditempatkan-NYA sebagai sarana jika manusia memutuskan untuk tidak patuh kepada-NYA, dan berbalik dari-NYA.
Hal ini merupakan gambaran yang jelas mengenai bentuk dan mekanisme kehidupan manusia. Fragmen yang terjadi di taman Eden adalah gambaran kehidupan manusia; bukan hanya bagi manusia pertama, tetapi juga bagi manusia di segala tempat dan sepanjang zaman. Kita harus mengakui bahwa manusia dikendalikan oleh kehendak bebasnya—yang dalam istilah Latin disebut liberum arbitrium— dalam menentukan nasib atau keadaan dirinya. TUHAN sebagai Hakim menegakkan hukum kehendak bebas itu dengan segala resiko dan konsekuensinya, baik bagi manusia maupun bagi TUHAN sendiri. Walaupun itu berarti ketika manusia jatuh dalam dosa, ALLAH sendiri yang harus turun menyelamatkannya.
Kehendak Bebas
Bacaan : Kejadian 2 : 9, 15–17
2:9 Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
2:15 TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
2:16. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,
2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Salah satu keistimewaan yang diberikan TUHAN kepada manusia adalah kehendak bebas. Ini adalah harta yang sangat berharga dan sangat istimewa yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun, bahkan oleh TUHAN sendiri. Apabila dinyatakan bahwa TUHAN sendiri tidak bisa mengintervensi kebebasan yang telah diterima manusia dari-NYA, ini sama sekali tidak bermaksud mengurangi hormat terhadap supremasi atau keunggulan TUHAN dalam kedaulatan-NYA. TUHAN sendiri dalam kedaulatan-NYA dengan rela memberikan kedaulatan kepada manusia untuk menentukan pilihannya sendiri. Sekecil apa pun, manusia telah diberi kedaulatan dalam wilayah hidupnya yang juga dihargai oleh TUHAN. Dengan menghargai kedaulatan manusia itu, berarti TUHAN menghargai kedaulatan-NYA sendiri. Dalam hal ini TUHAN menunjukkan konsekuensi-NYA dalam menciptakan manusia dengan kodrat kehendak bebasnya.
Ini tampak dari kisah manusia pertama. TUHAN menciptakan pohon pengetahuan baik dan jahat di Taman Eden, dan IA tidak memagarinya untuk mencegah manusia memakan buah terlarang tersebut. IA hanya memberi perintah agar manusia tidak memakan buah pohon tersebut (ay. 15). Mungkin kita bertanya, untuk apa Ia menciptakan pohon pengetahuan itu, jika buntutnya—seperti yang kita ketahui—manusia tetap memakannya, yang berarti manusia jatuh secara tragis?
Itulah bentuk pengakuan ALLAH terhadap kehendak bebas manusia. IA menginginkan manusia mencintai-NYA secara tulus dan sadar dengan kehendak bebasnya, tetapi itu hanya mungkin jika ada pilihan atau kemungkinan untuk tidak mencintai-NYA. IA memerintahkan manusia untuk patuh secara tulus dan sadar, tetapi itu hanya mungkin jika ada pilihan atau kemungkinan untuk tidak patuh. Pohon pengetahuan ditempatkan-NYA sebagai sarana jika manusia memutuskan untuk tidak patuh kepada-NYA, dan berbalik dari-NYA.
Hal ini merupakan gambaran yang jelas mengenai bentuk dan mekanisme kehidupan manusia. Fragmen yang terjadi di taman Eden adalah gambaran kehidupan manusia; bukan hanya bagi manusia pertama, tetapi juga bagi manusia di segala tempat dan sepanjang zaman. Kita harus mengakui bahwa manusia dikendalikan oleh kehendak bebasnya—yang dalam istilah Latin disebut liberum arbitrium— dalam menentukan nasib atau keadaan dirinya. TUHAN sebagai Hakim menegakkan hukum kehendak bebas itu dengan segala resiko dan konsekuensinya, baik bagi manusia maupun bagi TUHAN sendiri. Walaupun itu berarti ketika manusia jatuh dalam dosa, ALLAH sendiri yang harus turun menyelamatkannya.
0 komentar:
Posting Komentar