Renungan Harian Virtue Notes, 14 Pebruari 2011
Harga Mati
Bacaan: Matius 19: 16-22
19:16. Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
19:17 Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah."
19:18 Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta,
19:19 hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
19:20 Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?"
19:21 Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
19:22 Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Kepada orang muda kaya yang bermaksud memiliki hidup kekal (hidup yang berkualitas tinggi), Tuhan Yesus menetapkan harga mati yang tidak boleh dikurangi. Agar bisa sempurna atau dikenan-Nya, Tuhan memintanya meninggalkan semua harta miliknya dan menggantinya dengan mengikut Yesus.
Orang muda kaya tersebut rupanya tidak bersedia memenuhi apa yang dikehendaki Tuhan. Matius mencatat bahwa ia pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. Apakah Yesus lalu berpikir, “Sayang, orang kaya jangan sampai pergi” lantas memanggilnya untuk berbalik kembali kepada-Nya, dan bersedia mengurangi “harganya?” Tidak. Yesus tidak berkenan kepadanya. Ia membiarkan orang muda itu pergi untuk binasa. Di sini tampak jelas bahwa Tuhan tidak mau kompromi dengan manusia yang tidak bersedia tunduk kepada-Nya secara mutlak.
Perkenanan Bapa adalah standar hidup yang harus dimiliki setiap anak Tuhan; tidak bisa dikurangi. Bapa bukan pedagang yang mau tawar-menawar dengan pembeli demi barangnya laku atau terbeli. Ia sudah menetapkan harga, dan Ia tidak menginginkannya ditawar sama sekali. Manusia mau “membelinya”, silakan; kalau tidak mau, ya silakan.
Harga mati ini berarti standar “dikenan Bapa” yang ditetapkan Tuhan adalah mutlak dan permanen. Dalam hal ini, Tuhan belum tentu menerima orang yang merasa dirinya baik, atau bahkan dinilai baik oleh semua orang, sebab kebaikan di mata diri sendiri dan orang lain bukanlah harga yang diterima Bapa. Jadi jangan sekali-kali merasa sudah dikenan Bapa karena merasa diri sebagai orang baik atau dinilai sebagai orang baik oleh manusia lain. Itu subjektivitas manusia belaka. Kebaikan harus dipandang dari mata Bapa, yaitu dengan melakukan kehendak-Nya.
Oleh sebab itu kita harus sungguh-sungguh berusaha setiap hari untuk memiliki kehidupan yang dikenan-Nya. Usaha itu tidak boleh setengah-setengah atau asal-asalan, tetapi harus dengan segenap hati, jiwa, ketaatan dan seluruh akal budi kita. Tanpa didasari segenap kehidupan kita, kita tidak mungkin sampai kepada target yang dikehendaki Bapa. Kalau ini dapat diraih orang dengan mudah, maka akan ada banyak orang yang berhasil; tetapi ini bukan sesuatu yang mudah, sebab seperti kata Alkitab, “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih” (Mat. 22:14). Kesediaan berusaha untuk meraih target ini merupakan respons yang benar terhadap keselamatan yang disediakan Tuhan bagi kita; jika kita tidak bersedia, berarti kita menyia-nyiakan keselamatan itu (Ibr. 2:3).
Kita harus sungguh-sungguh berusaha memiliki kehidupan yang dikenan-Nya dengan segenap kehidupan kita.
Dimodifikasi dari Truth Daily Enlightenment, dengan ijin penerbit.
0 komentar:
Posting Komentar