Renungan Harian Virtue Notes, 31 Januari 2011
Mati Rasa
Bacaan: Efesus 4: 17-24
4:17. Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia
4:18 dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.
4:19 Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.
4:20 Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus.
4:21 Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus,
4:22 yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan,
4:23 supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,
4:24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.
Salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan hewan adalah perasaan. Perasaan memberi warna hidup kepada manusia, maksudnya membuat manusia menikmati dunianya. Dengan perasaan manusia dapat merasakan suasana seperti susah atau sedih, senang, cinta, benci, dendam, tersinggung, tersanjung dan lain sebagainya. Sikap rendah hati atau tinggi hati seseorang, harga diri seseorang selain diperankan oleh pemahamannya mengenai hidup juga sangat dipengaruhi oleh perasaan.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Efesus agar tidak membuat perasaannya tumpul (ay. 19). Orang yang perasaannya tumpul artinya sudah mati rasa, tidak bisa merasa sedih atau susah karena dosa; emosinya tidak terganggu apabila berbuat hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Mereka tetap berusaha memuaskan hawa nafsu mereka, dan dengan serakah melakukan berbagai perbuatan cemar.
Seorang pemuda menemui Dr. Donald G. Barnhouse (1895–1960), pelopor penginjilan melalui radio. Si Pemuda berkata, “Saya baru berbuat dosa, tapi rasanya tidak ada masalah. Saya tidak dihantui dosa itu; saya tidak gundah; saya tidak terganggu sama sekali.”
Dr. Barnhouse menyahut, “Nak, apa yang terjadi kalau saya menjatuhkan beban seberat 800 pon di atas seseorang yang sudah mati? Apakah ia akan merasakannya? Apakah ia akan sakit? Apakah itu akan mengganggunya?”
Pemuda itu menjawab, “Tentu saja tidak.”
“Itulah intinya,” ujar Dr. Barnhouse, “Kamu tidak merasa beban dosa, jika tidak berat di atasmu. Jika tidak ada dampaknya atasmu, berarti kamu mati secara rohani.” Pemuda ini merupakan contoh orang yang sudah mati rasa.
Perasaan merupakan salah satu sarana dalam jiwa yang memberi potensi seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan, khususnya dengan Tuhan dan sesama. Dalam hal ini kita temukan, bila perasaan seseorang sehat maka sehatlah hubungannya dengan sesama; bila perasaan seseorang sakit maka hubungan dengan sesama pun tidak harmonis. Demikian juga dalam hubungan dengan Tuhan.
Dengan roh dan pikiran yang dibarui, mari juga kita terus menggunakan perasaan kita untuk membangun hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Ia juga merasa sedih apabila kita berdosa, meleset dari apa yang dikehendaki-Nya. Dengan perasaan yang sehat dan tajam, kita akan merasa sedih bila membuat Tuhan kita sedih, dan kita akan segera mengakui dosa kita dan meminta ampun kepada-Nya.
Gunakan perasaan kita untuk membangun hubungan yang harmonis dengan Tuhan.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.