Blog ini berisi renungan harian Kristiani dengan bahasa yang sangat kasual. Tapi jangan takut, meskipun bahasanya kasual, loe tidak akan menjumpai kata-kata yang kasar, SARA, porno, di sini.
Internet itu adalah sarana yang tepat untuk mengabarkan kebenaran Injil yang murni sampai ke ujung dunia. Makanya Bossss, kita harus bekerja sama nih. Kalo loe merasa diberkati, silakan berbagi sama temen-temen loe. Okeeh! Ciyuusss lhoo yah!
Dapatkan Renungan Virtue Notes Langsung ke Email Anda!
42:2 "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
42:3 Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
42:4 Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
42:5 Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
42:6 Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu."
Sering dalam hidup ini kita mengalami hal-hal yang tidak enak atau tidak sesuai dengan keinginan kita, seperti sakit, kecelakaan, bangkrut, dikhianati pasangan kita, diberhentikan dari pekerjaan, dan sebagainya. Ini suatu kenyataan hidup yang tidak dapat dimungkiri.
Seorang teman di kantor penulis pernah bercerita bahwa ia pernah kehilangan seluruh isi rumahnya karena dijarah oleh gerombolan massa pada saat kerusuhan Mei 1998. Dan hal itu mengakibatkan trauma yang mendalam dalam kehidupannya. Ia bertanya-tanya, “Mengapa semua itu terjadi?”, “Apa salahku?”, “Di mana TUHAN saat semuanya itu terjadi?” Tidak jarang juga orang yang sudah bekerja keras seumur hidupnya, tetapi tetap juga hidup susah dan miskin, sehingga akhirnya berkata “Ya memang sudah nasibku, seumur hidup jadi orang miskin”. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya.
Manusia dengan segala kemajuan ilmu dan teknologi, serta kemampuan antisipasinya selalu berusaha agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun kenyataannya, tidak semua aspek kehidupan bisa kita kuasai (Ams. 19:21). Ada hal-hal yang berada diluar kendali kita. Di sinilah TUHAN berkarya dengan segala misterinya. Sebagai ciptaan yang berakal budi, wajar jika kita berusaha menghindarkan segala bentuk bahaya dan berusaha semaksimal mungkin mendayagunakan potensi yang ada dalam diri kita, karena di alam ini berlaku hukum tabur tuai (Gal. 6:7). Tetapi jika toh bahaya itu datang juga, dan kita tidak mampu untuk mengubah atau menolaknya, maka kita harus belajar dengan rasa syukur dan jiwa yang besar untuk menerimanya. Bukankah semuanya terjadi atas seizin TUHAN? TUHAN jauh lebih tahu apa yang tepat untuk kita.
Dalam hal ini kita perlu belajar pada Ayub, yang meskipun diizinkan untuk mengalami penderitaan yang dahsyat dalam hidupnya, tetapi justru karenanyalah Ayub menemukan TUHAN dengan mengalaminya sendiri, bukan lagi kata orang. Dengan demikian beban penderitaan mental akan terasa jauh lebih ringan. "Aku tahu, bahwa ENGKAU sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-MU yang gagal,” kata Ayub (Ayb. 42:1).
TUHAN lah yang merancang segala sesuatu yang baik di alam ini, sedangkan kita wajib meresponinya dengan bertanggung jawab untuk kemuliaan-NYA. Yang terpenting adalah tetap berusaha menjadi sempurna seperti yang diinginkan-NYA, dan percaya bahwa semua yang terjadi merupakan cara TUHAN mendewasakan kita.
11:32 Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati."
11:33. Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan berkata:
11:34 "Di manakah dia kamu baringkan?" Jawab mereka: "Tuhan, marilah dan lihatlah!"
11:35 Maka menangislah Yesus.
11:36 Kata orang-orang Yahudi: "Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!"
11:37 Tetapi beberapa orang di antaranya berkata: "Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak, sehingga orang ini tidak mati?"
11:38 Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu.
11:39 Kata Yesus: "Angkat batu itu!" Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya: "Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati."
11:40 Jawab Yesus: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?"
11:41 Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku.
11:42 Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
11:43 Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: "Lazarus, marilah ke luar!"
11:44 Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi."
Pasti kita sudah akrab dengan kisah TUHAN Yesus membangkitkan Lazarus. Dalam kisah tersebut terdapat ayat yang dalam bahasa aslinya terpendek di seluruh Alkitab: “Maka menangislah Yesus” (ay. 35). Aslinya ditulis “ἐδάκρυσεν ὁἸησοῦς” (Edakrüsen ho Yēsūs). Mengapa Yesus menangis? Dengan pengertian yang benar, ayat yang terpendek ini akan menjadi ayat yang sangat kuat.
Penting diketahui, kata yang digunakan dalam ayat ini berbeda dengan kata yang digunakan untuk menggambarkan tangisan Maria dan orang-orang Yahudi (ay. 33). Di sana digunakan kata κλαίω (klaiō) yang artinya “menangis meraung-raung”. Sementara Yesus hanya meneteskan air mata (edakrüsen, dari akar kata δακρύω [dakrüō]), jauh dari kecengengan. Tetapi perlu diakui bahwa setegar-tegarnya TUHAN Yesus, IA pun mempunyai emosi yang bisa tersentuh dan sedih yang termanifestasi dalam tangisan. TentunyaIA tidak sedih karena kehilangan sahabat-NYA, karena IA sangat tahu bahwa IA akan segera membangkitkan Lazarus. Jadi mengapa?
Pertama, Yesus menangis karena IA teringat akan akibat dosa. Sebagai ALLAH Yang Kudus, IA benci terhadap dosa. Menyaksikan bagaimana dosa bisa merusak dan membunuh sangat menyedihkan bagi-NYA. Apakah kita merasakan hal ini juga, bagaimana dosa bisa merusak, dan membuat orang lain mati, bahkan mati tanpa pengenalan akan TUHAN yang benar, sehingga berakibat kebinasaan kekal?
Kedua, IA melihat ketidakpercayaan pada orang-orang yang dikasihi-Nya. IA telah mengatakan bahwa Lazarus akan bangkit, tetapi tidak ada yang percaya. Bahkan Maria, orang terakhir yang diharapkan-NYA untuk percaya, ternyata juga tidak percaya (ay. 32). Demikianlah, Yesus sedih jika kita tidak percaya kepada-NYA. Hati-NYA sakit menyaksikan kita menyangsikan kebenaran Injil-NYA, seperti kebaikan-NYA dalam segala hal, termasuk dalam penderitaan (Rm. 8:28).
Ketiga, IA melihat kemunafikan orang-orang Yahudi yang menangis meraungraung (ay. 33). Ini dibuktikan dengan penggunaan kata “masygul” (ἐμβριμάομαι, embrimaomai), artinya “marah terhadap kesalahan atau ketidakadilan”. Yesus sedih melihat praktik keagamaan yang munafik, yang tidak menyembah TUHAN dalam roh dan kebenaran, tetapi dalam daging dan kepalsuan.
Masihkah kita melakukan hal-hal yang membuat TUHAN meneteskan air mata-NYA? Masihkah kita terus berdosa? Masihkah kita tidak percaya kepada-NYA dan kepada Injil yang murni? Masihkah kita hanya menjadi Kristen agamawi, dan belum mau menyerahkan sepenuh hidup kita kepada-NYA? Bertobatlah.
10:34 "Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.
10:35 Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya,
10:36 dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.
10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.
10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.
10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
10:40 Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.
10:41 Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.
10:42 Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya."
Aktris Sigourney Weaver membantu gorila terlantar yang membutuhkan pertolongan melalui Pusat Rehabilitasi dan Pendidikan Konservasi Gorila atau Gorila Rehabilitation and Conservation Education (GRACE) Center yang sedang dibangun di Kongo dan akan beroperasi mulai Maret 2010. Sebuah film berjudul "Gorillas in the Mist" yang dibintangi Weaver memaksanya untuk 10 tahun meneliti tingkah hewan ini dan akhirnya memimpin sebuah lembaga konservasi ini. Gorila telantar yang berubah secara psikologis karena dikejar pemburu akan dirawat agar bisa menjadi gorila normal dan aspek fisik gorila. Memang tidak ada yang murah dan gratis dalam segala hal. Semua membutuhkan komitmen untuk menjadikannya.
Bukankah mengikut Kristus juga merupakan pertaruhan sepanjang hidup? Jadi jika tujuan kita mengikut Kristus masih supaya kita akan diberkati secara materi, keluarga bahagia dan hidup senang semata, sebaiknya kita menyimak bacaan hari ini dengan teliti, jujur, rendah hati dan mau dikoreksi. Sebab "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-KU, ia tidak layak bagi-KU", kata TUHAN, "Siapa tidak memikul salibnya dan mengikut AKU, ia tidak layak bagi-KU" dan "siapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya".
Alkitab tidak pernah mengajarkan Kekristenan yang setengah-setengah, sebab harga mati menjadi seperti Kristus adalah tidak mengasihi yang lain kecuali Kristus. Dalam bacaan ini Yesus tidak berbicara mengenai hal-hal yang lahiriah, seperti kita meninggalkan orang tua kita dan kemudian menginap di Gereja. SebaliknyaIA mengajarkan sikap batin yang menaruh TUHAN di hierarki tertinggi kehidupan dan melibatkan Kristus dalam seluruh aspek kehidupan, menjadikan-NYA tujuan hidup.
Persoalannya adalah bagaimana caranya? Seperti komitmen Weaver menggunakan waktunya untuk menolong gorila, kita juga harus berkomitmen untuk mengambil porsi waktu kita yang terbaik untuk belajar mengenal Kristus dan Kerajaan-NYA. Jika kita mengatakan "tidak ada waktu", itu artinya kita tidak mempunyai komitmen, sebab kita pasti mempunyai waktu untuk hak-hal yang kita anggap penting. Buatlah check list dengan jujur, jika kita diberi 24 jam oleh TUHAN, berapa jam kita dalam pimpinan-NYA? Tambatkanlah hati kita kepada TUHAN, setelah itu TUHAN yang akan berproses melalui Roh Kudus-NYA dalam diri kita. Sehingga di manapun kita berada, baik di Gereja, di kantor, di rumah, maupun di mal atau di kafe, IA selalu mendidik kita untuk semakin mengerti kehendak-NYA.
4:7 Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.
4:8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya
Selayaknya sebuah perlombaan lari maraton dalam sebuah olimpiade, maka sang pemenang dengan catatan waktu tercepat dan menempuh jarak. 42, 195 km untuk mencapai garis finish akan menerima penghargaan atas prestasinya itu, medali emas, dan mahkota khas olimpiade. Sebagai anak-anak TUHAN kita juga diikutsertakan-NYA dalam pertandingan yang wajib bagi kita (Ibrani 12 : 1). Dan TUHAN Yesus mengikutsertakan kita ke dalam pertandingan ini bukan hanya untuk memulainyan tetapi yang terpenting, untuk mengakhirinya dengan baik.
Dalam hal ini, Rasul Paulus memberi teladan kepada kita. Pertama, ia mengatakan bahwa ia telah mengakhiri pertandingan dengan baik. Maksudnya, ia telah menang dalam perjuangannya melawan iblis, dunia, dosa, dan kedagingan. Kedua, ia telah mencapai garis akhir. Ia telah mencapai tujuan akhir dalam maraton hidup, menjalankan kehendak TUHAN. Kekristenan bukanlah lari sprint (jarak pendek), melainkan maraton. Sebagai perlombaan lari jarak jauh (42, 195 km), pelari maraton membutuhkan stamina yang sangat tinggi, latihan yang sangat berat, dan kegigihan yang luar biasa. Ketiga, Paulus telah memelihara iman. Ia tetap setia kepada Majikan Agungnya dan Injil yang murni, sesuai yang diikrarkannya.
Sebagai hadiahnya, TUHAN telah menyediakan mahkota kebenaran (ayat 8). Dan itu bukan hanya untuk Paulus, melainkan untuk kita juga, asalkan kita merindukan kedatangan TUHAN, yang dibuktikan dengan mengikuti teladan Paulus : Dengan gigih dan pantang menyerah terus berlari hingga kita mengakhiri pertandingan dengan baik, mencapai garis akhir dan memelihara iman.
13:44. "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.
13:45 Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah.
13:46 Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu."
Sebagaimana kita tidak boleh terikat dengan TUHAN hanya pada waktu di Gereja, demikian pula kita tidak boleh tidak terikat dengan dunia hanya pada wakti di kebaktian, melainkan sepanjang waktu usia kita di bumi ini. Ketidakterikatan dengan dunia bukan karena kita tidak menjadi pengusaha; ketidakterikatan dengan dunia bukan karena kita sedang beribadah di gedung Gereja; tetapi ketidakterikatan dengan dunia harus selalu menjadi prinsip kita di segala tempat, segala waktu. Jika seseorang sebenarnya memiliki kesempatan untuk terikat dengan sesuatu (kesedihan, kekuatiran, kesenangan, harta, tahta, pria tampan/wanita cantik, kedudukan, gelar, hawa nafsu, dll) tetapi ia menolaknya dan mengarahkan kehendak bebasnya untuk melakukan apa yang TUHAN kehendaki, berarti ia serius untuk tidak terikat dengan ikatan lain selain dengan TUHAN saja.
Berarti terhindar dari segala keterikatan bukan berarti 'menghilang' dari dunia, tetapi apakah kita mau memilih untuk berkata TIDAK pada segala tawaran dunia dan keinginan diri, dan berkata IYA untuk segala kehendak BAPA. Apakah kita mau meninggalkan keterikatan, berani menukarkannya dengan kekayaan Kerajaan Surga seperti yang diceritakan Yesus? Melepaskan keterikatan adalah persoalan hati, bukan persoalan fisik atau apa yang kelihatan di mata manusia.
Kekristenan kita memuaskan hati TUHAN kalau kita dapat menjadi satu Roh dengan DIA. Ini sebuah harta yang lebih dari segala kekayaan dan harta yang dapat kita miliki. Ini masalah batin. Itulah sebabnya Kekristenan tidak hanya bagian dari hidup kita, tetapi seluruh kehidupan kita. Carilah dahulu Kerajaan ALLAH.
27:1. Dari Daud. TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?
27:2 Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh.
27:3 Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itupun aku tetap percaya.
27:4 Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.
27:5SebabIa melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu.
27:6 Maka sekarang tegaklah kepalaku, mengatasi musuhku sekeliling aku; dalam kemah-Nya aku mau mempersembahkan korban dengan sorak-sorai; aku mau menyanyi dan bermazmur bagi TUHAN.
27:7. Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku!
27:8 Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku"; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.
Ciri-ciri orang yang belajar hidup dalam pemerintahan TUHAN adalah selalu mencari kehendak TUHAN untuk dilakukan, bergantung kepada TUHAN sebagai andalan hidupnya, dan terus-menerus mencari wajah-NYA.
Sebelum kita mengenal pemerintahan TUHAN, kita dulu hidup sesuka hati. Diri kita sendirilah yang menjadi tuan atas hidup kita. Tetapi setelah kita menjadi orang percaya dan sadar bahwa kita harus hidup dalam pemerintahan TUHAN, maka kita harus sudah mulai mencari kehendak TUHAN untuk dilakukan. Untuk itu kita akan bertindak lebih hati-hati. Pada dasarnya keyakinan akan pemerintahan TUHAN dan kekuasaan-NYA di balik kekuatan dan pemerintahan yang tidak kelihatan bukanlah bertujuan agar kita bisa memanfaatkan TUHAN untuk kepentingan kita, tetapi merupakan modal untuk hidup dalam pemerintahan TUHAN di Kerajaan-NYA nanti.
Kita bergantung kepada TUHAN sebagai andalan hidup kita. Kita hidup di bawah bayang-bayang pemerintahan ALLAH yang menaungi kita. Keyakinan akan pemerintahan TUHAN memberi kekuatan batin yang hebat dalam keadaan-keadaan kita yang sulit, yang kita hadapi hari ini dan sekaligus memberi pengharapan hari esok, baik selama kita meniti perjalanan hidup di dunia ini maupun sesudahnya. Seperti Daud yang mengatakan, "Kepada siapakah aku harus takut? ... Kepada siapakah aku harus gemetar?" (ayat 1).
Keyakinan bahwa ada pemerintahan TUHAN di balik kekuatan manusia ini akan menjadikan hidup kita digerakan oleh kesadaran, bahwa ada ALLAH yang hidup yang menentukan segala perkara. Ini berarti bahwa TUHAN lah yang menaungi segala sesuatu. Kesadaran ini akan nyata dalam sikap hidup kita yang selalu merendahkan diri di hadapan-NYA untuk bergantung dan berharap sepenuhnya kepada kehendak TUHAN dalam segala sesuatu.
Seperti Daud yang selalu berusaha mencari wajah TUHAN (ayat 8), orang yang hidup dalam pemerintahan TUHAN akan selalu mencari wajah-NYA. Jadi marilah kita terus menerus mencari TUHAN dengan sungguh-sungguh. Bagi kita, kehidupan ini tidak lengkap tanpa TUHAN. Segala kesanggupan, kemampuan dan kecakapan kita tidak ada artinya tanpa TUHAN yang menaunginya. TUHAN yang menentukan segala sesuatu (1 Samuel 2 : 6-7). Menyadari hal ini hendaknya kita semakin merendahkan diri di hadapan TUHAN.
14:15. Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat.
14:16 Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering.
14:17 Tetapi sungguh Aku akan mengeraskan hati orang Mesir, sehingga mereka menyusul orang Israel, dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya, keretanya dan orangnya yang berkuda, Aku akan menyatakan kemuliaan-Ku.
14:18 Maka orang Mesir akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, apabila Aku memperlihatkan kemuliaan-Ku terhadap Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda."
14:19 Kemudian bergeraklah Malaikat Allah, yang tadinya berjalan di depan tentara Israel, lalu berjalan di belakang mereka; dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka.
14:20 Demikianlah tiang itu berdiri di antara tentara orang Mesir dan tentara orang Israel; dan oleh karena awan itu menimbulkan kegelapan, maka malam itu lewat, sehingga yang satu tidak dapat mendekati yang lain, semalam-malaman itu.
14:21. Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu.
14:22 Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.
14:23 Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka--segala kuda Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda--sampai ke tengah-tengah laut.
14:24 Dan pada waktu jaga pagi, TUHAN yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada tentara orang Mesir, lalu dikacaukan-Nya tentara orang Mesir itu.
14:25 Ia membuat roda keretanya berjalan miring dan maju dengan berat, sehingga orang Mesir berkata: "Marilah kita lari meninggalkan orang Israel, sebab Tuhanlah yang berperang untuk mereka melawan Mesir."
14:26 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang mereka yang berkuda."
14:27 Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, maka menjelang pagi berbaliklah air laut ke tempatnya, sedang orang Mesir lari menuju air itu; demikianlah TUHAN mencampakkan orang Mesir ke tengah-tengah laut.
14:28 Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka.
TUHAN menghendaki agar kita membangun Kerajaan TUHAN atau menghadirkan Kerajaan TUHAN, artinya suasana pemerintahan ALLAH harus hadir dalam hidup kita. Karena itu kita harus membiasakan diri memercayai TUHAN dan pemerintahan-NYA yang tidak kelihatan secara kasat mata.
TUHAN melatih bangsa Israel untuk mengenal TUHAN, kekuatan, dan pemerintahan-NYA. Melalui pengalaman di tepi laut Teberau, TUHAN menunjukkan kehadiran kuasa dan pemerintahan-NYA. Ketika laut Teberau terbelah, mata mereka tercelik untuk melihat kuasa pemerintahan ALLAH. TUHAN juga membiarkan orang-orang Mesir mengejar mereka ke tengah laut yang terbelah, sehingga orang-orang Mesir dicampakkan-NYA ke tengah laut ketika air laut itu berbalik. Di sini tampak fakta pemerintahan dan kedaulatan TUHAN dalam hidup bangsa Israel.
Menjadi orang percaya berarti kita menjadi manusia yang hidup dalam pemerintahan TUHAN. Ternyata untuk memiliki keyakinan yang benar mengenai hal ini bukan sesuatu yang mudah, sebab pemerintahan TUHAN ini tidak kelihatan. Kita sudah terbiasa memercayai apa yang kelihatan. Banyak orang beranggapan bahwa keyakinan ini hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang berkarunia khusus, padahal kenyataannya tidak. Keyakinan ini merupakan hal biasa yang memang harus dimiliki oleh setiap orang percaya. Untuk ini kita harus mengembangkan keyakinan tersebut.
Untuk mengembangkan keyakinan itu, kita harus membangun suasana jiwa yang dikuasai oleh kerinduan terhadap perkara-perkara surgawi yaitu penghargaan kepada nilai-nilai kekekalan. Untuk ini TUHAN Yesus berkata, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi... Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di Surga" (Matius 6 : 19-20). Banyak orang salah mengerti terhadap maksud ayat ini. Sekilas ayat ini pengertiannya mudah, tetapi sebenarnya tidak. Maksud ayat ini adalah bahwa kita harus melatih diri tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Keterikatan terhadap hal-hal duniawi membuat kita tidak menghargai nilai-nilai kekekalan. Dan tidak menghargai nilai-nilai kekekalan berakibat kita tidak memercayai pemerintahan TUHAN yang tidak kelihatan.
SebagaimanaIA pernah menghadirkan pemerintahan-NYA di tengah umat Israel, IA ingin kita menghadirkan pemerintahan-NYA itu dalam hidup kita. Caranya dengan percaya kepada-NYA, taat kepada Firman-NYA, dan mempunyai cara hidup sebagaimana layaknya seorang ahli waris Kerajaan Surga.
6:10datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
BungKarno, presiden pertamaIndonesia, mempunyai gelar Pemimpin BesarRevolusi. Ia pernah mengatakan, "Revolusi tidak pernah selesai" dan mengajak bangsaIndonesiaterus mengadakan revolusi -perubahan besar dalam waktu singkat- dalam membangun kekuatan baru. Sesuatu yang jarang kita dengar dewasa ini, karena dewasa ini yang lebih didengungkan adalah reformasi.
Kalimat "Datanglah Kerajaan-MU" dalam Doa Bapa Kami yang diajarkanTUHAN Yesussesungguhnya memanggil kita untuk hidup dalam pemerintahan ALLAH. "Datanglah Kerajaan-MU" mengandung panggilan untuk hidup sebagai anak-anak Kerajaan ALLAH. Ini menunjuk panggilan untuk mewujudkan Pemerintahan Kerajaan tersebut dalam hidup pribadi secara individu dan manusia pada umumnya. Seseorang yang hidup dalam pemerintahan Kerajaan TUHAN pasti bergaya hidup berbeda dengan anak-anak dunia yang tidak ber-KerajaanSurga. Karena itu ciri utama kehidupan orang percaya adalah perubahan. Perubahan inilah yang membuat seseorang berbeda dengan dunia, dan tergiring menjadi semakin sempurna.
Idealnya, sehubungan dengan singkatnya waktu hidup kita di dunia ini, sebisa mungkin perubahan besar ini terjadi dengan cepat atau revolusioner. Ini mungkin jika kita bersungguh-sungguh, tetapi TUHAN tidak memaksa. Ini tergantung respons setiap individu. Apakah kita mau berubah secara revolusioner atau tidak, tergantung kehendak bebas masing-masing orang. Tetapi seperti Bung Karno mengajakIndonesiamelakukan revolusi dalam membangun kekuatan barunya, sebaiknya kita mau berubah secara revolusioner, karena dunia ini semakin jahat dengan cepatnya.
Kata revolusi ini sebenarnya agak riskan bila digunakan dalam area teologia Kristen, tetapi berhubung membahas konteks sebuah perubahan hidup secara praktis, maka kata ini terpaksa digunakan. Kata revolusi ini berasal dari kata Inggris "revolution" yang artinya "penggulingan pemerintahan atau sistem politik untuk kemudian mendirikan sistem baru" atau "perubahan yang luas dan dramatis". Bila kata revolusi ini dikenakan dalam kehidupan orang percaya maksudnya adalah untuk menjelaskan realitas perubahan kehidupan orang percaya. Kita menggulingkan pemerintahan "si aku" dan menggantikannya dengan pemerintahan TUHAN atas kehidupan kita. Perubahan ini mutlak harus terjadi dalam kehidupan setiap orang yang ditebus oleh darah Yesus, sebab orang yang telah ditebus oleh darah Yesus menjadi milik TUHAN. Karena TUHAN yang memilikinya, maka pemerintahan kehidupannya harus di bawah otoritas TUHAN, sehingga kita bisa berkata "Datanglah Kerajaan-MU".
3:8 Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu,
Lukas 16 : 11-12
16:11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
16:12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
Apakah yang dimaksud dengan kemiskinan itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, miskin artinya "tidak berharta benda; serba berkekurangan". Jika diperluas, miskin artinya "tidak atau kurang berharta benda, sehingga merasa berkekurangan". Lalu timbul pertanyaan, apa maksud "harta" di sini dan apa ukurannya? Tentu harta menyangkut uang, aset dalam bentuk tanah, sawah dan rumah, mobil, perhiasan, saham dan lain sebagainya, semua yang bersifat materi.
Dengan pengertian seperti itu, maka kemiskinan dan kekayaan menjadi relatif. Sebab dalam kehidupan, perasaan cukup atau berkekurangan itu sangat relatif, subjektif bagi setiap orang. Ada orang yang sudah merasa cukup dengan pakaian kelas pasar tradisional, tetapi orang lain belum merasa cukup kalau belum mengenakan pakaian kelas mal mewah. Ada orang yang merasa cukup dengan tempe dan tahu, tetapi ada juga yang belum merasa cukup bila belum menyantap daging. Ada orang yang merasa cukup dengan rumah seluas 100 meter persegi, tetapi ada juga yang mempunyai rumah seluas 1000 meter persegi pun masih merasa kurang.
Sesungguhnya kalau kita mempelajari konsep harta dari sudut pandang Alkitab, maka kita ternyata memang miskin dan tidak memiliki apa-apa, karena semua yang ada di bumi ini adalah fana/tidak abadi, dan semua yang ada pada kita adalah milik TUHAN. Jadi yang namanya harta Alkitabiah bukanlah hal materi.
Efesus 3 : 8 berbicara mengenai kekayaan Kristus yang tidak terduga. Di dalam Kristus yang merupakan inti berita Injil terdapat kekayaan yang tidak terduga (to aneksikhniaston tu Khristu). Selama ini banyak orang memandang Kristus hanya sebagai pribadi yang menyelamatkan manusia dari neraka, tetapi tidak sungguh-sungguh menghayati arti karya keselamatan-NYA. Akibatnya orang tidak memandang Kristus sebagai yang termulia dan sebagai kekayaan yang tak ternilai.
Kristus adalah kekayaan kita, maksudnya di dalam DIA kita memperoleh milik yang nilainya lebih dari segala sesuatu yang dapat kita terima dari dunia sekarang ini. Milik itu adalah sesuatu yang nyata, yang dapat dinikmati baik di dunia hari ini maupun di dunia yang akan datang. Inilah sebenarnya harta yang sesungguhnya (Lukas 16 : 11). Kata "harta yang sesungguhnya" di sini adalah 'alethinos' berkaitan dengan 'alethia', kebenaran. Kalau kebenaran Firman TUHAN dipahami dengan benar dan mewarnai jiwa lalu dilakukan, maka itu akan menjadi harta kita sendiri (Lukas 16 : 12). Warna jiwa atau kualitas jiwa yang berpusat pada kebenaran Firman TUHAN sejati inilah yang menjadi harta abadi, baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang.
5:13. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
5:14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.
5:15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.
5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Semua profesi dan kegiatan adalah pelayanan, tempat kita melakukan panggilan-NYA. Semuanya adalah murni pelayanan dan harus kita terima sebagai sesuatu yang rohani, kudus dan mulia. Bukan hanya para rohaniwan dan pejabat Gereja saja yang memiliki panggilan untuk melayani TUHAN. Sebagai karyawan atau pengusaha yang berkiprah di bidang masing-masing pun kita memiliki kesempatan besar yang sama untuk mewujudkan panggilan ini.
Panggilan-NYA adalah menjadi garam dan terang dunia, sekaligus pembawa damai. Garam bersifat mengawetkan, mencegah kerusakan dan korupsi. Terang memancarkan cahaya sejati Kristus. Jadi kita harus turut berperan dalam mewujudkan Kerajaan ALLAH hadir di bumi, dalam kehidupan kita masing-masing. Dengan itu orang akan melihat terang kita sehingga banyak orang yang diselamatkan (ayat 16).
Memang tidak mudah mewujudkan hal ini, karena kita sering terjebak di antara idealisme atau kebutuhan. Di antara kejujuran dan korupsi. Bukankah banyak orang yang menyebutkan dirinya Kristen tetapi rela mencuri, korupsi, menipu atau melakukan segala praktik lain yang bertentangan dengan etika kehidupan anak-anak ALLAH demi pemenuhan kebutuhan hidupnya?
Untuk mewujudkan panggilan kita menjadi garam dan terang dunia ini, kita diingatkan akan nasihat, "Kejarlah kekudusan" (Ibrani 12 : 14). Kudus berarti dipisahkan dari yang lain, atau berbeda dari yang lain. Di singkatnya umur hidup kita ini, sebagai umat yang kudus, kita tidak hanya sekedar berkiprah di bidang kerja yang kita gumuli, tetapi itu juga adalah ladang TUHAN di mana kita menemukan tempat kita berbakti kepada-NYA. Kita bukan saja disebut sebagai karyawan, pengusaha atau profesional, tetapi sebagai hamba-hamba TUHAN. Jadi sebutan "hamba TUHAN" bukan hanya bagi mereka yang berpredikat pastor, pendeta, penginjil, evangelis atau rohaniwan lain, tetapi bagi setiap orang percaya yang telah ditebus oleh darah Yesus, yang dikuduskan untuk hidup dalam pengabdian kepada TUHAN.
Untuk itu yang harus diperbarui adalah pengertian kita mengenai hidup berikut motivasinya. Jangan terjebak antara idealisme dan kebutuhan, tetapi jadikanlah hidup ini untuk mengabdi bagi Kerajaan BAPA. Tempat di mana kita mencari nafkah adalah laboratorium TUHAN, sekolah kehidupan yang efektif menggarap kita menjadi hamba-hamba-NYA, yaitu garam dan terang dunia menuju kesempurnaan. Sambil menyelam minum air, sambil mencari nafkah kita bertumbuh dewasa.
12:7 Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.
12:8 Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.
12:9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
12:10 Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
Begitu banyak manusia yang tidak cerdas di hadapan TUHAN saat ini. Mereka tidak mengerti apa artinya hidup itu. Mereka hanya mau mengejar kebutuhan hidupnya sendiri menurut ukuran dunia, dan tidak mau belajar di hadapan TUHAN. Padahal yang perlu direnungkan bagi umat TUHAN adalah, "Sudahkah kita memberi diri dibentuk TUHAN untuk menjadi pribadi yang dilayakkan menjadi anggota Kerajaan ALLAH, hari ini dan masa depan?"
Teladan yang paling jelas bagi kita adalah ketika TUHAN membiarkan duri dalam daging melekat dalam diri Paulus. Ini di satu sisi menjadi penderitaan bagi Paulus, namun di sisi yang lain menjadi alat pengendali supaya Paulus tidak menjadi sombong. Sekalipun Paulus sudah memohon berulang kali kepada TUHAN agar "utusan iblis" -mungkin penyakit- itu mundur dari dirinya, tetapi TUHAN tidak mengabulkan doanya (ayat 8). TUHAN mengizinkan duri dalam daging itu tetap menetap menjadi sesuatu yang menyakitkan dan tidak menyenangkan bagi Paulus. Sebagai jawaban atas doa Paulus, TUHAN memberi anugerah, yaitu kesanggupan untuk memikulnya atau bertahan dalam kehidupan yang memuat duri dalam daging (ayat 9). Ini terjadi agar Paulus terhindar dari neraka kekal.
Dalam kehidupan tokoh-tokoh iman juga terdapat semacam duri dalam daging untuk membuat mereka dewasa dan sempurna. Abraham kehilangan kesenangannya tinggal di Ur-Kasdim, tetapi tidak pernah menemukan tempat tinggal yang tetap sebagai gantinya (Ibrani 11 : 13-16). Ia hanya merindukan Kerajaan-NYA. Yusuf kehilangan kesenangannya tinggal dengan ayah yang sangat mengasihinya, kehilangan harga diri, menjadi budak bahkan nama baik karena fitnah nyonya Potifar ( Kejadian 37 - 39). Akhirnya ia menjadi penguasa yang bijak dan menyelamatkan banyak orang. Musa harus meninggalkan kesenangannya sebagai pangeran Mesir dan menjadi gembala domba (Keluaran 2-3). Barulah ia dapat menjadi pemimpin besar. Ayub harus kehilangan seluruh harta dan anak-anaknya, bahkan dikhianati oleh istrinya sendiri (Ayub 1-2). Barulah ia menjadi seperti emas murni dan mengenal TUHAN dari pengalaman pribadinya sendiri.
Yang mau ditekankan di sini adalah kesulitan, kesukaran, pergumulan yang dihadapi seseorang selalu dipakai TUHAN untuk membentuk anak-anak kesayangan-NYA. Jadi adakah semacam duri dalam daging dalam diri kita? Jika ada dan TUHAN membiarkannya, berarti IA ingin menggunakannya agar kita dibentuk-NYA menjadi dewasa dan sempurna, layak menjadi anggota Kerajaan ALLAH. Seperti jawaban TUHAN kepada Paulus, IA tetap memberi kesanggupan bagi kita untuk menanggungnya, jadi terimalah pembentukan itu dengan kerelaan hati. Jika kita lemah, maka kita kuat, karena IA menguatkan kita.
3:7 Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.
3:8 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,
3:9. dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.
3:10 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,
3:11 supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.
Tidak ada urusan lain yang lebih utama, lebih penting dan lebih besar daripada usaha untuk menjadi sempurna (Matius 5 : 48). Jika kita menganggap TUHAN mau mengurusi masalah-masalah kita yang kita anggap penting, itu keliru, sebab yang diinginkannya hanyalah menggarap kita agar kita menjadi sempurna. Kita harus berani menganggap hal-hal lain tidak penting di hadapan TUHAN.
Rasul Paulus memberikan teladan yang luar biasa. Ia berani melakukan barter, melepaskan segala sesuatu untuk memperoleh Kristus. Segala hal yang dulu dianggapnya keuntungan dianggapnya sebagai kerugian dan sampah demi pengenalan akan Kristus. Ia rela barter demi mencapai kesempurnaan. Memang tindakan barter ini tidak mungkin dihindari oleh orang yang mau sempurna di dalam TUHAN. Panggilan TUHAN Yesus agar kita menjadi sempurna merupakan tantangan bagi kita untuk melepaskan segala sesuatu, agar proses penggarapan TUHAN dalam hidup kita tidak terhambat atau terganggu. Dalam hal ini TUHAN menuntut sesuatu yang sangat tidak menyenangkan bagi manusia, yaitu kesediaan untuk meninggalkan percintaan dengan dunia.
Perkataan TUHAN Yesus, "Kamu harus sempurna" juga merupakan sebuah janji yang luar biasa. Di balik pernyataan ini TUHAN mau menjamin adanya kemungkinan orang percaya menjadi sempurna. Jadi sebenarnya, tidak ada level yang pernah dicapai oleh seseorang yang tidak mungkin kita capai. TUHAN memberi peluang kepada setiap orang untuk mengembangkan kualitas hidup ini setinggi-tingginya. Ia menjanjikan kita hidup yang berkelimpahan, artinya hidup yang berkualitas tinggi, kembali seperti awal manusia didesain ALLAH (Yohanes 10 : 10).
Pernahkah kita berpikir, manusia macam apa desain awal ALLAH itu? Kesempurnaan bukan sesuatu yang bisa diukur dengan angka, tetapi bagaimanapun TUHAN memiliki konsep atau persepsi mengenai kesempurnaan. IA hendak membawa kita kepada ukuran-NYA. Sebagaimana Abraham tidak tahu negeri yang dituju, tetapi ia tahu yang terpenting ialah taat dari waktu ke waktu, demikian pula kita taat dari waktu ke waktu sampai kita mengerti gambaran Anak ALLAH yang menjadi teladan kita. Ketaatan itu dimulai dari kesediaan kita untuk melakukan barter : Melepaskan segala segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak TUHAN, dan mengenakan kebenaran Firman TUHAN secara menyeluruh dalam hidup kita sebagai gantinya.