Renungan Harian Virtue Notes, 3 Desember 2010
Rencana Besar
Bacaan: Roma 8: 12-17
8:12 Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.
8:13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.
8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.
8:15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
8:17. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.
Orang tua sering menanyakan ini kepada anak-anaknya, “Kalau sudah besar nanti, kamu mau jadi apa?” Banyak orang memiliki rencana besar dalam hidup mereka dan anak-anak mereka, agar menjadi seseorang yang berhasil, yang sukses, yang bisa membanggakan keluarga besar mereka. Rencana ini diaturnya untuk dirinya sendiri dan untuk anak-anaknya, menyangkut masalah studi, jodoh, karier, dan lain sebagainya.
Biasanya rencana-rencana tersebut juga untuk memenuhi budaya kehidupan masyarakat pada umumnya, yaitu manusia harus berkarier dan berusaha sukses. Di balik semua itu, juga ada hasrat untuk menjadi orang terhormat, orang besar, dan orang yang dinilai sukses dan layak ditempatkan di tempat penting di masyarakat. Sebenarnya inilah yang disebut “hidup untuk hidup”: hidup dalam kewajaran seperti manusia pada umumnya.
Biasanya orang berpendirian bahwa menetapkan cita-cita untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya merupakan sesuatu yang benar, karena itu baik adanya. Mereka berpikir bahwa yang direncanakannya itu tidak merugikan siapa pun, dan bahkan membawa kebaikan bagi orang lain, paling tidak untuk orang-orang yang mereka cintai. Padahal dalam ukuran Tuhan, itu belum tentu benar, sebab Ia melihat ke dalam hati orang percaya. Ia melihat motivasi terdalam seseorang dalam membuat rencana dan melakukan rencana tersebut. Kalau fokus hidup kita atas rencana tersebut adalah sebagai kewajiban untuk meraih kehidupan wajar, apalagi untuk pemuasan ambisi pribadi—kebanggaan menjadi manusia yang sukses—maka kita tidak memosisikan diri sebagai milik Tuhan dan hamba-Nya.
Seharusnya yang menjadi perhatian utama kita sebagai orang percaya adalah bagaimana ikut masuk rencana besar Tuhan. Apakah rencana besar-Nya itu? Rencana besar Tuhan adalah menempatkan manusia dalam kemuliaan-Nya, bersama-sama dengan diri-Nya dalam Kerajaan Bapa di Surga (ay. 17), di langit dan bumi yang baru nanti. Rencana Bapa bagi kita jauh lebih besar daripada sukses dalam studi, jodoh maupun karier yang direncanakan bagi diri sendiri atau anak-anak.
Merancang segala sesuatu demi keagungan diri sendiri adalah suatu pemberontakan terhadap Tuhan. Mari kita menempatkan dasar pemikiran yang benar, yaitu masuk ke dalam proses menjadi sempurna seperti Bapa dan dilibatkan Tuhan untuk penyelamatan dunia ini. Dengan demikian, segala aspek kehidupan kita seperti studi, jodoh dan karier juga diarahkan untuk mendukung rencana besar Tuhan.
Fokuskan perhatian kita kepada rencana besar Tuhan untuk menempatkan kita dalam kemuliaan-Nya di Kerajaan Surga.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar