Renungan Harian Virtue Notes, 21 Oktober 2011
Dua Anak Hilang
Bacaan: Lukas 15: 11-32
15:11 Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.
15:12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.
15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.
15:14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat.
15:15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.
15:16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya.
15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
15:21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.
15:22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.
15:23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.
15:24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.
15:26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.
15:27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.
15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.
15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.
15:30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
15:31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.
15:32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Perumpamaan mengenai anak yang hilang sering dikhotbahkan kurang lengkap. Biasanya para pembicara hanya mengajarkan tentang si anak bungsu yang terhilang, namun sesungguhnya bukan hanya satu anak yang hilang, melainkan dua. Si sulung pun terhilang dan durhaka terhadap ayahnya.
Kita sering kurang memperhatikan perumpamaan ini dengan rinci. Memang si anak bungsu berlaku jahat terhadap ayahnya secara nyata, tetapi kita tidak bisa menganggap si sulung sebagai anak yang baik. Ia tidak kalah kurang ajarnya terhadap sang ayah yang seharusnya dihormati secara pantas. Kita perlu menyoroti sikap hati si sulung yang tampak dari sikap dan pernyataan bibirnya. Ia menunjukkan kemarahan di depan orang tuanya, sikap tidak sopan yang seharusnya tidak dilakukan olehnya. Kemarahan si sulung tersebut menunjukkan bahwa ia merasa perasaannya berhak dilayani. Ini setara dengan adiknya yang merasa berhak dagingnya dilayani atau dipuaskan. Kalau si adik lebih memperhatikan kebutuhan tubuhnya, si kakak lebih memperhatikan kebutuhan jiwanya.
Si sulung ini bisa menjadi gambaran orang-orang beragama yang tampak saleh tetapi sebenarnya salah. Banyak orang beragama yang keadaan batinnya seperti si sulung: santun dan beretika, tetapi perasaannya belum disalibkan. Secara lahiriah mereka bukan orang berdosa dan bukan tidak bermoral, tetapi di dalamnya, manusia batiniahnya rusak. Kerusakan itu tersebut termasuk menghargai diri terlalu tinggi, hasrat dihormati, dan mendapatkan kesenangan dengan meraih apa pun.
Hari ini orang-orang seperti si sulung tersebut tidak sedikit jumlahnya, bisa-bisa merupakan bilangan yang terbanyak dalam lingkungan orang beragama. Watak si sulung ini terdapat di bagian terdalam yang tersembunyi dalam kehidupan kita; bahkan kadang-kadang kita sendiri tidak mengenalinya karena kita merasa diri kita baik-baik saja. Inilah yang disebut ego, atau si Aku.
Pemberesan si Aku ini membutuhkan kebenaran Firman yang kuat, yang disampaikan oleh pemberita Firman yang jujur, dan diterima oleh penerima yang jujur dan cerdas pula. Firman Tuhan mengatakan, “Hati adalah bagian paling licik lebih dari segala sesuatu; bila hatinya sudah membatu, siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yer. 17:9). Kata membatu adalah Ă¢nash yang artinya tidak dapat disembuhkan; seperti hati yang serosis. Kalau kebenaran terus-menerus ditolak, maka hati seseorang bisa membatu. Kalau hari ini kita ditegur oleh kebenaran ini, jangan keraskan hati kita, sebab seperti si sulung, kita bisa terhilang.
Kita harus membereskan si Aku, menyalibkan perasaan kita.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar