Renungan Harian Virtue Notes, 18 Agustus 2011
Mengesampingkan Kepentingan Diri Sendiri
Bacaan: 2 Timotius 2: 3-4
2:3 Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.
2:4 Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.
Sebagai orang-orang yang sudah ditebus oleh Tuhan Yesus, kita harus berkomitmen untuk hidup dalam ketaatan penuh kepada kehendak Bapa dengan kesediaan dan kerelaan kita. Apa pun yang Bapa inginkan, kita akan melakukannya. Inilah hidup dengan penyangkalan diri, yaitu bersedia untuk tidak memiliki keinginan pribadi; keinginan kita hanyalah melakukan kehendak-Nya.
Manakala kita bersedia dan rela untuk melepaskan keinginan kita, dan mulai bergumul untuk melakukan kehendak Bapa, maka kita sedang menemukan keagungan diri kita sebagai ciptaan yang segambar dengan Bapa. Kita sedang hidup dalam nilai keagungan tertinggi dari tujuan keberadaan kita di dunia. Sebaliknya, manakala kita hidup untuk diri sendiri dan melakukan pencapaian-pencapaian keagungan diri sendiri, maka kita sejatinya sudah mereduksi nilai diri kita sebagai makhluk ciptaan yang segambar dengan Bapa.
Penyangkalan diri yang benar merupakan proses persiapan untuk mendiami langit baru dan bumi yang baru. Kalau di bumi ini seseorang sudah memiliki citacita sendiri dan sibuk dengan urusan perasaan dan pikirannya sendiri yang tidak sesuai dengan kehendak Bapa, bagaimana ia dapat melaksanakan kehendak-Nya di kekekalan? Ia tidak dapat hidup bagi Bapa, sebab hanya bisa hidup untuk dirinya sendiri. Orang yang hidup untuk dirinya sendiri adalah makhluk yang tidak tahu dan tidak memahami mengapa dan untuk apa ia diciptakan. Inilah naluri yang menjatuhkan malaikat, sehingga menjadi Iblis. Bukannya ia memperoleh kemuliaan, malah kehinaanlah jatahnya.
Makhluk yang hidup bagi dirinya sendiri adalah makhluk yang mau menjadi majikan bagi dirinya sendiri dan menjadi majikan bagi yang lain. Padahal justru keselamatan adalah usaha Tuhan untuk mengembalikan manusia agar dapat hidup untuk kepentingan Tuhan, sebab memang untuk itulah manusia tercipta. Jika kita menyangkali kenyataan ini, berarti kita tidak bersedia dan menolak masuk ke dalam proses keselamatan.
Kalau hari ini kita masih sekadar Kristen di wilayah keberagamaan, yaitu menjadi anggota gereja hanya karena mau berlindung kepada Tuhan dari masalah-masalah hidup di bumi ini dan kebutuhan jasmani, kita harus bertobat. Kalau kita mau mengikut Tuhan, kita harus mengesampingkan kepentingan diri kita sendiri. Ingat, Tuhan adalah Pencipta yang berhak menetapkan tujuan dan nilai ciptaan-Nya sendiri. Ia mestinya mendominasi manusia, bukan kita yang mendominasi Tuhan.
Nilai kemanusiaan sejati adalah manakala kita hidup menggenapi tujuan penciptaan kita, yaitu mengabdi bagi kepentingan-Nya.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar