Renungan Harian Virtue Notes, 31 Oktober 2011
Proses Panjang
Bacaan: Kejadian 3: 1-7
3:1 Adapun ular
3:2 Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman
3:3 tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.
3:4 Tetapi ular itu berkata kepada perempuan
3:5 tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah
3:6 Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati
3:7 Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang
Kalau kita hendak menemukan makna yang lebih dalam daripada sekadar kebenaran historis dari kisah yang sangat sederhana mengenai Adam dan Hawa yang makan buah pengetahuan yang baik dan jahat, maka kita harus berani mengesampingkan dulu fakta harfiah kisah tersebut.
Untuk itu tidak penting kita persoalkan apakah buah itu apel atau persik; apakah warnanya merah atau jingga; bentuknya bulat atau lonjong. Yang terpenting untuk kita tangkap dalam cerita tersebut adalah kesediaan manusia untuk menghormati Tuhan atau memberontak seperti malaikat yang jatuh. Buah tersebut merupakan pilihan, apakah manusia bersedia hidup dalam tuntunan Bapa sehingga mengerti apa yang baik dan jahat dari perspektif Bapa, atau mengetahui apa yang baik dan jahat dalam perspektif yang lain. Rupanya manusia memilih untuk mengetahui apa yang baik dan jahat dalam perspektif yang salah, sehingga melihat segala sesuatu dengan cara yang salah. Ini ditunjukkan dengan perasaan malu atas ketelanjangan mereka (ay. 7) yang seharusnya bukan sesuatu yang memalukan. Kerusakan manusia pada mulanya bukan pada perubahan fisik, tetapi cara ia memandang sesuatu.
Juga ada pertanyaan sederhana yang patut dikemukakan: apakah dengan sekali makan buah itu, maka seketika itu juga pikirannya berubah? Jika kita menganggap pikiran manusia berubah sebagai kejadian sekejap, maka terdapat unsur mistis yang sangat kuat. Ini sangat tidak logis, karena faktanya kita melihat bahwa manusia tidak bisa baik mendadak atau jahat mendadak. Keputusan seseorang ditentukan oleh pertimbangannya yang terbentuk dari perjalanan panjang hidupnya. Jadi sangat besar kemungkinan keputusan manusia memilih memberontak kepada Bapa melalui sebuah proses panjang. Ini bisa diterima secara logika sebagai hal alami.
Dalam ay. 6 digambarkan bagaimana Hawa melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagi pula menarik hati karena memberi pengertian. Dari ayat ini dapatlah disimpulkan bahwa Hawa sudah memiliki pengertian terhadap buah itu, karena ia bisa menilainya sebagai baik untuk dimakan dan menarik sebab memberi pengertian. Apakah kejadian itu hanya melibatkan sekali peristiwa dan dengan sekejap mengubah jalan hidup manusia? Bukan tidak mungkin bahwa itu merupakan proses panjang, namun untuk konsumsi bangsa Israel ribuan tahun yang lalu, disederhanakan dalam tulisan yang singkat. Di sini kita melihat bahwa Taman Eden merupakan taman pergumulan manusia, antara memilih apa yang baik menurut Tuhan dan baik menurut yang lain.
Sangat logis bila kejatuhan manusia ke dalam dosa bukan sekadar kejadian sekejap, melainkan melalui proses panjang.
Diadaptasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.