Renungan Harian Virtue Notes, 5 Juli 2011
Kesetiaan Dua Pihak
Bacaan: Wahyu 2: 8-10
2:8. "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali:
2:9 Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis.
2:10 Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.
Kesetiaan Allah tidak perlu diragukan. Di sepanjang sejarah kita menyaksikan Allah berpegang teguh pada apa yang difirmankan-Nya, dan Ia juga berpegang teguh pada janji keselamatan-Nya. Dalam perjanjian-Nya dengan orang percaya, kesetiaan itu harus antara dua pihak. Kalau Allah sudah pasti setia, bagaimana dengan kita?
Orang-orang percaya pada abad mula-mula harus mengalami penderitaan yang hebat karena mengikut Tuhan Yesus. Mereka kehilangan kewarganegaraan, menyaksikan orang-orang yang dicintai dijebloskan ke dalam penjara, disiksa bahkan dibunuh. Semua ini keadaan yang sangat berat untuk dijalani. Masyarakat sekitar mereka berujar, “Mengapa kalian masih berkeras mau memercayai penjahat yang sudah mati disalib itu? Apa yang dapat diberikan anak tukang kayu dari Nazaret itu?” Tetapi orang-orang percaya tetap pada kesetiaan mereka kepada Tuhan. Mereka tetap tidak menyangkal Yesus, walau harus kehilangan segala sesuatu. Di mata orang-orang di zaman itu, orang-orang Kristen memiliki dunia sendiri yang tidak bisa dimengerti oleh mereka.
Jika orang zaman itu berkata, “Untuk apa menderita dalam kehidupan yang singkat ini demi harapan yang tidak pasti karena seorang yang disebut Yesus Kristus?” Orang-orang Kristen menjawab, “Untuk apa hidup yang singkat ini tanpa memiliki pengharapan?” Tuhan Yesuslah satu-satunya pengharapan atas kehidupan yang berkualitas, baik hari ini maupun di balik kubur kita.
Kalau orang-orang Kristen abad pertama hanya menganggap kesetiaan Tuhan sebagai perlindungan fisik, tentu banyak dari mereka murtad, sebab mereka harus mengalami penderitaan fisik yang hebat sampai mati. Tetapi mereka tidak melihat bukti kesetiaan Tuhan itu seperti manusia melihat pada umumnya. Kesetiaan Tuhan yang mereka rasakan adalah kekuatan batin untuk bertahan dalam penderitaan. Secara fisik mereka menderita, tetapi di balik kehidupan ini mereka menyaksikan kemuliaan Allah di Kerajaan Surga. Karena mereka setia sampai mati, Allah yang setia akan memberikan mahkota kehidupan (ay. 10); mereka dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus Kristus, yang telah setia sampai mati dan dimuliakan oleh Bapa.
Dengan hal ini bisa kita simpulkan bahwa seseorang tidak akan melihat kesetiaan abadi Tuhan kalau tidak memiliki kesetiaan kepada-Nya. Kita harus melakukan sesuatu untuk membuktikan kesetiaan kita kepada-Nya. Caranya adalah tetap taat kepada kehendak-Nya; secara nyata, hidup kudus di hadapan-Nya.
Seseorang tidak akan melihat kesetiaan abadi Tuhan kalau tidak memiliki kesetiaan kepada-Nya.
Diadaptasi Dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar