RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Tuhan Pusat Kehidupanku

Renungan Harian Virtue Notes, 7 Desember 2010
Tuhan Pusat Kehidupanku


Bacaan: Matius 10: 34-42


10:34 "Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.

10:35 Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya,

10:36 dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.

10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.

10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.

10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

10:40 Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.

10:41 Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.

10:42 Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya."



Seseorang yang materialistis menempatkan harta sebagai pusat kehidupannya; seseorang yang gila hormat menempatkan hormat sebagai pusat kehidupannya; seorang yang terobsesi menjadi terkenal menempatkan popularitas sebagai pusat kehidupannya; seseorang yang mendewakan kecantikan menjadikan kecantikan sebagai pusat kehidupannya; seseorang yang mendewakan gelar akademis menempatkan pendidikan sebagai pusat kehidupannya; seseorang yang beragama menjadikan hukum dan ritual sebagai pusat kehidupannya. Hal terakhir inilah yang akan menjadi pusat renungan kita.


Manakala kita menjadi umat pilihan, maka kita harus terus belajar menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan kita. Pusat disini sama artinya dengan fokus, tujuan, arti atau makna dan nilai. Menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan berarti menjadikan-Nya sebagai fokus hidup, tujuan, arti atau makna dan nilai kehidupan ini. Tanpa Tuhan, hidup ini tidak bertujuan, tidak berarti, tidak bermakna dan tidak bernilai sama sekali.


Bila kita menjadikan Tuhan sebagai pusat kehidupan, kita tidak memiliki tujuan lain dalam seluruh kegiatan hidup kita, kecuali untuk kemuliaan Tuhan (1Kor. 10:31). Kita tidak akan merasa rendah diri hanya karena masalah penampilan, kekayaan, gelar, pangkat atau apa pun. Kita tetap akan merasa bernilai dan berharga karena dikasihi Tuhan sebagai arti dan nilai kehidupan kita.


Menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan juga berarti kita sadar bahwa hidup kita ini hanya untuk memuaskan hati Tuhan dan melakukan kehendak-Nya semata-mata. Sesungguhnya inilah tujuan Tuhan menciptakan manusia.


Orang yang menjadikan Tuhan sebagai pusat kehidupannya akan berkata seperti Tuhan Yesus berkata, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yoh. 4:34). Inilah yang namanya hidup bagi Tuhan; intinya adalah berusaha mengerti kehendak Tuhan dan melakukan kehendak-Nya itu. Hidup seperti ini adalah kehidupan orang yang kehilangan nyawanya (Mat. 10:39). Kata “nyawa” dalam teks ini adalah ψυχή (psykhé) yang lebih tepat diterjemahkan “jiwa”. Dalam jiwa ada pikiran, perasaan dan kehendak. Jadi orang yang berpusat kepada Tuhan tidak memiliki keinginan apapun dalam hidup ini, kecuali melakukan kehendak Bapa. Segala sesuatu yang diingini dan dilakukannya untuk kepentingan Tuhan semata-mata. Tidak ada orang yang lebih kaya dari orang-orang seperti ini, karena mereka mengumpulkan hartanya di surga.



Menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan berarti menjadikan-Nya segala-galanya dalam hidup ini.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Bukan Agama, Melainkan Jalan Hidup

Renungan Harian Virtue Notes, 6 Desember 2010

Bukan Agama, Melainkan Jalan Hidup



Bacaan: Galatia 2: 19-20; Ibrani 5: 9


Galatia 2: 19-20

2:19 Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus;

2:20 namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.


Ibrani 5: 9

5:9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,



Pernahkah Saudara mendengar kalimat ini, “Christianity is not a religion, but a way of life” (“Kekristenan bukanlah sebuah agama, melainkan jalan hidup”)? Agama-agama lain juga mengatakan mereka bukan agama melainkan jalan hidup, tetapi sesungguhnya hanya Kekristenanlah yang bisa disebut demikian, sebab Kekristenan tidaklah cukup diisi dengan kegiatan seremonial dan peraturan-peraturan agamawi. Kekristenan adalah mempraktikkan ketaatan kepada kehendak Bapa sepanjang hidup kita, seperti yang telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus sepanjang hidup-Nya di bumi ini.


Kepuasan yang dimiliki oleh orang-orang yang merasa sudah menjadi umat pilihan, kepuasan bahwa mereka merasa sudah diadopsi menjadi anak-anak Allah, kepuasan bahwa mereka merasa sudah diselamatkan telah membutakan pengertian yang benar tentang keselamatan dan membuat orang tidak hidup dalam jalan keselamatan yang benar. Waspadalah.


Jalan keselamatan yang benar adalah melakukan kehendak Bapa, dengan meneladani Tuhan Yesus. Ia taat sampai mati, sekalipun bila mau, Ia pun bisa saja memilih untuk tidak dengar-dengaran kepada Bapa-Nya. Karena taat dan mencapai kesempurnaan, Tuhan Yesus menjadi pokok keselamatan (Ibr. 5:9). Kata “pokok” dalam teks ini adalah αἴτιος (aítios) yang berarti “penggubah”. Ia menjadi Penggubah atau Pembentuk manusia sehingga menjadi seperti yang Bapa kehendaki.


Artinya, Tuhan Yesus mau membentuk atau mendesain ulang manusia yang mau taat kepada-Nya. Setiap orang yang mau diselamatkan harus memberi diri untuk diubah, dibentuk dan diserupakan dengan Tuhan Yesus sebagai gambaran utama manusia. Di sini kita menemukan gambaran dari suatu proses pembentukan individu. Jadi jangan kita berpikir bahwa menjadi Kristen itu, yang penting ya rajin beribadah ke gereja. Memang itu penting, tetapi kehidupan kita setiap hari lebih penting, sebab itulah sekolah kehidupan yang sesungguhnya, tempat kebenaran-kebenaran yang kita dengar harus kita terapkan.


Karena keselamatan itu proses, maka kita semua adalah murid yang masih harus belajar, bertumbuh dan memperagakan kebenaran. Kita masih tetap manusia dengan segala kelemahan dan kekurangan yang ada, tetapi kita tidak boleh tetap tinggal di dalam kekurangan dan kelemahan itu. Kita harus mau dibentuk dan terus belajar sebagai murid, sampai “Hidupku bukannya aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku” bukan hanya slogan, tetapi kenyataan hidup.



Kekristenan adalah melakukan kehendak Bapa sepanjang hidup kita di bumi ini.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Garis Panjang

Renungan Harian Virtue Notes, 5 Desember 2010

Garis Panjang



Bacaan: Filipi 2: 12-13


2:12. Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,

2:13 karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.



Jika kita bertanya pada seseorang, “Kapan Anda diselamatkan?” Jawaban yang sering kita dengar adalah, “Saat ada sebuah KKR,” “Ketika saya mendengar siaran rohani di radio,” atau peristiwa lainnya. Banyak orang merasa sudah selamat setelah mereka beranjak maju ke altar, mengaku dosa dan mengaku percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tetapi kenyataannya, berapa banyak dari antara mereka yang kita kenal itu, yang saat ini sudah tidak menjadi anak Tuhan lagi? Bahkan ada yang sekarang menghina Tuhan Yesus yang dahulu diakuinya sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Berarti menerima keselamatan tidak bisa dipandang secara subjektif berdasarkan apa yang dirasakan seseorang, maksudnya merasakan sudah menerima dan memiliki keselamatan, padahal kenyataannya belum.


Kita harus memahami prinsip bahwa menerima keselamatan itu bukanlah seperti suatu momen atau peristiwa yang dapat digambarkan sebagai sebuah titik. Menerima keselamatan adalah proses yang dapat digambarkan sebagai suatu garis panjang, sebab itu memang proses yang harus kita lalui sepanjang hidup kita.


Apabila seseorang merasa dirinya sudah diselamatkan dalam suatu momen tertentu, atau dengan kata lain menganggap bahwa keselamatan itu adalah suatu peristiwa sesaat bagai sebuah titik, maka ia pun tidak akan bertumbuh dalam keselamatan, tidak bertumbuh dalam kedewasaan, tidak bertumbuh dalam kesempurnaan Kristiani. Jika tidak bertumbuh, mustahillah baginya mencapai standar di mana ia dapat dikenal oleh Tuhan (Mat. 7:21–23).


Jadi semestinya jika kita ditanya, “Apakah anda sudah selamat?”, jawaban yang benar adalah “Ya, saya sedang dalam proses penyelamatan”. Ini menunjukkan kita menyadari bahwa keselamatan adalah suatu proses. Ini bukan berarti kita tidak bisa mengatakan bahwa kita belum selamat. Kita sudah selamat, dan sedang mengerjakan keselamatan itu. Kenyataan bahwa kita sudah selamat harus dibuktikan dengan perjuangan kita mengerjakan keselamatan itu.


Manakala kita berhenti dari proses mengerjakan keselamatan, berarti kita tidak selamat lagi, karena keselamatan itu bukan hanya terhindar dari api neraka dan diperkenankan masuk sorga. Keselamatan adalah usaha Tuhan untuk mengembalikan manusia pada rancangan-Nya semula. Inilah proses tersebut, yaitu kita memberi diri digarap oleh Tuhan Yesus agar kita menjadi sempurna seperti Bapa. Tuhan Yesuslah yang menjadi teladan hidup kita—seperti yang Bapa kehendaki—sebab Dia telah membuktikan ketaatan-Nya hingga mati di kayu salib.



Menerima keselamatan adalah proses mengerjakan keselamatan sepanjang hidup kita.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Apakah Tuhan Bisa Gagal?

Renungan Harian Virtue Notes, 4 Oktober 2010

Apakah Tuhan Bisa Gagal?



Bacaan: Kejadian 19: 23-29; 2 Petrus 3: 1-9


Kejadian 19: 23-29


19:23 Matahari telah terbit menyinari bumi, ketika Lot tiba di Zoar.

19:24. Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit;

19:25 dan ditunggangbalikkan-Nyalah kota-kota itu dan Lembah Yordan dan semua penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan di tanah.

19:26. Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam.

19:27. Ketika Abraham pagi-pagi pergi ke tempat ia berdiri di hadapan TUHAN itu,

19:28 dan memandang ke arah Sodom dan Gomora serta ke seluruh tanah Lembah Yordan, maka dilihatnyalah asap dari bumi membubung ke atas sebagai asap dari dapur peleburan.

19:29 Demikianlah pada waktu Allah memusnahkan kota-kota di Lembah Yordan dan menunggangbalikkan kota-kota kediaman Lot, maka Allah ingat kepada Abraham, lalu dikeluarkan-Nyalah Lot dari tengah-tengah tempat yang ditunggangbalikkan itu.


2 Petrus 3: 1-9


3:1. Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan,

3:2 supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.

3:3. Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya.

3:4 Kata mereka: "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan."

3:5 Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit telah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air,

3:6 dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah.

3:7 Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik.

3:8. Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.

3:9. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.



Tentu kita masih ingat atas kisah keluarga Lot yang diselamatkan dari Sodom dan Gomora. Dalam kisah tersebut ada satu orang yang tidak terselamatkan, yaitu istri Lot. Ia gagal menerima rencana penyelamatan Allah karena ia tidak dengar-dengaran terhadap perintah Tuhan untuk tidak menoleh ke belakang. Tragis, ia menjadi tiang garam.


Janganlah kita berpikir bahwa Tuhan memang menentukan agar istri Lot tidak selamat. Tentu saja Tuhan tidak bermaksud untuk hanya menyelamatkan sebagian dari keluarga Lot. Ia menghendaki semua anggota keluarga Lot selamat, apalagi istrinya. Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9).


Di Perjanjian baru, kita juga melihat kegagalan Yudas Iskariot. Apakah Tuhan sudah menentukan Yudas sebagai pengkhianat dan binasa? Tentu tidak, namun Tuhan mengetahui setiap langkah dan keputusan yang akan diambil Yudas sebelum ia melakukannya. Lho, bukankah dalam Alkitab dituliskan bahwa Yudas ditentukan untuk binasa? (Yoh. 17:12) Perlu diketahui bahwa dalam bahasa aslinya, digunakan kata ὁ υἱὸς τῆς ἀπωλείας (ho huiós tēs apōlias) yang artinya “anak kebinasaan”, bukan “yang ditentukan untuk binasa”. Jadi pengertiannya adalah, Yudas binasa bukan akibat kehendak dan kedaulatan Tuhan, tetapi akibat respons yang dikerjakannya sendiri. Buktinya, kita lihat teks Alkitab yang lain. Sebagai seorang bendahara, ia sudah sering berlaku tidak jujur (Yoh. 12:6). Tentu selama menyertai Tuhan Yesus sebagai murid, ia sudah diperingatkan Yesus berulang kali untuk bertobat. Tetapi pilihan ada di tangannya sendiri. Karena ia tidak insaf dan terus memilih untuk tidak taat, tidak heran Yesus berkata, “Seorang di antaramu adalah Iblis.” (Yoh. 6:70).


Maka Tuhan sempurna dalam rancangan-Nya. Ia tidak bisa gagal; yang gagal adalah manusianya sendiri. Istri Lot gagal menerima keselamatan dari Tuhan karena kegagalannya menaati kehendak Tuhan. Sesuai dengan Firman-Nya, Allah yang Mahabaik tidak menghendaki seorang pun binasa. Ia menghendaki setiap orang berjalan di koridor-Nya, tetapi semua itu tergantung dari respons manusia dalam menerima rencana besar Bapa.


Demikian pula dengan keselamatan. Keselamatan adalah anugerah, artinya kita tidak bisa memperoleh keselamatan dengan usaha kita sendiri. Keselamatan diberikan Tuhan dengan cuma-cuma, tanpa memandang kelayakan kita yang menerima anugerah tersebut. Kita hanya meresponinya; apakah kita mau menerimanya atau tidak, tergantung pilihan dan kehendak bebas kita. Tuhan ingin semuanya selamat; kalau ada yang tidak selamat, itu akibat kegagalan manusianya sendiri.



Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa; kebinasaan manusia adalah akibat kegagalannya sendiri.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Rencana Besar

Renungan Harian Virtue Notes, 3 Desember 2010

Rencana Besar



Bacaan: Roma 8: 12-17


8:12 Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.

8:13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.

8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.

8:15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"

8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.

8:17. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.



Orang tua sering menanyakan ini kepada anak-anaknya, “Kalau sudah besar nanti, kamu mau jadi apa?” Banyak orang memiliki rencana besar dalam hidup mereka dan anak-anak mereka, agar menjadi seseorang yang berhasil, yang sukses, yang bisa membanggakan keluarga besar mereka. Rencana ini diaturnya untuk dirinya sendiri dan untuk anak-anaknya, menyangkut masalah studi, jodoh, karier, dan lain sebagainya.


Biasanya rencana-rencana tersebut juga untuk memenuhi budaya kehidupan masyarakat pada umumnya, yaitu manusia harus berkarier dan berusaha sukses. Di balik semua itu, juga ada hasrat untuk menjadi orang terhormat, orang besar, dan orang yang dinilai sukses dan layak ditempatkan di tempat penting di masyarakat. Sebenarnya inilah yang disebut “hidup untuk hidup”: hidup dalam kewajaran seperti manusia pada umumnya.


Biasanya orang berpendirian bahwa menetapkan cita-cita untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya merupakan sesuatu yang benar, karena itu baik adanya. Mereka berpikir bahwa yang direncanakannya itu tidak merugikan siapa pun, dan bahkan membawa kebaikan bagi orang lain, paling tidak untuk orang-orang yang mereka cintai. Padahal dalam ukuran Tuhan, itu belum tentu benar, sebab Ia melihat ke dalam hati orang percaya. Ia melihat motivasi terdalam seseorang dalam membuat rencana dan melakukan rencana tersebut. Kalau fokus hidup kita atas rencana tersebut adalah sebagai kewajiban untuk meraih kehidupan wajar, apalagi untuk pemuasan ambisi pribadi—kebanggaan menjadi manusia yang sukses—maka kita tidak memosisikan diri sebagai milik Tuhan dan hamba-Nya.


Seharusnya yang menjadi perhatian utama kita sebagai orang percaya adalah bagaimana ikut masuk rencana besar Tuhan. Apakah rencana besar-Nya itu? Rencana besar Tuhan adalah menempatkan manusia dalam kemuliaan-Nya, bersama-sama dengan diri-Nya dalam Kerajaan Bapa di Surga (ay. 17), di langit dan bumi yang baru nanti. Rencana Bapa bagi kita jauh lebih besar daripada sukses dalam studi, jodoh maupun karier yang direncanakan bagi diri sendiri atau anak-anak.


Merancang segala sesuatu demi keagungan diri sendiri adalah suatu pemberontakan terhadap Tuhan. Mari kita menempatkan dasar pemikiran yang benar, yaitu masuk ke dalam proses menjadi sempurna seperti Bapa dan dilibatkan Tuhan untuk penyelamatan dunia ini. Dengan demikian, segala aspek kehidupan kita seperti studi, jodoh dan karier juga diarahkan untuk mendukung rencana besar Tuhan.



Fokuskan perhatian kita kepada rencana besar Tuhan untuk menempatkan kita dalam kemuliaan-Nya di Kerajaan Surga.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
0

Kebaikan Yang Sesuai Kehendak-Nya

Renungan Harian Virtue Notes, 2 Desember 2010
Kebaikan Yang Sesuai Kehendak-Nya


Bacaan: Yohanes 15: 14-15

15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.
15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.


Sesungguhnya, keterikatan dan kedekatan kita dengan Bapa membuat kita mengerti kehendak Bapa. Dengan mengerti kehendak-Nya, kita menjadi sahabat bagi Tuhan (ay. 14). Sekalipun kita sesungguhnya adalah hamba-hamba-Nya, tetapi Tuhan Yesus tidak malu menyebut kita sebagai sahabat-Nya (ay. 15).

Pemahaman kita atas kehendak-Nya dan penurutan kita untuk melakukan kehendak-Nya inilah yang merupakan ukuran apakah seseorang bisa dikenal Tuhan atau tidak. Ingatlah pernyataan Tuhan Yesus dalam Mat. 7:21, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” Perbuatan kita harus searah, sepikiran dan seirama dengan Dia. Inilah standar bagi orang percaya.

Kehidupan seperti ini hanya mungkin bagi orang percaya yang memiliki Roh Kudus. Ia memampukan kita, dengan menerangi pemahaman kita atas Firman yang murni. Firman meningkatkan kecerdasan roh, sehingga kita mengerti kehendak Tuhan: yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Semua harus di dalam kendali Tuhan. Maksud-Nya agar kita dapat menempatkan diri sebagai hamba-Nya yang hidup dalam kedaulatan-Nya yang mutlak dan dapat berkata, “Jadilah kehendak-Mu.”


Di bawah kedaulatan Tuhan yang mutlak, kebaikan yang kita lakukan harus sesuai kehendak-Nya.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit
Read more
0

Kebaikan Karena Kasih

Renungan Harian Virtue Notes, 1 Desember 2010

Kebaikan Karena Kasih



Bacaan: 1 Korintus 13: 1-13


13:1 Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih , aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.

13:2 Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.

13:3 Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.

13:4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.

13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

13:9 Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.

13:10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.

13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

13:12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.

13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.



Apakah kebaikan itu? Ternyata kebaikan itu bisa relatif, sebab apa yang baik menurut seseorang belum tentu baik menurut orang lain dan apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Tuhan. Dalam bacaan kita hari ini, Rasul Paulus menuliskan tentang kasih. Apa pun yang kita lakukan, jika tanpa kasih, adalah sia-sia (ay. 1–3).


Kita mungkin heran, jika dituliskan bahwa orang yang sudah berkorban begitu banyak seperti membagi-bagikan segala yang ada padanya, bahkan menyerahkan tubuhnya untuk dibakar (ay. 3), atau dikhianati tetapi tidak membalas, bahkan terus melakukan kebaikan, tanpa kasih itu sia-sia. Jadi mungkin orang itu tidak memiliki kasih, padahal dengan mudah orang pasti mengatakan bahwa orang yang berkorban seperti itu memiliki kasih. Jika demikian, apa itu kasih?


Dalam 1Yoh. 4:16 ditulis bahwa Allah itu kasih. Berarti kasih adalah semua perbuatan atau tindakan, termasuk sikap batin yang selaras dengan kehendak Allah. Jika di luar standar ini, berarti bukan kasih. Maka perbuatan baik yang sangat menakjubkan belum tentu bisa dikatakan kasih, sebab hanya perbuatan baik yang berangkat dari hati Tuhan yang bisa disebut kasih.


Tidak perlu heran jika ada orang non-Kristen yang bisa melakukan kebaikan yang luar biasa, sebab kebaikan bukan hanya dimiliki orang Kristen. Tuhan menaruh taurat-Nya dalam hati setiap orang (Rm. 2:14–15), termasuk orang non- Kristen. Itulah sebabnya banyak orang non Kristen dapat berbuat baik tanpa jemu, bahkan tampaknya melebihi orang Kristen rata-rata. Mereka berusaha merumuskan kebaikan dan melakukannya, sehingga menjadi irama yang menyatu dalam hidup mereka. Tetapi bagaimanapun, kebaikan mereka bukanlah kebaikan standar Allah.


Kebaikan standar Allah adalah sempurna seperti Bapa (Mat. 5:48). Sempurna seperti Bapa berarti segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan keinginan Bapa. Letak perbedaan antara orang percaya dan orang yang tidak percaya bukan pada bentuk perbuatan, tetapi siapa yang mengomandoi melakukan kebaikan itu. Maka kita harus mengerti benar kehendak Tuhan: apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna (Rm. 12:2). Kita harus terus-menerus melatih kepekaaan untuk mengerti kehendak Tuhan dengan akurat. Sebenarnya inilah tujuan dari keselamatan yang Tuhan kerjakan, agar kita menjadi umat yang hidup dalam penurutan terhadap kehendak dan rencana-Nya sepenuhnya. Hidup ini hanya untuk memuaskan hati Tuhan dan menggenapi rencana-Nya.



Hanya perbuatan baik yang berangkat dari hati Tuhan yang bisa disebut kasih.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.

Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger