Cita Rasa Terhadap TUHAN
Bacaan: Mazmur 1 : 1–6
1:1. Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
1:2 tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
1:3 Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.
1:4. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.
1:5 Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar;
1:6 sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.
Untuk apa kita berurusan dengan TUHAN? Mungkin selama ini kita diajarkan untuk minta tolong kepada-NYA, diberkati dan minta perlindungan-NYA. Namun ajaran seperti itu sebetulnya diajarkan juga oleh agama-agama lain. Tidakkah kita sadari bahwa itu bukanlah pola hidup anak TUHAN? Sebab kalau kita masih minta diberkati, berarti kita belum percaya kalau TUHAN sudah menyediakan berkat bagi kita, yang harus kita raih dengan kerja keras dan tanggung jawab, kejujuran dan integritas hidup yang membuat kita bisa dipercayai oleh sesama kita.
Lebih sedih lagi jika kita mendengar hamba TUHAN yang menjanjikan doa yang manjur agar usaha jemaat diberkati, bahkan utang-utang akan terlunasi. Bukan berarti kita tidak percaya pertolongan TUHAN, tetapi ada bagian yang harus kita selesaikan dengan tanggung jawab, bukan hanya dengan doa. Jadi kita tidak boleh menjadi seperti anak-anak lagi, yang sedikit-sedikit harus didoakan oleh hamba TUHAN, seolah-olah datang kepada TUHAN butuh perantara. Ini tak ubahnya praktik perdukunan. TUHAN tidak memerlukan perantara untuk kita bisa menjangkau-NYA. Hanya satu Perantara antara BAPA dan kita, yaitu TUHAN Yesus Kristus.
Yang harus kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita berketetapan hati untuk memikirkan DIA. Kalau Alkitab menulis, “Berbahagialah orang yang merenungkan Taurat TUHAN siang dan malam” itu juga berarti memikirkan TUHAN Sang Empunya Taurat. Kita harus belajar mendisiplinkan diri sendiri untuk selalu memikirkan TUHAN, bukan hanya ketika berada dalam alunan liturgi gereja, tetapi terlebih lagi ketika kita melangkahkan kaki di luar gereja. Masalahnya, mungkinkah? Kalau hal ini tidak pernah kita lakukan dan tidak kita biasakan untuk melakukannya, maka kita tidak mungkin mampu untuk selalu berada dalam ayunan perenungan TUHAN dan memiliki cita rasa terhadap-NYA.
Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya, namun jangan sampai masalah tersebut merenggut hidup kita dan merusak cita rasa jiwa kita kepada TUHAN. Keinginan pribadi kita jangan sampai memengaruhi, bahkan merusak cita rasa jiwa kita kepada TUHAN. Seperti Pemazmur berkata dalam Mzm. 73:25, “… Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi”, artinya jiwanya telah mendapati cita rasa TUHAN. Ada kehausan terhadap TUHAN. Cita rasa seperti ini harus dikembangkan sehari lepas sehari dengan disiplin. Dimulai dengan komitmen bahwa aku membutuhkan TUHAN, hanya DIA lah yang dapat memenuhi kekosongan rongga jiwaku.” Sudahkah kita bercita rasa terhadap TUHAN? Jika belum, mari mulai sekarang.
Kita berurusan dengan TUHAN bukan karena mencari berkat dan perlindungan-NYA, melainkan karena kita mempunyai cita rasa terhadap-NYA.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar