RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

0

Dari Isi Hati TUHAN

Renungan Harian Virtue Notes, 7 September 2010
Dari Isi Hati TUHAN


Bacaan : 1 Korintus 13 : 1–8

13:1. Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
13:2 Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
13:3 Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.
13:4. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
13:8. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.


Satu hal yang harus dimengerti dan dipahami adalah bahwa kebaikan yang dimiliki orang percaya haruslah kebaikan yang menurut standar ALLAH. Itu bukan diukur dari apa dan bagaimana kebaikan itu, tetapi apakah motivasi perbuatan itu, berangkat dari isi hati TUHAN atau kehendak manusia? Sebab selama ini yang menjadi ukuran berbuat baik adalah jika perbuatan kita membuat orang senang: orang lapar diberi makanan sehingga kenyang, orang telanjang diberi baju sehingga berpakaian. Sesederhana itu, padahal membuat orang lain senang belum tentu baik. Baik di sini menurut ukuran TUHAN tentunya.

Kalau kebaikan berangkat dari isi hati dan pertimbangan manusia, misalnya menyenangkan orang lain, itu belum tentu berarti dia orang baik. Tetapi bila perbuatan baik yang kita lakukan berangkat dari isi hati TUHAN, maka orang itu pasti adalah orang baik.

Kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus menjelaskan mengenai kasih. Apa itu kasih?
… sekalipun membagi-bagikan segala sesuatu… sekalipun menyerahkan tubuh untuk dibakar, tanpa kasih sia-sia.” Tidakkah ini membingungkan?

Kasih itu bukan sekadar perbuatan baik. Belum tentu perbuatan baik itu adalah tindakan kasih. Kasih adalah semua tindakan yang berangkat dari hati TUHAN. Ingat ketika pemimpin yang kaya datang kepada TUHAN Yesus dan berkata, “Guru yang baik,” (Luk. 18:18) lalu Yesus menyahut, “Tidak ada yang baik selain ALLAH.” Ini bukan berarti Yesus tidak baik; tetapi Yesus ingin meluruskan pandangan orang itu, bahwa hanya tindakan yang berangkat dari hati ALLAH lah yang baik; kebaikan itu tidak seperti apa yang dianggap orang itu. Jadi kalau ada tindakan yang tidak sesuai dengan pikiran ALLAH, itu tidak baik, itu pasti kejahatan di mata TUHAN, apa pun perbuatan itu. “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1Yoh. 4:8) Berarti semua tindakan di luar pikiran dan kehendak ALLAH, pasti bukan kasih, pasti tidak baik, pasti kejahatan.

Jadi jangan heran kalau ada orang yang misalnya bisa bernubuat, memberikan seluruh hartanya, atau mengorbankan dirinya untuk dibakar. Bila tidak sesuai dengan kehendak dan isi hati TUHAN, berarti itu tanpa kasih, sia-sia belaka, tidak baik. Jadi untuk memiliki perbuatan baik, marilah kita bukan sekadar belajar moral dan budi pekerti, tetapi lebih dari itu, mari belajar semakin mengenal isi hati TUHAN.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Warna Jiwa

Renungan Harian Virtue Notes, 6 September 2010
Warna Jiwa


Bacaan : Matius 25 : 31–40

25:31. "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya.
25:32 Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing,
25:33 dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.
25:34 Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.
25:35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;
25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
25:37 Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum?
25:38 Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?
25:39 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?
25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.


Ada orang yang melakukan kebaikan karena sudah menjadi wataknya, sifat bawaannya, kebiasaannya. Bahkan ia berbuat baik karena merasa memang seharusnya ia berbuat baik. Itu suatu kebutuhan dan bukan kewajiban; dan saat melakukannya, ia tidak merasa tengah berbuat baik. Ia tidak merasa baik, padahal yang dilakukannya itu sangat baik. Maka ia pun tak akan membanggakan dirinya; tidak menjadi sombong; tidak perlu orang lain melihat perbuatan baiknya; tidak perlu mendapatkan ucapan terima kasih; tidak perlu mendapatkan acungan jempol; tidak perlu mendapatkan piala; tidak perlu disanjung; tidak perlu dipuji. Sebab ia memandang kesempatan berbuat baik itu justru adalah anugerah baginya. Tidakkah ini luar biasa? Tetapi sesungguhnya, inilah kebaikan yang benar.

Kebaikan yang harus dimiliki orang percaya adalah kebaikan yang akan membuat orang-orang terfokus kepada TUHAN, dan membuat orang hanya memandang TUHAN dan kerajaan-NYA. TUHAN Yesus menggambarkan apa yang terjadi di akhir zaman. IA berkata kepada orang-orang yang benar, “Ketika AKU lapar, kamu memberi AKU makan; ketika AKU haus, kamu memberi AKU minum; ketika AKU telanjang, kamu memberi AKU pakaian; ketika AKU sakit, kamu melawat AKU….” (ay. 35–36).

Orang-orang itu berkata kepada TUHAN, “Kapan kami melihat TUHAN berkeadaan seperti itu?” TUHAN berkata, “Apa yang kaulakukan untuk saudaramu yang paling hina, yang membutuhkan pertolongan, yang menderita, itu sama seperti kaulakukan untuk AKU.” Orang-orang benar itu tidak tahu dan tidak merasa bahwa semua yang mereka lakukan itu sesungguhnya mereka lakukan untuk TUHAN. Memang haruslah demikian. Kebiasaan itu harus menjadi irama hidup dan mewarnai jiwanya.

Jadi kebaikan itu adalah warna jiwa kita. Ibarat suatu ledakan yang harus dikeluarkan dan harus diekspresikan, orang-orang yang benar di mata TUHAN akan otomatis berbuat baik di mana saja. Otomatisasi perbuatan baik ini akan terus berlangsung sampai menutup mata, bahkan sampai kekekalan, iman dan pengharapan akan lenyap, tetapi kasih itu abadi. Orang yang menghayati kebaikan yang ideal dan mutlak adalah orang yang akan terus mewarnai jiwanya dengan selalu berbuat baik dengan tanpa merasa dan menuntut imbalan balik atau balas budi dari orang yang menerima kebaikannya. Sudahkah kita menghayati kebaikan TUHAN? Berdoalah untuk meminta pimpinan Roh Kudus, agar di mana pun kita berada, warna jiwa kita selalu memancarkan kebaikan-NYA.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Untuk Kesenangan Sendiri

Renungan Harian Virtue Notes, 5 September 2010
Untuk Kesenangan Sendiri


Bacaan : 1 Korintus 15 : 31–32


15:31 Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa
hal ini benar.
15:32 Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati".


Biasanya orang hidup hanya untuk memiliki sebuah kehidupan seperti yang dikehendakinya atau yang diinginkannya. Ukuran hidup yang diinginkannya tersebut adalah gaya hidup manusia di sekitarnya. Standar hidup yang dimiliki umumnya antara lain: sekolah, kuliah, berpendidikan dan bergelar, mencari nafkah, menemukan pasangan hidup, punya anak, membesarkan anak, mencari menantu, menjaga cucu dan lain sebagainya. Jadi banyak orang menjalani hari-hari hidupnya hanya untuk mengejar standar hidup ini dan memperjuangkannya mati-matian tanpa batas selama hidupnya. Inilah yang Paulus maksudkan dengan “Marilah makan dan minum, sebab besok kita mati.” (ay. 32).

Dalam rangka meraih standar hidup seperti itulah seorang yang beragama berurusan dengan TUHAN. Ia menjadikan TUHAN sebagai andalan untuk meraih standar hidup tersebut. Orang-orang seperti ini berurusan dengan TUHAN bukan untuk kepentingan TUHAN; bukan untuk kemuliaan TUHAN. Mereka berurusan dengan TUHAN untuk kepentingannya sendiri, kemuliaannya sendiri; agar TUHAN melapangkan rezekinya, memberi kesenangan baginya. Ini sudah jadi praktik lazim di agama-agama di dunia ini. Kebanyakan orang Kristen pun demikian adanya, karena dipicu oleh pengajaran yang salah. Akibat penyesatan yang semakin merajalela, pola pikir yang salah itu semakin tertanam di hati dan pikiran banyak orang Kristen hari ini.

Sesungguhnya, pola pikir itu jauh dari yang TUHAN inginkan. Cara berpikir yang salah ini amat menyedihkan hati-NYA. IA mau meningkatkan kualitas hidup kita sesuai dengan yang dikehendaki-NYA, tetapi IA sedih manakala kita mendorong-NYA memasuki bisnis atau urusan kita tanpa peduli rencana TUHAN. Itu sama dengan berusaha memanfaatkan TUHAN agar memberi kemuliaan kepada kita.

Itulah sebabnya Yesus berkata, “Kamu mencari Aku… karena kamu telah makan roti sehingga kenyang.” (Yoh 6:26) Dengan kata lain, “Kamu lebih mementingkan perutmu daripada rencana-KU. AKU datang untuk memberi hidup-KU tetapi kamu masih mempertahankan hidupmu sendiri (mencari kesenangan sendiri)”. Bukankah banyak di antara kita yang masih berkualitas serendah ini? Bila kita disadarkan saat ini, segeralah kita bertobat. Berhentilah menjadikan TUHAN sekadar penopang untuk pemenuhan kebutuhan jasmani. Berhentilah mengeksploitasi DIA. Jadikan DIA TUHAN, Majikan Agung kita, dan lakukan segalanya untuk kepentingan DIA, untuk rencana-NYA. Dan kita pun akan meraih hidup yang berkualitas, sesuai dengan standar yang dikehendaki-NYA.


Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Bisa Menemukan ALLAH

Renungan Harian Virtue Notes, 4 September 2010
Bisa Menemukan ALLAH


Bacaan : Yohanes 1 : 12–13

1:12 Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
1:13 orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.


Ada seseorang yang bercerita kepada penulis tentang kebaikan orang tuanya, sebagai berikut. “Saya merasa orang tua yang melahirkan saya adalah orang tuayang sangat baik. Ketika saya masih muda, sejak masih kanak-kanak, saya melihat orang tua saya menolong orang lain. Bagaimana mereka menampung pengungsi, sehingga rumah kami penuh dengan para pengungsi. Saat zaman G30S/PKI, ada orang-orang yang ditolong oleh orang tua saya; itu dilakukan mereka dengan tulus. Orang tua saya marah kalau anak-anaknya naik ke pohon mengambil sarang burung dan anak-anak burung. Ayah saya akan memaksa saya untuk naik kembali ke pohon itu untuk mengembalikan sarang dan anak-anak burung tersebut. Saya juga ingat ketika orang tua saya marah karena kami, anak-anaknya, mencoba menembak burung. Katanya, ‘Biarkan saja burung itu terbang, ia kan juga makhluk hidup yang berhak bebas hidup.’ Orangtua saya mewariskan kebaikan-kebaikan itu kepada saya. Dan tentu kebaikan seperti itu dimiliki oleh banyak orang, tidak hanya dimiliki oleh orang Kristen. Bahkan ada kebaikan-kebaikan yang sejenis ini yang melebihi dari apa yang dilakukan orang tua saya. Ini teladan kepada saya.”

Banyak orang non-Kristen pun bisa berbuat baik dengan kebaikan sejenis itu, bahkan lebih. Namun kebaikan yang TUHAN kehendaki adalah suatu kebaikan yang bisa membuat orang menemukan ALLAH yang benar. Bisa menggiring orang untuk terkonsentrasi dan terfokus kepada TUHAN yang benar, dan akhirnya bisa membuat mereka diselamatkan. Kebaikan seperti inilah yang dikehendaki TUHAN untuk kita miliki. Tentu ini sebuah kebaikan yang bukan saja mengagumkan atau menakjubkan, tetapi tidak membuat orang menghargai kita lebih daripada menghargai TUHAN. Orang terfokus kepada TUHAN, bukan kepada si pembuat kebaikan itu.

Kebaikan macam apakah yang selain menakjubkan, mengagumkan, terlebih lagi, membuat orang memandang TUHAN? Di sinilah kita harus belajar. Kebaikan yang diajarkan orang tua kita belum cukup. Kebaikan yang ideal adalah kebaikan yang dikehendaki ALLAH, seperti BAPA di Surga. Oleh sebab itu dalam Yoh. 1:12–13 dikatakan, “Kita diberi kuasa menjadi anak-anak Allah…” Maksudnya, bahwa kita dilahirkan dari ALLAH. Dengan kata lain, kalau di dunia ini kita menerima DNA dari orang tua kita dan sekaligus pendidikan untuk bisa berbuat kebaikan seperti filosofi ayah ibu kita di dunia, sekarang kita menerima “DNA” dan pendidikan dari TUHAN Semesta Alam. Dari DNA itu kita memiliki unsur-unsur karakter yang dimiliki oleh BAPA di Surga. Kebaikan sejati itulah yang TUHAN kehendaki, kebaikan yang berasal dari DNA dan pendidikan TUHAN Semesta Alam



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penulis.
Read more
0

Tanpa Mencari Hormat

Renungan Harian Virtue Notes, 3 September 2010
Tanpa Mencari Hormat


Bacaan : Matius 5 : 14–16

5:14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.
5:15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.
5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."


Kebaikan yang sesungguhnya adalah kebaikan yang dilakukan seseorang tanpa mencari penghormatan; kebaikan yang dilakukan tanpa maksud untuk menunjukkannya kepada orang lain supaya mendapat pujian. Ini bukan hal yang mudah, sebab umumnya setiap orang memiliki kecenderungan mencari penghargaan dari apa yang dilakukannya.

Kebaikan yang tulus lahir dari sikap batiniah seseorang; sesungguhnya adalah kebaikan yang diraih melalui pergumulan berat disertai pertolongan Roh Kudus. Dalam Mat. 5:45 diajarkan kepada umat pilihan, bahwa mereka harus seperti BAPA yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Ini bukan sesuatu yang mudah. Ini bagi manusia rasanya mustahil; tetapi apa yang mustahil bagi manusia, tidak mustahil bagi ALLAH.

Hanya oleh pimpinan Roh TUHAN setiap harilah kita didewasakan sehingga mencapai satu tingkat kesempurnaan, meraih tingkat kebaikan yang TUHAN kehendaki. Jika kita benar-benar menyadari bahwa semuanya tercapai oleh karena pimpinan TUHAN, maka kita pun tidak akan sanggup menyombongkan diri bahwa apa yang kita capai adalah karena jasa atau kehebatan kita. Kita tahu bahwa jika bukan TUHAN yang menuntun kita, kita tidak bisa mencapai kebaikan seperti BAPA.

Jadi jika kita bisa berbuat baik, kita tidak merasa berjasa; kita juga tidak merasa hebat, karena hanya oleh pertolongan Roh Kudus lah kita dapat berbuat baik. Kebaikan yang dihayati seperti ini akan membuat kita benar-benar memuliakan BAPA di Surga. Seperti diungkapkan oleh TUHAN Yesus, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Surga.” (ay. 16) Artinya, bukan diri kita yang dimuliakan atau dipuji, melainkan BAPA di Surga.

Dalam dunia ini banyak perbuatan baik yang dilakukan seseorang yang membuat orang tertarik kepada seorang individu, tertarik kepada manusianya, sehingga fokusnya adalah ke orang yang melakukan perbuatan baik itu. Tetapi TUHAN mengajarkan kepada kita perbuatan baik yang dikehendaki oleh TUHAN adalah perbuatan baik yang membuat orang terfokus kepada TUHAN. Jika perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya adalah perbuatan baik hasil pimpinan Roh Kudus dan memiliki kualitas yang tinggi, yaitu seperti BAPA, maka perbuatan baik yang dilakukan itu adalah perbuatan baik yang memuliakan BAPA di Surga.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
0

Dari Batin

Renungan Harian Virtue Notes, 2 September 2010
Dari Batin
Rata Penuh


Bacaan : Lukas 6 : 43–45

6:43 "Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik.
6:44 Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.
6:45 Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya."


Sebagai umat pilihan yang diproses oleh TUHAN untuk menjadi serupa dengan gambar-NYA dan memiliki standar kebaikan seperti yang dikehendaki-NYA, sesungguhnya tidak ada alasan sama sekali bagi kita untuk menjadi sombong atau angkuh. Mengapa? Karena kebaikan yang ada pada kita itu bukan kebaikan secara lahiriah, bukan kebaikan yang artifisial. Meskipun kebaikan kita terbaca, terekspresi, terkristal secara konkret dalam bentuk yang dapat dilihat dan dirasa, kebaikan kita itu berangkat dari batin kita. Menyadari bahwa kebaikan itu berangkat dari dalam hati atau batin akan mengajarkan kita memahami apa artinya rendah hati.

TUHAN Yesus memperingatkan orang-orang Yahudi bahwa pohon dikenal dari buahnya. Jadi orang yang baik mengeluarkan kebaikan dari hatinya yang baik, dan orang yang jahat mengeluarkan kejahatan dari hatinya yang jahat. Jadi, jika seseorang sengaja menunjukkan kebaikannya di mata orang, atau sengaja membanggakan kelakuan baiknya didepan orang, maka ia belum memiliki kebaikan itu dan ia tidak tahu apa sebenarnya kebaikan itu. Ini bedanya kebenaran Kristiani dengan keberagamaan. Keangkuhan lahiriah itu terekspresikan dari hatinya yang sombong, sehingga di mata TUHAN itu bukan kebaikan, melainkan kejahatan.

Kita sering melihat ada orang Kristen secara langsung atau tidak langsung, secara terselubung atau terang-terangan, ingin menunjukan kebaikannya di mata orang lain. Tak jarang ia berusaha membandingkan dirinya dengan orang lain dan seolah-olah ia ingin membuktikan bahwa dirinya lebih baik dari orang lain. Orang-orang seperti ini belum mengerti apa itu kebaikan, sebab kebaikan-kebaikan lahiriah yang tidak berasal dari batin adalah munafik.

Kebaikan dari dalam akan terekspresi secara konkret, maka sikap batiniahnya memahami benar apa artinya rendah hati. Kerendahan hati akan mencegah seseorang menjadi sombong. Dalam hal ini kerendahan hati sifatnya sangat pribadi: jika seseorang melakukan suatu kebaikan karena mengharapkan pujian atau karena gerakan hatinya yang mencintai TUHAN, hanya TUHAN lah yang dapat menilainya dengan sempurna. Tetapi sebagaimana buah yang tidak baik merupakan hasil dari pohon yang tidak baik, orang yang sombong pastilah tidak baik.

Sebagai anak-anak TUHAN yang diajar untuk memiliki sikap batiniah yang baik, kita harus belajar memahami kebenaran yang sejati, sehingga segala sesuatu yang kita lakukan adalah dorongan pikiran dan perasaan yang telah diimpartasikan oleh TUHAN di dalam diri kita. Batin yang baik niscaya membuahkan perbuatan yang baik.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
2

Lapar Dan Haus Akan Kebenaran

Renungan Harian Virtue Notes, 1 September 2010
Lapar Dan Haus Akan Kebenaran


Bacaan : Matius 5 : 6

Rata Penuh

5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.


Jikalau ada orang yang merasa dirinya sudah baik dan kemudian dia membandingkan dirinya dengan orang lain dan berkata “Aku lebih baik dari dia,” maka ia tidak ada bedanya dengan orang Farisi. Hanya dengan kelaparan dan kehausan akan kebenaranlah seseorang akan dibukakan mata pengertiannya terhadap kebenaran dan kesucian yang sejati.

Apa artinya “lapar dan haus akan kebenaran”? Sebagaimana manusia lahiriah membutuhkan nutrisi dalam bentuk makanan dan minuman, manusia batiniah kita pun memerlukan nutrisi. Manusia lahiriah kita merasakan kelaparan atau kehausan sebagai tanda bahwa kita harus memberi makan atau minum kepada tubuh kita, atau kalau kita mengabaikannya dalam jangka waktu yang lama, kita akan mati. Demikian pula dengan manusia batiniah kita. Manusia batiniah yang dibangkitkan setelah menerima Kristus akan merasakan kelaparan dan kehausan, dan respons yang benar adalah memberinya makan dengan kebenaran.

Kebenaran di sini adalah δικαιοσύνη (dikaiosinē), yang artinya “akhlak, nilai karakter atau tindakan”. Kalau seseorang sungguh-sungguh haus dan lapar akan kebenaran, dan melangkah untuk mencari pemuasannya, niscaya TUHAN akan membukakan kebenaran dan rahasia-rahasia Firman-NYA supaya orang itu melihat kebaikan macam apa yang dikehendaki TUHAN itu.

Apabila ia tidak mau melakukannya, sebagaimana manusia lahiriah yang mati, maka manusia batiniahnya pun akan mati, binasa selama-lamanya. Ini sudah dapat diketahui sejak manusia itu masih hidup. Dengan mengabaikan rasa lapar dan hausnya, maka manusia batiniahnya tidak akan merasa lapar dan haus lagi, sebab sebenarnya manusia batiniahnya sudah mati. Demikianlah sesungguhnya yang terjadi pada orang sombong yang merasa dirinya sudah baik, sebetulnya ia jauh dari baik; bahkan manusia batiniahnya mati.

Maka selama masih ada kesempatan, mari kita hayati kebenaran ini dan minta kepada TUHAN untuk membuka mata hati pengertian kita, bahwa diri kita masih jauh dari apa yang TUHAN kehendaki. Ini akan menjadi pemicu untuk bertumbuh. Selama kita hidup di dunia ini, kita harus bersedia seperti anak-anak (Mat. 18:3) yang mudah dididik, mudah dibentuk, senantiasa lapar dan haus akan kebenaran.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
Read more
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger