Renungan Harian Virtue Notes, 11 Mei 2010
Kebenaran
Bacaan : Yohanes 8 : 31-32
8:31. Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku
8:32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."
Dengan menerima Firman TUHAN dan mematuhi-NYA, kita akan mengenal kebenaran yang memerdekakan, yang tidak lain adalah TUHAN Yesus sendiri (Yohanes 14 : 6). IA bukan saja mengajarkan kebenaran, tetapi diri-NYA sendirilah kebenaran itu. Itulah sebabnya sebagai pengikut Yesus kita mempelajari isi Alkitab, bukan hanya untuk mengisi otak kita, sehingga kita menjadi pandai secara akali, tetapi yang terpenting ialah meneladani seluruh kehidupan TUHAN Yesus, sehingga pantas disebut Kristen. Bukankah sebutan "Kristen" atas orang percaya berarti "seperti Kristus", atau "pengikut Kristus", "orang yang mengikuti jejak Kristus"?
Kata kebenaran dalam teks ini adalah 'alethia', yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan truth. Kata Yunani lain yang diterjemahkan "kebenaran" adalah 'dikaiosune', tetapi dalam versi Inggris ditulis righteousness (misalnya di Matius 5 : 6; 5 : 20). Di Matius 5 : 20, kata ini diterjemahkan "hidup keagamaan", sebab 'dikaiosune' dapat juga diterjemahkan "nilai karakter atau tindakan", "justifikasi/pembenaran". Jadi 'dikaiosune' lebih berarti kebenaran dalam tingkah laku baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan; yaitu sikap hati, sikap batin dan pola berpikir.
Sementara 'alethia' menunjuk kebenaran yang bertalian dengan pemahaman terhadap eksistensi TUHAN. Perlu diketahui bahwa ketika Injil Yohanes ditulis, Kekristenan sedang bergumul hebat menghadapi ajaran sesat di zaman Helenis tersebut, yaitu semangat gnostik. Pengaruh filsafat Yunani memberi kesan bahwa ajaran gnostik sejajar dengan kebenaran Injil. Filsafat Yunani dianggap begitu mulia, sampai-sampai kemudian timbul praktik berteologi yang salah, yaitu usaha untuk memahami kebenaran Injil dengan filsafat Yunani sebagai alatnya. Filsafat Yunani juga diakui orang sebagai kebenaran. Yohanes menangkisnya dengan menegaskan bahwa TUHAN Yesus Kristus lah "Kebenaran" itu.
Kalau filsafat diluar Injil diakui sebagai kebenaran oleh orang percaya, maka mata hatinya akan menjadi buta, dan pengertiannya akan menjadi tumpul untuk memahami kebenaran Injil yang sangat luar biasa. Yesuslah Logos yang menjadi manusia (Yohanes 1 : 1). Firman yang menunjuk kepada Hikmat ALLAH. Dalam hal ini kebenaran tidak bersifat relatif, tetapi absolut. Dengan TUHAN Yesus sebagai ukurannya. Kebenaran itu subyektif ditinjau dari pribadi Kristus, bukan subyektif dari sudut pandang manusia, sebab tidak ada manusia yang benar (Roma 3 : 23). Dalam hal ini kebenaran itu tidak tergantung pada perspektif manusia, tetapi perspektif ALLAH.
0 komentar:
Posting Komentar