Renungan Harian Virtue Notes, 1 Maret 2011
Prestasi Tertinggi
Bacaan: 1 Korintus 9: 24-27
9:24. Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!
9:25 Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.
9:26 Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul.
9:27 Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.
Prestasi kehidupan yang tertinggi dan termulia yang dapat diraih setiap individu adalah kesucian hidup. Prestasi ini bernilai abadi dan menentukan keadaan kekal seseorang. Prestasi ini lebih berharga dan lebih mulia dari segala prestasi lain yang bisa dicapai oleh manusia.
Kesucian hidup lebih penting dibandingkan kesuksesan meraih gelar studi, pangkat, kekayaan, kehormatan, rumah tangga yang ideal menurut kacamata umum dan berbagai kesuksesan lain yang dikenal dalam kehidupan ini. Kesucian hidup juga lebih penting daripada keberhasilan dalam kegiatan pelayanan pekerjaan Tuhan. Suatu hari nanti akan terbukti bahwa ada orang-orang yang sekarang ini dianggap sukses dalam pelayanan, ternyata ditolak oleh Tuhan (Mat. 7:21–23).
Tidak seperti pengertian banyak orang, kesucian hidup bukan berarti menghindari hal-hal yang dipandang salah menurut moral umum, melainkan hidup dengan melakukan kehendak Bapa. Dengan pemahaman ini, kita bisa memahami mengapa Paulus mengungkapkan pernyataan yang mengejutkan, “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1Kor. 9:27). Berprestasi dalam kegiatan gereja tidak menentukan apakah orang diperkenankan masuk ke dalam kerajaan-Nya; melakukan kehendak Bapalah yang menentukan.
Segala prestasi yang dikenal manusia pada umumnya adalah kesuksesan yang hanya dinikmati sesaat, selama hidup di dunia ini. Kalau kematian menjemput seseorang, maka semua yang telah berhasil diraihnya tersebut akan ditinggalkan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (Mat. 16:26). Maksudnya, apa gunanya seseorang menggunakan semua potensi dengan melibatkan pikiran, perasaan dan kehendaknya secara penuh untuk mencapai kesuksesan dalam hidup, tetapi akhirnya tidak setitik pun dibawa ke kekekalan?
Ironisnya, sebagian besar manusia menghabiskan berpuluh-puluh tahun mengejar apa yang disebut sebagai kesuksesan itu, padahal semua yang dilakukannya itu adalah kesia-siaan, seperti menjaring angin (Pkh. 1:14). Kalau mata mereka tertutup untuk selamanya, mereka pulang ke kekekalan dengan tangan hampa. Bila kita mau menghadap Allah tidak dengan tangan hampa, berjuanglah menjalani kesucian hidup dengan melakukan kehendak-Nya; maka Ia akan menyediakan mahkota abadi bagi kita.
Kesucian hidup menentukan apakah seseorang diperkenankan masuk ke dalam Kerajaan-Nya.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar