Renungan Harian Virtue Notes, 18 Desember 2011
Tidak Memiliki Hak Sama Sekali
Bacaan: Filipi 1:21
1:21 Karena bagiku hidup adalah Kristus
dan mati adalah keuntungan.
Setiap orang pasti merasa memiliki hak.
Hak berarti milik, kekuasaan dan kewenangan. Seberapa seseorang merasa memiliki
hak, demikianlah harga yang ditempelkan dalam hidupnya. Semakin seseorang
merasa berharga, semakin banyak dan tinggi hak-hak yang dimilikinya; dengan
demikian semakin tinggi dan kuat pula tuntutannya terhadap orang-orang di
sekitarnya untuk menghargai hak-haknya.
Orang-orang yang merasa
memiliki banyak hak ini cenderung mengeksploitasi sesamanya demi haknya, dan
untuk mempertahankan haknya, mereka rela mengorbankan orang lain. Kalau
orang-orang seperti ini yang menjadi pelayan Tuhan di gereja, bayangkan
akibatnya. Setinggi apa pun pendidikannya, mereka tidak akan pernah melayani
Tuhan. Tidak sedikit pelayan Tuhan merasa dirinya sudah melayani, padahal
hakikat pelayanan itu belum ia miliki, yaitu kerelaan kehilangan hak.
Kita harus menyadari bahwa
sebenarnya sebagai makhluk ciptaan, manusia tidak memiliki hak apa pun. Bahkan
hak hidup yang dimilikinya itu diberikan Penciptanya dengan tujuan agar manusia
itu hidup hanya untuk Penciptanya. Sejatinya yang memiliki hak hanya Pribadi
yang menjadi sumber semua yang ada, yaitu Sang Pencipta Alam Semesta. Seorang
makhluk ciptaan tidak pernah memiliki hak terpisah dari Penciptanya.
Memang pada mulanya manusia
dipercaya Allah untuk mengelola bumi ini (Kej. 1:28, 2:15). Manusia diberi
milik, kekuasan dan kewenangan; tetapi itu semua dalam rangka melaksanakan
kehendak Penciptanya. Lagipula hak itu pun harus dipergumulkan. Buktinya, jika
dikatakan manusia harus menaklukkan bumi, berarti bumi belum bisa dikuasai
seluruhnya—menaklukkan seluruh bumi berarti juga menaklukkan Iblis yang ada di
bumi juga. Namun karena gagal menaklukkan Iblis, bahkan malah memberontak
terhadap Tuhan, hak-hak sebagai anak Allah lepas dari diri manusia.
Berarti seseorang
yang merasa memiliki suatu hak—apapun itu—maka ia menempatkan diri sebagai
pemberontak. Itulah
sebabnya Rasul Paulus menegaskan bahwa baginya hidup adalah Kristus dan mati
adalah keuntungan. Ia sadar bahwa hidupnya milik Kristus, jadi jika ia
diizinkan untuk hidup oleh Kristus, ia akan menggunakannya untuk memperluas
kerajaan Kristus; tetapi jika Kristus menghendakinya mati pun ia menganggapnya
keuntungan, sebab ia dibebaskan dari segala kesusahan, dan akan bertemu Sang
Majikan Agung, itu sukacita terbesar.
Semua yang ada dalam diri kita adalah milik Tuhan;
kita tidak memiliki hak apa pun.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar