RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Kecanduan Rohani

Renungan Harian Virtue Notes, 28 Agustus 2011

Kecanduan Rohani



Bacaan: Mazmur 42: 2-6


42:2 Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.

42:3 Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?

42:4 Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"

42:5 Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan.

42:6 Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!



Dalam Mazmur yang sangat terkenal ini, Pemazmur mengungkapkan kecanduan rohaninya. Kecanduan rohani pada dasarnya adalah kehausan rohani pada tingkat yang sangat kuat atau sangat tinggi, sedangkan kehausan rohani pada dasarnya adalah kehausan akan Tuhan. Jadi kecanduan rohani artinya kebutuhan yang sangat kuat untuk mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya.


Memang manusia pada dasarnya adalah makhluk rohani. Manusia memiliki kehausan terhadap kegiatan rohani, seperti beragama, mencari sesuatu yang yang bersifat supranatural, pemujaan dan penyembahan kepada satu obyek penyembahan dan berbagai ritual lainnya. Namun sering terjadi kerancuan antara kehausan terhadap kegiatan rohani dan kehausan akan Tuhan. Orang-orang yang haus terhadap kegiatan rohani belum tentu haus akan Tuhan, sebab dengan melakukan hal-hal rohani mereka berharap mendapat perlindungan, baik di dunia ini maupun di akhirat. Jadi tidaklah heran bila banyak orang memiliki kehausan terhadap kegiatan rohani seperti itu, tetapi tidak haus akan Tuhan; termasuk banyak orang Kristen.


Orang yang tidak mengenal kebenaran bisa mengalami kecanduan akan kegiatan rohani seperti itu, tetapi tidak dapat memiliki kecanduan rohani yang benar kepada Tuhan. Ini karena mereka belum terbebas dari belenggu yang mengikat mereka, yang hanya dapat dibebaskan oleh kebenaran (Yoh. 8:31–32). Yang dimaksud belenggu di sini ada tiga jenis (1Yoh. 2:16), yaitu pertama, keinginan daging—hasrat yang berlebihan berkenaan dengan makan minum dan libido; kedua, keinginan mata—bertalian dengan keinginan untuk memiliki fasilitas hidup yang orang lain juga miliki; dan ketiga, keangkuhan hidup—bertalian dengan kehormatan dan kebanggaan atas sesuatu yang membuat dirinya merasa bernilai.


Bagaimana seseorang bisa memiliki kecanduan rohani yang benar? Seseorang baru dapat memiliki kehausan yang sangat tinggi akan Tuhan kalau telah terlepas dari belenggu keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup itu. Tanpa kelepasan dari hal-hal itu, orang-orang Kristen yang merasa dirinya haus akan Tuhan sesungguhnya hanya memiliki perasaan sentimentil agamawi, tanpa kehausan yang menggerakkan dirinya mempertaruhkan apapun demi mengerti kehendak Tuhan dan melakukan kehendak-Nya tersebut. Mari kita selidiki hati kita masing-masing. Sudahkah kita memiliki kecanduan rohani yang benar, atau masihkah itu pada tataran kecanduan terhadap kegiatan rohani saja? Jika belum, teruslah belajar kebenaran sehingga kita dibebaskan dari belenggu-belenggu itu.



Kecanduan rohani yang benar adalah kebutuhan yang sangat kuat untuk mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Target Dan Ukuran

Renungan Harian Virtue Notes, 27 Agustus 2011

Target Dan Ukuran



Bacaan: Markus 4: 24-25


4:24 Lalu Ia berkata lagi: "Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu.

4:25 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya."



Perjalanan kehidupan di dunia ini sesungguhnya hanya untuk mengenapi rencana bapa. Rencana Bapa adalah menjadikan manusia seperti yang dikehendaki-Nya. Untuk ini kita harus rela kehilangan semua cita-cita dan kehendak sendiri. Kita tidak boleh memiliki rencana sendiri. Rencana sendiri menjadi batu sandungan. Kita harus memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah. Oleh sebab itu kita harus belajar terus berpikir seperti Tuhan berpikir. Ini bisa terjadi kalau kita memahami kebenaran Injil secara benar.


Rencana pribadi akan menciptakan target-target pribadi yang tidak membawa seseorang kepada pemulihan gambar Allah atau kesempurnaan Kristus. Oleh sebab itu kita harus memiliki target yang benar. Target yang benar ini bisa muncul kalau mata pengertian kita dibuka oleh kebenaran. Dengan mengenal kebenaran, kita akan semakin haus dan lapar akan kebenaran; artinya ingin mengetahui lebih banyak kebenaran Tuhan dan mengenakan dalam hidup ini. Kita tidak boleh memiliki target lain dalan hidup ini selain target menjadi sempurna seperti Bapa.


Tuhan Yesus menyatakan bahwa ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan kepada kita (ay. 24), dan di samping itu akan ditambah lagi kepada kita. Ukuran ini akan menciptakan target yang benar. Ukuran di sini maksudnya adalah pengertian kita tentang kebenaran Allah, yang menyangkut pemahaman kita tentang Tuhan, bagaimana seharusnya kita bersekutu dengan Allah, standar kesucian yang harus kita miliki, bagaimana seharusnya kita di dunia ini, bagaimana seharusnya kita memperlakukan manusia di sekitar kita dan segala sesuatu yang menyangkut apa yang kita harus lakukan.


Tuhan menuntut kita melakukan apa yang sudah kita mengerti tentang Firman-Nya. Semakin mengerti Firman, semakin tinggi targetnya. Oleh sebab itulah dikatakan, siapa yang diberi banyak akan dituntut banyak, tetapi yang diberi sedikit dituntut sedikit pula (Luk. 12:48). Kita harus bertumbuh terus dalam pengertian akan kebenaran dan menguatkan hati untuk berhasrat melakukan apa yang sudah kita pahami, sebab Tuhan akan menambahkan apa yang kita sudah miliki. Pergumulan untuk mengenal lebih banyak dan melakukan apa yang sudah kita pahami dari Firman-Nya adalah proses penambahan yang dikerjakan-Nya. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki apa-apa, dari padanya akan diambil apa yang ada padanya (ay. 25), maksudnya orang yang tidak bertumbuh dalam pengenalan akan Allah akan semakin bodoh dan kehidupan rohaninya mati.



Jika kita bertumbuh, Tuhan akan menambahkan apa yang sudah kita miliki, tetapi orang yang tidak bertumbuh akan menjadi mati rohani.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Menjadi Agen Transformasi

Renungan Harian Virtue Notes, 26 Agustus 2011

Menjadi Agen Transformasi



Bacaan: Yohanes 6: 25-29


6:25 Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepada-Nya: "Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?"

6:26 Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.

6:27 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya."

6:28 Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?"

6:29 Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."



Apakah fokus utama kegiatan pelayanan gereja itu? Kita lihat banyak gereja yang mempromosikan “jasa” untuk mendoakan atau membantu orang dalam masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani. Tidak selalu salah, tetapi harus dipahami bahwa dalam keselamatan melalui Tuhan Yesus Kristus, yang terpenting adalah pemulihan gambar diri untuk menjadi serupa dengan Allah kembali. Inilah yang terutama, yang harus menjadi fokus utama kegiatan pelayanan gereja. Tekanan yang berlebihan kepada kegiatan “menjual jasa” tersebut tidak menggiring umat kepada Kerajaan Surga. Mungkin akan menjadikan manusia Kristen yang baik secara manusia, tetapi tidak menjadikan umat sebagai pribadi yang memuaskan hati Allah.


Sehari setelah Tuhan Yesus membuat mukjizat spektakuler dengan memberi makan lima ribu orang, mereka yang sudah diberi makan itu mencari-Nya kembali. Jika Tuhan Yesus berpandangan sama seperti orang-orang yang menjual jasa hari ini, Ia akan senang melihat demikian banyak orang itu datang lagi kepada-Nya. Tetapi reaksi-Nya berbeda. Ia justru menegur orang banyak itu, sebab mereka mencari roti duniawi. Ia sesungguhnya menawarkan roti hidup yang kekal, yang nilainya lebih tinggi. Itulah anugerah Tuhan, yang mau kita responi atau tidak.


Meresponi tawaran roti hidup yang kekal itu haruslah dengan mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu percaya kepada Tuhan Yesus (ay. 28–29). Jika kita percaya kepada-Nya, berarti kita juga melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus (Yoh. 14:12). Bagaimana kita melakukan pekerjaan itu, jika kita tidak mau mentransformasi pikiran kita untuk mengenakan pikiran dan perasaan Kristus, dan tidak mau menjadi agen transformasi agar orang lain juga diperbarui pikirannya?


Kita tahu bahwa transformasi pikiran untuk mengenakan pikiran dan perasaan Kristus itu bukan suatu hal yang sederhana. Tetapi semua kita dipanggil untuk menjadi agen transformasi. Kalau kita mau memasuki proyek Tuhan ini, itu benar-benar suatu kehormatan. Mari terima kehormatan ini dengan menyediakan hidup kita untuk disita Tuhan Yesus untuk diproses menjadi seperti diri-Nya.


Kalau di Eden Tuhan membimbing manusia untuk sempurna seperti diri-Nya, di zaman kita hari ini, Roh Kudus menuntun kita untuk menjadi manusia yang dikehendaki-Nya dengan melihat model manusia yang dikehendaki oleh Bapa, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Mari serahkan diri kita kepada tuntunan-Nya.



Menjadi agen transformasi adalah mengubah hidup orang-orang yang diselamatkan untuk mengalami proses mengenakan pikiran dan perasaan Kristus.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Awas Kabar Baik Palsu!

Renungan Harian Virtue Notes, 25 Agustus 2011

Awas Kabar Baik Palsu!



Bacaan: Galatia 1: 6-10


1:6 Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain,

1:7 yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.

1:8 Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.

1:9 Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.

1:10 Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.



Jika kita menjadi orang percaya, berarti kita menjadi orang yang dirancang untuk mencapai tingkat-tingkat kesempurnaan tanpa batas yang disediakan oleh Tuhan. Tidak ada kabar baik lebih dari kabar yang satu ini, yaitu manusia dapat dikembalikan menjadi seperti manusia yang dirancang oleh Tuhan. Sehebat apa pun dan bagaimana pun seseorang, tetapi jika tidak menjadi manusia seperti yang dirancang Tuhan, percuma dia menjadi manusia. Inilah satu-satunya yang memberi nilai atas manusia.


Jadi yang memberi nilai atas manusia bukan pada penampilan lahiriahnya, bukan pada kekayaan atau harta yang dihimpunnya, pangkat atau kekuasaan yang diraih, pendidikan yang dicapainya dan segala hal yang selama ini dipandang bernilai. Kalau selama ini kita berpikir seseorang diberkati oleh Tuhan berdasarkan nilai-nilai yang keliru tersebut, sekaranglah waktunya bagi kita untuk mengubah pandangan tersebut.


Selama kita hidup di dunia ini, kebutuhan akan berkat jasmani tidak perlu diragukan lagi. Tuhan pasti mencukupi kita, sejauh kita bertanggung jawab. Yang harus diutamakan adalah bagaimana kita mengalami tingkat kesempurnaan yang dikehendaki oleh Allah.


Oleh karena itu kalau kita menyampaikan Kabar Baik ini dari Tuhan, hendaknya tidak kita selewengkan dengan isi yang salah. Kabar Baik di sini bukan hanya berisi kabar bahwa manusia bisa terhindar dari neraka. Apalagi kalau Kabar Baik dipahami sebagai pemulihan ekonomi, kesehatan, keluarga dan sebagainya yang tidak menyangkut pemulihan gambar Allah dalam kehidupan kita masing-masing, itu sesungguhnya sama sekali bukan kabar baik, melainkan kabar yang menyesatkan dan membinasakan.


Paulus menulis bahwa orang yang memberitakan Injil yang berbeda dengan yang telah diberitakannya, “Terkutuklah dia” (ay. 8). Jadi jangan mudah memercayai suatu kabar yang diberitakan di gereja. Ukuran megahnya gedung gereja dan jumlah jemaat sama sekali bukan ukuran bahwa sebuah gereja diberkati oleh Tuhan. Bahkan fasilitas dan aset gereja bukanlah ukuran bahwa suatu gereja disertai oleh Tuhan. Perlu kita pelajari sejarah gereja. Tidak sedikit gereja yang umurnya ratusan tahun dengan berbagai kemajuan secara fisik ternyata adalah ajaran yang bertentangan dengan kebenaran Allah. Karena itu yang penting adalah Kabar Baik yang benar, bukan penampilan fisiknya. Jangan mudah tertipu.



Injil yang tidak mengembalikan manusia kepada rancangan awal Allah semula adalah Injil yang diselewengkan.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Berkat Rohani Di Dalam Surga

Renungan Harian Virtue Notes, 24 Agustus 2011

Berkat Rohani Di Dalam Surga



Bacaan: Efesus 1: 3-5


1:3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.

1:4 Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.

1:5 Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,



Injil adalah Kabar Baik: Tuhan hendak melaksanakan kembali apa yang pernah dikehendaki-Nya, yaitu menciptakan makhluk yang berkualitas seperti diri-Nya. Itulah sebabnya Ia berusaha mengembalikan manusia kepada proses penyempurnaan, kembali kepada rancangan-Nya semula. Inilah keselamatan yang sejati yang ditawarkan-Nya, bukan sekadar terhindar dari neraka. Apalagi kalau keselamatan dipelesetkan sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani, akibatnya bukan selamat, malah binasa.


Dalam kehidupan kita sebagai umat Perjanjian Baru, kita bisa memilih, mau menuju kesempurnaan yang tiada tara atau kerusakan yang tiada tara. Seperti dalam ay. 3, Paulus menyebut adanya berkat rohani di dalam surga. Berkat rohani dalam surga ini tidak boleh dipelesetkan sebagai berkat di surga yang dapat diklaim untuk turun ke bumi seenak hati kita, karena yang dimaksud oleh Paulus adalah berkat yang dapat diraih melalui kehidupan kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya (ay. 4). Kehidupan inilah yang memungkinkan kita menjadi anak-anak Allah (ay. 5).


“Segala berkat rohani di dalam surga” aslinya ditulis πάσ ελογί πνευματικ ν τος πουρανίοις (pasé evloyía pnevmatiké en tīs epurani’īs). Arti harfiahnya adalah “segala berkat rohani di dalam tempat-tempat di atas langit biru”. Ini mengingatkan kita kepada perkataan Tuhan Yesus, “Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal” (Yoh. 14:2). Ini adalah bentuk berkat tertinggi, yang menanti kita di langit dan bumi baru kelak, bersama dengan Tuhan Yesus dalam Kerajaan-Nya


Allah sudah menyediakan kekayaan dalam bentuk kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus (Ef.1:18). Itu bertalian dengan perbuatan baik yang bisa dilakukan oleh orang percaya. Perbuatan baik itu berstandar Ilahi, bukan berstandar manusia. Sebab kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef. 2:10).


Maka sebagai anak-anak Allah, kita harus mengarahkan perhatian kita kepada Tuhan dan kerajaan-Nya. Ia sudah menyediakan berkat-berkat-Nya di dalam surga. Jika kita hidup dalam persekutuan yang terus-menerus dengan Bapa, maka kita akan senantiasa bersukacita di dalam Dia oleh hal ini. Namun kita harus mengikuti prosesnya yaitu proses keselamatan, di mana Tuhan menggiring umat kepada kesempurnaan-Nya. Proses ini harus diterima sebagai kabar baik, sebab inilah maksud Allah menciptakan manusia.



Berkat surgawi menanti kita yang menerima Injil, yaitu bagi kita yang bersedia untuk dipulihkan sesuai rencana-Nya semula.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Progresivitas Moral Manusia

Renungan Harian Virtue Notes, 23 Agustus 2011

Progresivitas Moral Manusia



Bacaan: Kejadian 1: 26


1:26. Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."



Sejatinya dengan kehendak bebasnya, Adam sang manusia pertama bisa mencapai kesempurnaan—tentu tidak akan menyamai Allah. Dengan kehendak bebasnya manusia bisa dan harus terus-menerus mengalami pendewasaan dalam kualitasnya (progresif), bukan seperti hewan yang kemampuannya terbatas. Seandainya manusia tidak jatuh ke dalam dosa, maka kemampuan moral yang dimilikinya bisa bertumbuh sampai pada tingkat tidak bisa dijatuhkan oleh Iblis.


Manusia diciptakan Allah segambar dan serupa dengan-Nya. Dalam teks asli nya, digunakan kata צֶּלֶם (tsélém) dan דְּמוּת (demûth). Tsélém hendak menunjuk gambar dalam arti unsur-unsur dasar yang dimiliki Allah juga dimiliki manusia (pikiran, perasaan, kehendak, kekekalan dan hakikat kerja). Kata ini lebih menunjuk kepada bentuk gambaran, rupa atau citra. Adapun demûth adalah keserupaan yang menunjuk kepada kualitas atas unsur-unsur tersebut. Artinya lebih menunjuk kepada kemiripan. Berarti keserupaan dengan Allah yang dimiliki manusia itu progresif, bukan sesuatu yang statis. Kemiripan ini bisa terus dikembangkan.


Allah hendak membawa manusia menjadi seperti diri-Nya, mengetahui apa yang baik dan jahat tetapi tidak berbuat jahat. Namun manusia ingin menjadi seperti diri Allah dengan mengikuti jejak Lucifer, dan akhirnya memberontak sesuai dengan anjuran si ular. Hasrat untuk menjadi seperti Allah itulah yang menjatuhkan manusia. Memang setelah jatuh ke dalam dosa, manusia menjadi tahu tentang yang baik dan jahat. Tetapi ia terikat dengan keinginan jahat, terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14). Manusia semakin bertumbuh dalam kejahatan, semakin menyakiti hati Tuhan, bahkan kecenderungannya selalu membuahkan kejahatan semata-mata (Kej. 6:5).


Kejatuhan itulah yang menghentikan langkah maupun progresivitas manusia untuk memiliki kesempurnaan Bapa. Allah menganggap manusia yang hidup dalam pelanggaran ini sebagai manusia yang mati (Ef. 2:1). Dikatakan mati di sini bukan berarti manusia tidak bisa berbuat baik. Manusia masih bisa berbuat baik, tetapi bukan baik menurut standar Allah. Sebagai buktinya, dalam Perjanjian Lama kita menemukan sosok-sosok yang sulit dikatakan jahat, seperti Henokh, Ayub, Yusuf dan lain sebagainya. Artinya manusia masih bisa berbuat baik dalam ukuran yang terbatas, namun tidak bisa bertumbuh dalam kodrat Ilahi. Tetapi kita yang hidup sebagai umat Perjanjian Baru dituntut untuk hidup sempurna sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Kita bisa berkembang secara progresif ke arah yang benar.



Sebagai orang percaya, kita bisa berkembang secara progresif menuju kesempurnaan sesuai dengan kehendak-Nya



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kehendak Untuk Mengasihi

Renungan Harian Virtue Notes, 22 Agustus 2011

Kehendak Untuk Mengasihi



Bacaan: 1 Petrus 4: 1-3


4:1 Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--,

4:2 supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.

4:3 Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.



Setiap manusia selalu dilengkapi Tuhan dengan kehendak bebas dalam pribadinya. Kehendak ini harus dapat diatur oleh manusia itu sendiri, walau pada batas-batas tertentu, karena memang manusia adalah ciptaan. Kehendak itu diberikan agar manusia dapat menjadi makhluk yang bisa bertanggung jawab atas setiap keputusan kehendaknya itu. Kehendak dalam diri manusia ini menjadikan manusia menjadi makhluk yang luar biasa; jikalau tidak, maka manusia tidak lebih dari seonggok boneka daging yang diatur oleh sebuah remote control di tangan Tuhan.


Dengan kehendak tersebut manusia bisa menentukan dirinya sendiri, apakah ia berdiri di pihak Penciptanya, atau berdiri di pihak lain. Ia bisa memutuskan mengasihi Tuhan atau tidak. Kalau ia memilih mengasihi Tuhan, harus dengan tulus tanpa tekanan dari pihak mana pun. Itulah cinta sejati yang diinginkan-Nya, bukan cinta yang dipaksakan atau direkayasa oleh Tuhan sendiri.


Kalau cinta manusia direkayasa oleh Tuhan Sang Pencipta, lalu Ia menaruhnya kepada sebagian makhluk secara suka-suka, betapa tidak sehatnya pribadi seperti itu. Tapi puji Tuhan, kita tahu dengan integritas-Nya, Tuhan kita tidak seperti itu. Dalam Alkitab kita menemukan kenyataan bahwa Allah sendiri menerima seluruh konsekuensi dan risiko akibat menciptakan makhluk dengan memiliki kehendak bebas ini. Ia tidak mencegah Iblis ketika hendak memberontak terhadap diri-Nya. Ia juga tidak mencegah ketika Hawa dan Adam hendak memetik buah yang dilarang-Nya untuk dimakan. Bahkan manusia jatuh ke dalam dosa, kehendak ini tidak ditiadakan-Nya. Manusia masih memiliki kehendak yang akan membawanya kepada realitas penghakiman. Berarti hari ini belum tampak akibatnya kalau kita memutuskan untuk tidak mengasihi Tuhan, tapi kita harus mempertanggungjawabkan keputusan itu kelak.


Kehendak bebas ini jugalah yang menciptakan manusia yang memperoleh perkenanan Allah. Salah satu manusia tersebut adalah Henokh, sehingga ia diangkat ke Surga. Daud juga dikenan-Nya. Banyak lagi nama orang yang memperoleh perkenanan Allah untuk ukuran umat Perjanjian Lama.


Jadi kita tahu bahwa apakah kita mau mengasihi Tuhan dengan tulus atau tidak, itu diserahkan Bapa kepada kehendak bebas kita sendiri secara adil dan bertanggung jawab. Kita harus menentukan pilihan dengan kehendak bebas kita saat masih hidup di bumi ini. Kalau kita sudah menutup mata selama-lamanya, tidak ada kesempatan lagi. Apa pilihan Saudara?



Allah ingin manusia mengasihi-Nya dengan tulus melalui kehendak bebas yang diberikan-Nya.



Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger