Renungan Harian Virtue Notes, 8 Juli 2011
Memuaskan Hati Bapa
Bacaan: Matius 7: 21-23
7:21. Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
7:22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
7:23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
Segala sesuatu yang tidak biasa dilakukan pasti sulit, tetapi kalau dibiasakan terus maka menjadi sesuatu yang mudah, bahkan menyenangkan. Demikian pula tentang mengikut Tuhan Yesus dengan benar. Awalnya memang tidak mudah sebab mengikut Tuhan Yesus berarti mengikuti jejak-Nya—yaitu hidup seperti Dia pernah hidup. Tentu yang sama bukan penampilan fisik atau lahiriahnya melainkan sikap hati: bagaimana di tengah-tengah dunia kita hari ini kita memiliki sikap hati seperti Tuhan Yesus Kristus. Sikap hati itu adalah kesediaan melakukan kehendak Bapa (ay. 21).
Melakukan kehendak Bapa adalah hal yang terpenting dalam hidup, bahkan juga merupakan ukuran apakah seseorang dikenal oleh Tuhan atau tidak. “Mengenal” dalam ay. 23 adalah γινώσκω (ginóskō), artinya mengenal karena mengalami atau menikmati. Jadi kalau kita dikenal Tuhan, di sini artinya adalah bisa dinikmati-Nya, bisa memuaskan hati Allah Bapa.
Bapa dipuaskan oleh cara hidup kita setiap hari yang berdasarkan kehendak-Nya: Dari setiap perkataan yang kita ucapkan, renungan hati dan pikiran, serta seluruh perbuatan kita, semua itu kita lakukan sesuai kehendak-Nya. Dengan serius mari kita gumuli, seberapa kita telah memuaskan hati Bapa. Banyak orang hanya mencari kepuasan bagi dirinya sendiri dan orang di sekitarnya yang dicintainya, tetapi tidak mengupayakan pemuasan bagi Allah Bapa. Seseorang yang menganggap ini tidak penting niscaya tidak akan pernah melihat kemuliaan Bapa (ay. 23).
Kita berusaha memuaskan hati Bapa bukan supaya selamat. Sebaliknya usaha itu merupakan bukti bahwa seseorang memang sudah selamat dan menghargai keselamatan yang disediakan Tuhan bagi dirinya. Ini karena orang yang sudah selamat adalah yang kembali kepada rancangan Allah. Dalam rancangan-Nya, Ia menciptakan manusia untuk melakukan kehendak-Nya agar memuaskan hati-Nya.
Untuk memuaskan hati Bapa, kita harus mempertaruhkan segenap hidup kita, waktu dan seluruh potensi yang ada pada kita. Kesempatan untuk ini tidak banyak. Kalau kesempatan di hidup ini telah berlalu, maka manusia yang memang tidak bersedia hidup sebagai manusia yang sesuai dengan rancangan-Nya akan dinyatakan tidak pantas bersama dengan Tuhan guna melayani Dia di dunia yang akan datang. Orang-orang seperti ini tempatnya adalah di api kekal bersama dengan para pemberontak yaitu setan-setan, yaitu malaikat yang menolak melayani Penciptanya. Kalau sekarang Tuhan mencelikkan mata kita terhadap hal ini, bertobatlah selagi ada kesempatan.
Kita harus mempertaruhkan segenap hidup kita untuk memuaskan hati Bapa.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar