RSS
email

Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!

Kesucian Yang Sejati

Renungan Harian Virtue Notes, 4 Maret 2011

Kesucian Yang Sejati



Bacaan: 1 Petrus 1: 22


1:22 Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.



Sesungguhnya kesucian sangat berharga dalam kehidupan kita ini; lebih berharga daripada segala kekayaan, popularitas, kehormatan, gelar, pangkat dan lain sebagainya. Inilah yang seharusnya menjadi kerinduan dan obsesi kita. Kalau kita mengejar hal-hal lain lebih daripada kesucian, itu suatu ketidaksetiaan kepada Tuhan.


Masalahnya sekarang adalah apakah kesucian itu? Kata suci atau kudus dalam teks bahasa Ibrani adalah קדשׁ (qâdosh) yang artinya bukan saja “murni” tetapi juga berarti “dipisahkan dari yang lain guna digunakan untuk Tuhan”. Dalam teks bahasa Yunani, kata yang setara adalah γιος (Klasik: hágios; Koine: háyos) yang juga berarti “dipisahkan” atau “berbeda dari yang lain”.


Dari etimologi kata suci atau kudus ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesucian mengacu pada keadaan yang berbeda dari yang lain dan dipisahkan guna digunakan hanya untuk Tuhan saja. Kesucian bukan hanya menunjuk keadaan tidak bersalah, seperti dalam pemahaman agama lain; bukan pula berarti tidak bersentuhan dengan kehidupan yang dimiliki manusia pada umumnya.


Sering orang suci digambarkan sebagai orang yang menyepi di biara atau di tempat-tempat sunyi dan terpencil, tidak hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak menikah, tidak memiliki harta; kegiatan hidupnya hanyalah bertapa, bermeditasi dan melakukan seremonial agama. Justru mereka yang menghindarkan diri dari pergaulan dunia tidak pernah mengenal kesucian yang sesungguhnya.


Bagaimana seseorang bisa dikatakan cakap berenang kalau hanya berenang di kolam kecil, tidak pernah bergumul dalam gelombang laut atau riak sungai? Seseorang tidak bisa dikatakan menang dalam pencobaan jika tidak pernah dihadapkan dengan pencobaan.


Seseorang tidak bisa dikatakan taat kepada Bapa, jika tidak terdapat peluang untuk tidak taat. Seseorang yang tidak pernah menghadapi pencobaan dalam kehidupan secara konkret tidak dapat memahami kesucian yang sesungguhnya. Justru saat diperhadapkan kepada godaan-godaan untuk menuruti hawa nafsunya, seseorang dapat membuktikan apakah ia memilih taat kepada Bapa atau tidak; memilih kesucian atau dosa. Melalui kehidupan konkret di tengah-tengah kemungkinan dan peluang untuk berbuat dosalah kita harus belajar untuk hidup di dalam ketaatan kepada Bapa sepenuhnya, bukan mengikuti keinginan kita sendiri. Dari sini terbangunlah kesucian yang sejati dalam hidup kita.



Di tengah kemungkinan untuk berbuat dosa, kita harus belajar untuk taat kepada Bapa.



Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.


Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Lisensi Creative Commons
Renungan Virtue Notes is licensed under a Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di virtuenotes.blogspot.com.
 
Powered By Blogger