Renungan Harian Virtue Notes, 6 Oktober 2010
Kepercayaan Yang Berdasar
Bacaan : 2 Timotius 1 : 12
1:12 Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.
Kadang-kadang ada pedagang yang merasa kurang nyaman apabila seorang distributor memberi barang kepadanya untuk dijual begitu saja tanpa jaminan apa pun. Atau ada juga orang yang merasa kurang nyaman apabila ada orang yang meminjamkan uang dalam jumlah besar kepadanya tanpa jaminan apa pun. Ini karena orang yang baik bisa merasa tidak enak, bagaimana orang lain bisa begitu percaya kepadanya.
Orang ingin agar kepercayaan orang lain kepadanya memiliki landasan dan tidak asal percaya saja. Maka kepercayaan yang benar adalah kepercayaan yang berdasar, memiliki landasan. Contoh jaminan di atas bisa terjadi pada pada hubungan antara dua orang yang tidak terlalu dekat, karena jaminanlah yang bisa menjadi landasan kepercayaan tersebut. Tetapi di antara dua orang sahabat biasanya jaminan apa pun tak diperlukan, sebab pengenalan di antara keduanya dalam persahabatan sudah cukup menjadi landasan kepercayaan. Kalau seseorang meminjamkan uang kepada sahabatnya, lalu orang lain bertanya kepadanya, “Mengapa kamu begitu percaya kepadanya? Bagaimana kalau ia tidak mengembalikan uangmu?” Dengan yakin ia menjawab, “Saya sudah mengenalnya. Dia sahabatku. Kami saling memercayai.”
TUHAN pun bisa bertanya kepada kita, “Mengapa kamu percaya kepada-KU? Apa dasarnya kamu percaya kepada-KU?” Dalam hal ini bukan berarti TUHAN mau memberikan jaminan secara lahiriah supaya kita dapat menaruh percaya kepada-NYA, tetapi IA menghendaki agar kita memercayai-NYA dengan landasan yang mantap, yaitu pengenalan akan DIA. Alkitab mengatakan, dari pendengaran akan Firman Kristus—yaitu Injil—terbangunlah iman (Rm. 10:17), karena iman berasal dari pengenalan yang benar akan DIA.
Maka tidak perlu kita ragu untuk memberi diri melayani TUHAN secara all out, mempertaruhkan segala yang ada pada kita. Jika ada yang bertanya, “Mengapa kamu begitu beraninya berbuat demikian bagi TUHAN?” jawablah, “Aku mengenal DIA. Aku tahu kepada siapa aku percaya; satu-satunya ALLAH Yang Benar.” Kepercayaan seperti inilah kepercayaan yang berkualitas, bukan kepercayaan ikut-ikutan, seperti yang kita lihat dalam kehidupan banyak orang Kristen lain. Kepercayaan kita harus dibangun dari pengenalan yang cukup dan juga benar akan TUHAN serta terus bertumbuh. Semakin bertumbuh pengenalan kita tersebut, iman kita pun semakin berkualitas. Ini tidak bisa terjadi secara otomatis hanya oleh karunia, tetapi juga oleh kerja keras kita, yaitu usaha mengenal TUHAN melalui berbagai sarana yang sudah dipersiapkan TUHAN.
Kepercayaan yang berkualitas adalah yang didasarkan pada pengenalan akan TUHAN.
Kepercayaan Yang Berdasar
Bacaan : 2 Timotius 1 : 12
1:12 Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.
Kadang-kadang ada pedagang yang merasa kurang nyaman apabila seorang distributor memberi barang kepadanya untuk dijual begitu saja tanpa jaminan apa pun. Atau ada juga orang yang merasa kurang nyaman apabila ada orang yang meminjamkan uang dalam jumlah besar kepadanya tanpa jaminan apa pun. Ini karena orang yang baik bisa merasa tidak enak, bagaimana orang lain bisa begitu percaya kepadanya.
Orang ingin agar kepercayaan orang lain kepadanya memiliki landasan dan tidak asal percaya saja. Maka kepercayaan yang benar adalah kepercayaan yang berdasar, memiliki landasan. Contoh jaminan di atas bisa terjadi pada pada hubungan antara dua orang yang tidak terlalu dekat, karena jaminanlah yang bisa menjadi landasan kepercayaan tersebut. Tetapi di antara dua orang sahabat biasanya jaminan apa pun tak diperlukan, sebab pengenalan di antara keduanya dalam persahabatan sudah cukup menjadi landasan kepercayaan. Kalau seseorang meminjamkan uang kepada sahabatnya, lalu orang lain bertanya kepadanya, “Mengapa kamu begitu percaya kepadanya? Bagaimana kalau ia tidak mengembalikan uangmu?” Dengan yakin ia menjawab, “Saya sudah mengenalnya. Dia sahabatku. Kami saling memercayai.”
TUHAN pun bisa bertanya kepada kita, “Mengapa kamu percaya kepada-KU? Apa dasarnya kamu percaya kepada-KU?” Dalam hal ini bukan berarti TUHAN mau memberikan jaminan secara lahiriah supaya kita dapat menaruh percaya kepada-NYA, tetapi IA menghendaki agar kita memercayai-NYA dengan landasan yang mantap, yaitu pengenalan akan DIA. Alkitab mengatakan, dari pendengaran akan Firman Kristus—yaitu Injil—terbangunlah iman (Rm. 10:17), karena iman berasal dari pengenalan yang benar akan DIA.
Maka tidak perlu kita ragu untuk memberi diri melayani TUHAN secara all out, mempertaruhkan segala yang ada pada kita. Jika ada yang bertanya, “Mengapa kamu begitu beraninya berbuat demikian bagi TUHAN?” jawablah, “Aku mengenal DIA. Aku tahu kepada siapa aku percaya; satu-satunya ALLAH Yang Benar.” Kepercayaan seperti inilah kepercayaan yang berkualitas, bukan kepercayaan ikut-ikutan, seperti yang kita lihat dalam kehidupan banyak orang Kristen lain. Kepercayaan kita harus dibangun dari pengenalan yang cukup dan juga benar akan TUHAN serta terus bertumbuh. Semakin bertumbuh pengenalan kita tersebut, iman kita pun semakin berkualitas. Ini tidak bisa terjadi secara otomatis hanya oleh karunia, tetapi juga oleh kerja keras kita, yaitu usaha mengenal TUHAN melalui berbagai sarana yang sudah dipersiapkan TUHAN.
Kepercayaan yang berkualitas adalah yang didasarkan pada pengenalan akan TUHAN.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar