Renungan Harian Virtue Notes, 11 Mei 2011
Ia Tidak Mendapat Kemudahan
Bacaan: Ibrani 5: 5-10
5:5 Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: "Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini",
5:6 sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: "Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek."
5:7 Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.
5:8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,
5:9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,
5:10. dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.
Saat Allah Anak turun menjadi manusia, banyak orang berpikir bahwa Bapa tentu memberikan dispensasi berupa kemudahan-kemudahan kepada Tuhan Yesus Kristus dalam menyelesaikan tugas kemesiasan-Nya. Benarkah demikian?
Dalam ay. 7, dikatakan, “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”. Mari kita perhatikan kata-kata dalam ayat ini. Di sini dipastikan bahwa Allah Anak benar-benar menjadi manusia. Ia harus berdoa, berdialog kepada Bapa sebagai sikap ketergantungan-Nya kepada Bapa di Surga, satu-satunya yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut. Artinya hanya Bapalah yang dapat membangkitkan-Nya, sebab Ia harus mati dan harus bangkit, demi kebangkitan dan keselamatan umat manusia. Kalau Ia tidak bangkit, berarti Ia gagal, dan kegagalan-Nya ini merupakan malapetaka abadi bagi semua manusia (1Kor. 15:12–21).
Perhatikan kata “permohonan, ratap tangis dan keluhan”. Ayat ini mengekspresikan bahwa Kristus mengalami pergumulan berat, dan ada kemungkinan bagi-Nya untuk gagal. Kalau Ia tidak mungkin gagal, Alkitab tidak perlu menunjukkan betapa Ia sungguh-sungguh gentar menghadapi tugas berat-Nya. Lukas juga mencatat bagaimana Yesus sangat ketakutan hingga peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah (Luk. 22:44).
Maka jelas bahwa Allah Bapa tidak memberikan kemudahan sama sekali kepada Yesus. Kalau Bapa mendengar doa-Nya, itu bukan karena Ia adalah Anak Allah, tetapi karena kesalehan-Nya. Kata “kesalehannya” aslinya ditulis εὐλάβεια (evlabīa) yang artinya “penghormatan kepada Allah” atau “takut akan Allah yang benar”. Sekalipun Ia adalah anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya (ay. 8). Jadi tidak mentang-mentang diri-Nya adalah Anak Allah lantas Ia bisa berbuat sesuka hati-Nya. Yesus memilih menghormati dan takut akan Bapa yang membuahkan kehidupan yang taat. Dalam ketaatan itu Ia menunjukkan pengakuan bahwa Bapa di Surga adalah Pribadi yang layak dihormati dan ditaati. Tindakan ini kebalikan dari apa yang dilakukan Adam di Eden, yaitu makan buah terlarang sebab ingin menjadi seperti Allah. Tindakan Adam menunjukkan bahwa Adam tidak menghormati dan tidak takut akan Allah. Karena taat, Kristus menjadi pokok keselamatan atau penyebab orang diselamatkan (ay. 9). Maukah kita meneladani ketaatan Kristus, atau tetap memilih untuk memberontak seperti Adam?
Ketaatan dan penghormatan Kristus kepada Bapa harus senantiasa kita teladani.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar