Renungan Harian Virtue Notes, 23 Mei 2011
Menghargai Diri Sendiri
Bacaan: Matius 26: 41; Roma 8: 5-8
Matius 26: 41
26:41 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."
Roma 8: 5-8
8:5 Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.
8:6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.
8:7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.
8:8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.
Kita harus membuka kesadaran bahwa betapa hebat makhluk yang disebut manusia itu. Kalau kita tidak bisa menghargai diri kita sendiri, maka kita tidak bisa menerima karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Karya keselamatan Allah pada dasarnya merupakan tindakan Tuhan yang menunjukkan betapa berharganya manusia di mata Tuhan. Orang yang tidak menghargai dirinya dengan benar tidak akan bisa diajak bekerja sama dengan Tuhan untuk menyelamatkan jiwanya, sebab ia tidak peduli bahwa Allah menginginkan ia dikembalikan kepada rancangan Allah semula. Dalam hal ini manusia harus sepikiran dengan Tuhan, bahwa manusia berharga di mata-Nya. Keberhargaan kita harus didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam diri kita ada roh dari Allah.
Setiap orang percaya harus menyadari sedalam-dalamnya bahwa di dalam dirinya Allah memberikan roh dari-Nya yang sangat berharga. Tuhan mengingini roh dari diri-Nya tersebut kembali kepada-Nya (Pkh. 12:7). Roh itu terbelenggu tidak berdaya didesak oleh dua pihak. Pihak pertama yang mendesaknya adalah kodrat dosa, sebab semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Manusia yang hidup di bawah kuasa dosa tidak mungkin bisa berkenan kepada-Nya (Rm. 8:8).
Oleh karena itulah Tuhan Yesus berkata, “Roh memang penurut, tetapi daging lemah”. Di sini kata “penurut” aslinya adalah πρόθυμος (próthymos) yang berarti “bersedia; ingin sekali”; sedangkan “lemah” aslinya ditulis ἀσθενής (asthenés) yang berarti “tanpa kekuatan; sakit; loyo; tidak berdaya”.
Pihak kedua yang mendesak roh manusia adalah pengaruh dunia jahat di sekitar kita, yang telanjur mewarnai jiwa manusia. Jika jiwa yang mengendalikan seluruh hidup manusia memuat isi yang bertentangan dengan kehendak Allah, maka seluruh kelakuan hidup orang itu pun pasti rusak. Perbaikan karakter dari aspek jiwa—yang sekarang dikerjakan oleh masyarakat modern—hanya membuat orang baik, tetapi tidak membuat orang dikenan Tuhan. Yang dikenan-Nya adalah orang yang hidup menurut roh, sebab kehendak roh sama dengan kehendak Bapa.
Oleh sebab itu setelah kita menerima Kristus, jiwa kita harus terus-menerus diperbarui oleh Firman-Nya. Roh manusia menjadi lemah kalau jiwanya tidak dipenuhi dengan kebenaran Tuhan. Roh di dalam diri manusia itu sendiri akan menjadi kuat kalau isi jiwanya diubah. Tidak ada cara lain agar roh manusia dapat menguasai jiwa dan jiwa mengendalikan kehidupan, selain menguduskannya dengan kebenaran Firman Kristus (Yoh. 17:17). Itu juga penghargaan atas diri kita sendiri.
Jika kita menghargai diri kita sendiri, kita akan giat memperbarui jiwa kita dengan Firman Tuhan agar roh kita juga menjadi kuat.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar